Indonesia.go.id - Vaksin Plasma Konvalesen Mulai Diuji Coba

Vaksin Plasma Konvalesen Mulai Diuji Coba

  • Administrator
  • Selasa, 28 April 2020 | 02:12 WIB
COVID-19
  Pekerja memberikan label vaksin di Laboratorium Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Tubuh manusia sudah dirancang sedemikian rupa untuk bisa bertahan dari serangan virus atau bakteri tertentu.

Badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dalam produksi vaksin, PT Bio Farma, menggandeng Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengembangkan plasma konvalesen untuk terapi pasien Covid-19.

Adanya pengembangan plasma konvalesen tentu menjadi kabar gembira bagi dunia kedokteran Indonesia. Bagaimana cara bekerja terapi plasma konvalesen? Seperti disampaikan Peneliti Bio Farma, Neni Nurainy dalam keterangan tertulisnya belum lama ini, terapi plasma konvalesen ini bekerja dengan memanfaatkan antibodi yang muncul secara alami dari tubuh pasien Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh.

Setiap kali diserang mikro organisme, baik itu virus atau bakteri, maka tubuh secara alami akan menghasilkan antibodi. Selanjutnya antibodi yang terkandung di dalam plasma ini diberikan kepada pasien Covid-19 lainnya yang telah masuk dalam kategori kritis atau yang sedang memerlukan ventilator.  

Antibodi ini akan menetralisasi virus. Selain itu, terdapat komponen lain pada plasma yang berkhasiat pada pasien. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen yang berperan penting dalam kesembuhan pasien.

Terapi plasma darah konvalesen bisa disebut juga sebagai vaksin. Vaksin itu terbagi menjadi dua, yakni vaksin aktif dan vaksin pasif. Terapi ini termasuk jenis vaksin pasif. Artinya, kekebalan tubuh atau imunoglobuline dari pasien sembuh Covid-19 diberikan kepada pasien yang masih menderita Covid-19. 

Tubuh manusia sudah dirancang sedemikian rupa untuk bisa bertahan dari serangan virus atau bakteri tertentu. Karena secara alami juga, tubuh manusia akan mengeluarkan antibodi khusus untuk menyerang virus dan bakteri tersebut.

Antibodi alami tadi itulah yang dimanfaatkan untuk menjadi antivirus yang menghambat perkembangan Covid-19. Neni Nurainy mengatakan, sistem kerja plasma konvalesen hampir sama dengan serum.

Plasma yang diambil adalah plasma dari pasien yang sudah memasuki minimal hari ke-14 setelah dinyatakan sembuh. Sedangkan tubuh pasien yang menerima plasma konvalesen dari donor akan dapat menetralisasi virus sehingga virus yang berada di dalam tubuh pasien tidak bertambah banyak.

“Diharapkan dengan adanya penguatan antibodi, maka kondisi si pasien kritis akan berangsur pulih.” 

Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto Brigjen Albertus Budi Sulistya mengatakan, tidak semua pasien corona yang telah dinyatakan sembuh dapat menjadi donor plasma darah bagi penderita yang masih dirawat.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pasien donor yang akan memberikan plasma darahnya. Beberapa di antaranya, tidak ada gejala klinis dan hasil swab negatif sebanyak dua kali berturut-turut.

Selain itu, selama dirawat saat menjadi pasien, si donor tidak menggunakan ventilator. Plasma dari pendonor tidak mengandung penyakit lain seperti Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, dan lainnya. Kemudian, titer antibodinya untuk corona menunjukkan angka kisaran 1:160 lebih. 

 

Pernah Digunakan di Tiongkok

Metode plasma konvalesen pernah digunakan saat penanganan wabah Ebola, SARS, dan MERS serta dinyatakan efektif. Pemberian plasma saat masa pemulihan pada pasien harus tetap diikuti dengan mekanisme pengobatan sesuai standar yang berlaku.

“Pasien harus mendapat pengobatan standar yang memang seharusnya diberikan. Misalnya, yang harusnya diinfus ya diinfus. Kalau harusnya mendapat obat klorokuin ya pakai klorokuin,” kata Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Zubairi Djoerban.

Ratri Anindyajati, pasien Covid-19 pertama di Indonesia dan kemudian dinyatakan sembuh adalah salah satu orang yang telah diminta oleh tim dari RSPAD Gatot Subroto untuk diambil sampel darahnya. Ratri tak sendiri, anggota keluarganya yang pernah positif corona dan sembuh juga dimintai kesediaannya untuk diambil darah.

Awalnya perempuan yang berprofesi sebagai pegiat seni ini merasa khawatir karena belum pernah melakukan transfusi darah. Ia pun kembali menjadi donor perdana untuk ditanamkan plasma darahnya kepada para pasien Covid-19 lain kategori kritis dan menggunakan ventilator.

“Kami sekeluarga pun sempat menolak. Namun, akhirnya tim RSPAD Gatot Subroto meyakinkan kami bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena semua dilakukan dalam pengawasan ketat,” kata Ratri.

Menurut penelitian yang dilakukan di Tiongkok, 15 penderita Covid-19 dinyatakan sembuh setelah mengikuti terapi plasma ini. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di Korea Selatan, sebanyak dua orang dinyatakan sembuh.

Semua penelitian itu diuji pada pasien-pasien kritis yang berada di ruang Intensive Care Unit (ICU) dan menggunakan ventilator. Semuanya menunjukkan perbaikan dan sebagian dari pasien tadi dapat pulang ke rumah. Negara lain yang telah melakukan vaksin melalui plasma darah adalah Iran.

Sementara itu studi tahun 2020, yang terbit dalam Journal of the American Medical Association, menemukan bahwa transfusi plasma darah pasien yang telah sembuh terbukti dapat membantu dalam penyembuhan pasien sakit kritis dengan Covid-19.

Pada penelitian tersebut, tercatat bahwa terdapat lima pasien rentang usia 36 tahun-65 tahun, dua wanita menerima ventilasi mekanik pada saat pengobatan dan semua telah menerima antivirus dan methylprednisolone.

Setelah transfusi plasma, suhu tubuh menjadi normal dalam tiga hari pada empat dari lima pasien. Adapun sindrom distres pernapasan akut (ARDS) sembuh pada empat pasien pada 12 hari setelah transfusi, dan tiga pasien disapih dari ventilasi mekanik dalam dua minggu perawatan.

Dari lima pasien, sebanyak tiga di antaranya telah dipulangkan dari rumah sakit dengan lama perawatan berkisar 53 hari, 51 hari, dan 55 hari. Sementara, dua lainnya dalam kondisi stabil pada hari ke-37 setelah transfusi.

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer