Sejauh ini varian baru Covid-19 tak ditemukan di Indonesia. Surveilans berkembang pesat. Informasi genom itu game changer yang memberi jalan penemuan obat dan vaksin.
Tiga momok baru dari kawanan Covid-19 sudah dikenali. Mereka itu adalah varian Covid-19 baru asal Inggris alias UK (United Kingdom) dengan nomenklatur B-117, varian baru B-1.351 Arika Selatan, dan B-1.128.1 dari Brazil. ‘’Sejauh ini ketiganya tak ditemukan di Indonesia,’’ ungkap Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Bambang Permadi Brojonegoro.
Berbicara di depan webinar bertajuk “Genomic Surveillance, Mutation and Vaccine”, Senin pagi (14/2/2021), Menteri Bambang mengingatkan, penanggulangan wabah Covid-19 itu seperti berkejaran dengan waktu. Virus terus berubah perangainya, berubah tingkat ancaman dengan segala akibatnya.
Laju transmisinya bisa tiba-tiba berubah, tingkat keparahan yang ditimbulkannya berbeda, dan efek obat serta vaksin pun bisa tak lagi sama. Yang menyulitkan adalah bisa saja perubahan membawa pada kondisi yang lebih berat dan sulit.
Profesor Bambang Brojonegoro pun mencontohkan varian baru B-117 asal UK. “Daya penularan infeksinya naik 50 persen dan meningkatkan angka kematian hingga 35 persen,” ujarnya. Vaksin yang ada, menurutnya, masih cukup efektif. Tapi, ia mengingatkan, vaksin yang sama tidak lagi cukup efektif untuk varian baru B-1.531 dari Afrika Selatan.
Dalam uji klinis di Inggris, menurut Menristek, vaksin Covavax buatan Amerika Serikat (AS) memberikan angka kemanjuran (efikasi) 86 persen. Namun, angka itu anjlok menjadi 60 persen saja di saat harus melawan varian baru itu dalam uji klinis di Afrika Selatan.
Mewaspadai serangan Covid-19 yang tak kunjung melandai di tanah air, ditambah pula isu perubahan genetik virus yang membuatnya makin garang seperti di Inggris, Profesor Bambang Brojonegoro menekankan pentingnya surveilans (pemantauan dan pengumpulan data terus-menerus) atas genom virus SARS COV-2 itu. “Agar dapat dilakukan upaya pencegahan serta penanggulangan Covid-19 di Indonesia,” ujarnya di depan webinar yang diikuti sekitar 400 orang peneliti, ilmuwan, dan wartawan itu.
Surveilans genom SARS COV-2 (nama resmi virus Covid-19) diperlukan untuk mempelajari varian yang berkembang di lapangan. Termasuk menemukan varian baru yang menyusup dari luar negeri. Dalam konteks inilah, Menristek Bambang Brojo meneken nota kesepahaman kerja sama dengan Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin. Pada tataran teknis, kerja sama itu akan dijalankan oleh BRIN dan Badan Litbang Kementerian Kesehatan.
Nota kesepahaman yang diteken 8 Januari 2021 itu akan menjadi rangka pelembagaan bagi kegiatan surveilans yang selama ini sudah berjalan. Sejumlah lembaga riset nasional seperti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Balitbangkes, LIPI, dan BPPT serta beberapa perguruan tinggi (UGM, ITB, Unair, Unpad, UNS, UIN, Lab Mikrobiogi FKUI, juga RS Universitas Tanjung Pura di Pontianak) dilibatkan. Kerja kemitraan ini diharapkan dapat mendorong percepatan surveilans genom virus SARS COV-2 di Indonesia,
Dr Peter Bogner, Presiden Global Initiative on Sharing All Influenza Data (Gisaid), lembaga bank data yang mengumpulkan semua data genom virus influenza sedunia, termasuk SARS-COV-2, menyambut gembira prakarsa itu. Berbicara dari Santa Monica California, Dr Bogner yang tampil di layar webinar dengan kemeja batik itu mengingatkan bahwa upaya yang harus ditempuh tentulah tidak ringan, membutuhkan waktu panjang dan sumber daya besar, karena wilayah Indonesia luas dan penduduk signifikan besarnya.
