Indonesia.go.id - Dam Kering di Hulu untuk Jakarta

Dam Kering di Hulu untuk Jakarta

  • Administrator
  • Sabtu, 22 Februari 2020 | 03:12 WIB
INFRASTRUKTUR
  Foto udara proyek pembangunan Bendungan Ciawi di Bogor, Jawa Barat, Senin (20/1/2020). Fotot : ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

Bendungan kering (dry dam) di Ciawi dan Bendungan Sukamahi hanya akan membantu menahan banjir Jakarta. Karena banyak pekerjaan lain di Jakarta yang perlu dilakukan secara bersamaan.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane menargetkan penyelesaian pembangunan Bendungan Ciawi dan Sukamahi yang berlokasi di Hulu Sungai Ciliwung, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, pada akhir 2020. Pembangunan bendungan merupakan bagian dari rencana induk (master plan) pengendalian banjir Ibu Kota Jakarta sebagai bentuk komitmen pemerintah pusat untuk mengendalikan banjir mulai dari hulu hingga di hilir Ciliwung.

“Saat ini progres pembangunan Bendungan Ciawi sudah 45% dan akan diselesaikan akhir tahun ini atau Desember 2020,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, belum lama ini.

Perkembangan konstruksi bendungan lebih cepat dari rencana, yakni sebesar 38,9%. Pembangunannya saat ini meliputi pekerjaan bendungan utama (galian tubuh bendungan, grouting tubuh bendungan, timbunan main cofferdam), bangunan pelimpah (proses pembebasan lahan, clearing dan grubbing, penggalian tebing spillway), hidromekanikal (pengadaan maintenance gate), pembangunan fasilitas umum, clearing area lahan, dan bottom outlet (galian bottom outlet, pengecoran, pengalihan anak sungai, pekerjaan jalan OP).

Kontrak pekerjaan Bendungan Ciawi ditandatangani pada 23 November 2016 dengan kontraktor pelaksana PT Brantas Abipraya dan PT Sacna. Pembangunannya telah mulai pada 2 Desember 2016 dijadwalkan selesai awal 2021. Namun ditargetkan bendungan itu dapat selesai lebih cepat pada akhir tahun 2020.

Bendungan Ciawi didisain dengan kemampuan daya tampung 6.05 juta m3 dan luas genangan 39.40 hektar. Biaya pembangunan sebesar Rp798,7 miliar yang berasal dari APBN. Bendungan akan mengurangi debit banjir yang masuk ke Jakarta dengan menahan aliran air sejumlah sungai dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango sebelum sampai ke Bendungan Katulampa yang kemudian mengalir ke Sungai Ciliwung.Terselesaikannya pembangunan Bendungan Ciawi akan mereduksi banjir sebesar 111,75 m3 per detik.

Di wilayah hulu, selain Bendungan Ciawi juga dibangun Bendungan Sukamahi. Volume dan kapasitas tampungnya lebih kecil. Bendungan ini volume tampungnya hanya sebesar 1,68 juta m3 dan luas area genangan 5,23 hektar. Bendungan ini menahan air dari Sungai Sukabirus. Saat ini progresnya telah mendekati 40 persen. Anggaran Bendungan Sukamahi  Rp488 miliar bersumber APBN.

Bendungan Sukamahi adalah bendungan kedua di hulu Sungai Ciliwung, setelah Bendungan CIawi. Keduanya terletak di Provinsi Jawa Barat, di Kabupaten/Kota Bogor. Bendungan yang akan memiliki kapasitas sebesar 1.68 meter kubik itu diharapkan dapat mengurangi debit banjir sebesar 29 meter kubik/detik.

Proyek kedua bendungan ini agak lambat. Keterlambatan tersebut, menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah, karena sempat ada kendala pembebasan lahan. Secara rinci, pekerjaan fisik Bendungan Ciawi saat ini mencapai 44%, sedangkan Bendungan Sukamahi baru 35%. Adapun perkembangan pembebasan lahan, kini Bendungan Ciawi mencapai 92,12% dan Sukamahi 90,31%.

Ide pembangunan dua bendungan ini sebenarnya sudah ada sejak 2005. Rencana itu baru dilanjutkan pada akhir 2016, ditandai dengan penandatanganan kontrak pembangunan proyek. Dua bendungan ini ditargetkan dapat mereduksi kontribusi banjir ke Jakarta jadi cuma 30% dari total aliran air ke Jakarta.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah mengatakan, Bendungan Sukamahi dan Ciawi di Bogor yang sedang dibangun tak akan cukup untuk menyelamatkan Jakarta dari banjir. Sebab Bendungan Sukamahi dan Ciawi adalah dry dam atau bendungan yang kering di musim kemarau dan terisi di musim hujan.

Dari data teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)  menyebutkan, reduksi banjir dimulai dari Bendungan Ciawi. Tanpa bendungan, debit air di Sungai Ciliwung mencapai 365 meter kubik/detik, sementara dengan adanya bendungan debit air turun menjadi 253,25 meter kubik/detik. Artinya, telah terjadi penurunan hingga 30,6 persen. Reduksi juga dilakukan di Bendungan Sukamahi, Bendungan Katulampa, Pintu Air Depok, hingga Pintu Air Manggarai.

Di Bendungan Sukamahi, misalnya, bila tanpa kedua bendungan debit air 56,52 meter kubik/detik, setelah ada bendungan menjadi 41,05 meter kubik/detik. Sementara itu, debit air di Bendungan Katulampa sebelum adanya kedua bendungan mencapai 563,11 meter kubik per detik. Setelah ada bendungan turun menjadi 427,84 meter kubik/detik. Adapun di Pintu Air Manggarai bila sebelumnya debit air mencapai 655,03 meter kubik/detik, setelah ada bendungan turun 11,9 persen menjadi 577,05 meter kubik/detik.

Presiden Joko Widodo menyebutkan, hadirnya bendungan ini dapat mengurangi masalah banjir yang kerap terjadi setiap tahun, dengan cukup signifikan. "Sukamahi dan Ciawi ini akan mengurangi masalah banjir di Jakarta kurang lebih 30 persen," kata Presiden.

 

https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1582341190_antarafoto_pembangunan_bendungan_ciawi_200120_hma_10.jpg" />

Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Bendungan Ciawi di Bogor, Jawa Barat, Senin (20/1/2020). Bendungan Ciawi yang proses pengerjaannya telah mencapai 45 persen itu dibangun untuk mengendalikan aliran air dari hulu Sungai Ciliwung saat terjadi peningkatan debit air sehingga dapat mengurangi resiko banjir di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

 

Pekerjaan Lain

Namun memang jangan berharap terlalu banyak dan hanya mengandalkan bendungan ini untuk penyelesaian masalah banjir di Jakarta. Banyak pekerjaan lain yang harus dikerjakan secara simultan dari hulu ke hilir. Bila masalah di hulu telah dikurangi dengan pembangunan kedua bendungan itu, masalah di hilir juga harus diselesaikan dengan berbagai cara. Mulai dari melanjutkan proses normalisasi sungai, hingga pembuatan terowongan penghubung antara Ciliwung ke Kanal Banjir Timur.

Indonesia.go.id sebelumnya menulis, proyek dua waduk itu adalah pelaksanaan dari apa yang dikatakan Presiden sebagai pekerjaan hulu. Keduanya berada di ketinggian sekitar 600 meter dari permukaan laut, di lereng dataran tinggi Puncak-Gede-Pangrango. Waduk Sukamahi membendung Cisukabirus, sungai kecil, terjal, berarus deras dari Gunung Pangrango. DAS (daerah aliran sungai) di hulu Cisukabirus hanya 16 km2.

Waduk di Desa Sukamahi, Kecamatan Megamendung ini akan menjadi pengendalian anak Ciliwung di sisi barat. Bendungan ini akan berfungsi sebagai penahan arus yang meluncur deras dari lereng Pangrango. Dari waduk ini air menghilir ke Ciliwung selalui jalur sungai yang lama.

Di sisi timur, berjarak sekitar 4 km, ada Waduk Ciawi yang bertugas menahan air dari Ciliwung Hulu, Sungai Cibogo, dan Cisarua. Luas DAS ketiga sungai ini sekitar 90 km2, di Kecamatan Megamendung dan Cisarua.

Setelah parkir di area bendungan, melalui pintu air khusus arus sungai dihilirkan dan bertemu arus Sungai Cisukabirus. Arus Ciliwung ini akan dikontrol lagi di Bendungan Katulampa beberapa kilometer ke arah hilir. Dengan rekayasa arus di tiga bendungan ini--Sukamahi, Ciawi, dan Katulampa--gerak massa air Ciliwung bisa lebih terkelola.

Selama lebih dari satu abad arus Ciliwung praktis hanya dikontrol di Bendungan Katulampa. Dam yang mulai beroperasi 1911 itu membendung dan memanfaatkan sebagian air Ciliwung untuk irigasi. Di Katulampa air Ciliwung ditahan lajunya, energi mekaniknya diredam dan dipangkas volumenya. Toh, di puncak musim hujan, debit air yang melewati Katulampa kadang bisa mencapai 600 m3 per detik. Ciliwung masih berbahaya.

Kehadiran Bendungan Ciawi dan Sukamahi itu akan meredam kecepatan arus sungai. Tapi, keduanya tidak mengurangi volumenya, karena memang tak dirancang sekaligus untuk pengairan. Air di kedua bendungan hanya diparkir sementara, diredam energi geraknya, agar nanti menghilir dengan lebih tenang. Bila kemarau panjang tiba, boleh jadi air di area genangan pun kering. Maka, dam semacam ini sering disebut tipe bendungan kering.

Ketika rampung, Bendungan Ciawi dan Sukamahi akan terhubung serta terpantau di ruang operasi atau pemantauan bendungan Ditjen SDA Kementerian PUPR. Bahkan saat proses pembangunan pun dapat langsung dimonitor dari ruangan itu. Ruang operasi ini masih terus dikembangkan dan nantinya diharapkan dapat menjadi pusat operasi serta pemantauan.

Ruangan pemantauan tersebut juga bertindak sebagai tempat untuk mengambil kebijakan terkait pemeliharaan bendungan, karena ruang operasi tersebut bukan hanya dapat memantau ketinggian elevasi permukaan air, tapi juga perilaku keamanan bendungan, seperti kebocoran.

 

Penulis : Eri Sutrisno
Editor Bahasa : Ratna Nuraini

Berita Populer