Kegiatan surveilans genom Covid-19 di Indonesia berlangsung sangat cepat, pada beberapa bulan terakhir. Sampai Agustus lalu, Indonesia hanya mengirimkan 13 whole genome sequencing (WGS), untaian informasi genetik lengkap virus SARS COV-2, yang beredar di Indonesia. Per 14 Februari, jumlah itu berlipat menjadi 392 WGS plus 24 sekuens virus.
Jumlah itu belum cukup. Dr Bogner mengingatkan kemungkinan adanya varian yang belum terdeteksi. “Dibutuhkan usaha bersama pihak pemerintah untuk mengumpulkan data yang lebih masif , dan dengan cakupan yang lebih luas. Dengan begitu bisa diperoleh gambaran penyebaran secara baik,” kata Peter Bogner.
Gisaid sendiri telah menyimpan lebih dari 500 ribu WGS di bank datanya, dari seluruh dunia. Sementara itu, Kepala Lembaga Eijkman Profesor Amin Soebandrio menargetkan, pada akhir 2021 para ahli Indonesia menyelesaikan pemetaan 5.000 sampel klinis genom SARS COV-2.
Pemetaan ini diperlukan guna memahami pola penyebaran virus dengan karakteristik isolat virus di setiap daerah. Informasi genom ini akan mendukung langsung pengembangan obat antivirus dan vaksin.
Dari pemetaan genom itu, kata Profesor Imam, sebagian rahasia virus bisa dibedah, termasuk ihwal mutasinya. Secara alamiah, persentasi mutasi yang memberikan penguatan bagi virus sangat rendah. Namun, karena frekuensinya yang begitu tinggi, tak urung varian baru yang ganas pun bisa muncul. Mengutip sebuah penelitian di dalam laboratorium, dalam tiga kali mutasi, koloni virus SARS COV-2 bisa menjadi varian baru yang sanggup membuat kekebalan tubuh inangnya tidak berfungsi.
Rahasia virus ada di balik genomnya. Dr Mark B Schultz, Direktur Bioinformatika Gisaid, menyatakan bahwa probabilitas mutasi virus Covid-19 menjadi lebih berbahaya itu hanya kurang dari 0,01 persen. Namun, dengan kecepatannya bermutasi, varian yang lebih ganas selalu bisa muncul seperti pada varian B-117 UK.
Justru bila perkembangannya terus terpantau, maka kekuatan daya tular virus itu dapat diketahui dan bisa dicari jalan untuk memangkas rantai penularannya. Dari penelusuran genom pula, kata Dr Schultz, para ahli Tiongkok bisa menelusuri bahwa virus Wuhan, varian Covid-19, menular dari kelelawar atau trenggiling. Petunjuk itulah yang bisa memberikan arah pencegahan dari penularan lebih lanjut.
Maka, peta genom itu disebut oleh Dr Mark B Schultz, ilmuwan asal Melbourne, Australia, itu sebagai faktor pengubah arah permainan alias game changer. Virus ganas pun bisa tampak struktur fisiknya (fenotipe) yang membuatnya lebih kokoh menempel pada host. Gambaran itu kini bisa terlihat dalam tiga dimensi.
Dari peta genom itu bisa cepat diketahui pula, perubahan struktur genomiknya yang dapat membuatnya lebih kuat, dan itu berarti kelemahan varian virus baru itu. “Pada gilirannya, kita bisa menemukan alat diagnostik berbasis antigennya dan menemukan kandidat kuat vaksinnya,” ujar Dr Schultz. Maka, menemukan rahasia jeroan virus SARS COV-2 itu adalah jalan menuju penanggulangan Covid-19 secara berkelanjutan. Ancaman jadi peluang.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari