Lembaga Eijkman menjadi laboratorium pertama yang menyediakan bibit vaksin Merah Putih. Tahap eksplorasinya selesai. Rektor IPB pun menawarkan laboratoriumnya untuk uji praklinis.
Etape pertama selesai sudah. Bibit vaksin sudah tersedia dan tinggal menyempurnakan teknik produksinya untuk mencapai skala industri. Tahap penelitian paling rumit sudah terlewati. Maka beberapa hari ke depan bibit vaksin buah rekayasa dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jakarta itu akan dikirim ke PT Biofarma untuk menjalani tes lanjutan.
"Batch pertama bibit vaksin itu akan diserahkan akhir Maret 2021," kata Kepala Lembaga Eijkman ProfesorAmin Soebandrio di Jakarta, Senin (15/3/2021). Bibit vaksin ini menjadi tonggak penting yang menandai keikutsertaan peneliti Indonesia dalam penyediaan vaksin untuk melawan merajalelanya pandemi Covid-19.
Profesor Amin Soebandrio menyatakan, pengembangan bibit vaksin Merah Putih dari Eijkman berjalan sesuai rencana. Eijkman meracik bibit vaksin Merah Putih itu dengan platform subunit protein rekombinan.
Sejumlah tim lain, dari LIPI, Universitas Indonesia, ITB, UGM, dan Unair Surabaya, masih bergulat menemukan bibit dari platform yang lain. Bersama Eijkman semua bergabung dalam satu konsorsium. Tidak tertutup kemungkinan konsorsium Merah Putih ini akan menguji beberapa platform sekaligus untuk mencari bibit terbaik untuk vaksin. Langkah semacam itu lumrah dilakukan dalam industri vaksin.
Namun jalan bibit vaksin Eijkman itu masih panjang. Profesor Amin Soebandrio mengatakan, bibit vaksinnya masih harus menjalani uji praklinis, uji klinis tahap (fase) 1, 2, dan 3 oleh PT Biofarma Bandung. Kalau semua oke, vaksin harus diperiksa dan disetujui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebelum digunakan.
Bibit Vaksin Merah Putih itu dikembangkan dari isolat virus SARS COV-2 penyebab Covid-19 yang bersirkulasi di Indonesia. Namun berbeda dari vaksin Sinovac yang kini digunakan di Indonesia, yang berplatform inactivated virus (virus yang dilemahkan), vaksin Merah Putih dikembangkan dengan platform protein rekombinan.
Pembuatan protein rekombinan ini memerlukan proses yang menuntut kecermatan tinggi. Material genetik (genome) dari isolat virus digandakan dengan mesin PCR untuk kemudian dipotong-potong dan diambil segmen yang mengandung Spike glikoprotein, yakni bagian genetik virus yang mengatur mekanisme penempelannya ke sel inang. Segmen inilah yang membuat virus Covid-19 bisa menempel ke tubuh korban dan merusaknya.
Namun, potongan genome yang digunakan itu sudah lumpuh karena sudah tak lagi sebagai genome utuh. Selanjutnya, dia disisipkan ke dalam inti sel hewan percobaan (mamalia kecil) sampai potongan genome virus itu terintegrasi ke dalam untaian material genetik mamalia, untuk kemudian digandakan, direplikasi dalam mesin PCR. Hasilnya diperiksa dengan mesin genome sequncer untuk dipetakan susunan lengkap asam nukleatnya.
Di tangan para peneliti Eijkman, material genome yang tidak kasat mata itu bagai sepotong cabe merah keriting yang mudah diiris-iris, guna mendapatkan potongan genom pembawa kode Spike glikoprotein dari virus awal. Targetnya memang bagian ini. Setelah diiris-iris potongan membawa kode genom virus itu dipisahkan dengan teknik sentrifugasi.
Hasilnya berupa gumpalan protein dalam bentuk plasmid. Itulah bibit vaksin. Dia tak mampu lagi mereplikasi diri, dan karenanya tak berbahaya. Memisahkan potongan genom itu dan menjadikannya sebagai bibit vaksin merupakan satu kerumitan sendiri, namun problem besarnya adalah bagaimana menghasilkan dalam jumlah yang sesuai dengan tuntutan skala industri. Problem ini kini sudah terpecahkan di Lembaga Eijkman. Tahap eksplorasi vaksin tuntas.
Langkah berikutnya adalah uji praklinis. Yang ditekankan di sini adalah bukti bahwa vaksin tersebut mampu menginduksi respons imun dan aman. Pada tahap uji praklinis ini vaksin disuntikkan ke hewan percobaan tikus putih atau monyet. Kadar immunoglobulin pada darah hewan percobaan diukur sebelum dan sesudah penyuntikan vaksin. Untuk memperoleh bukti aspek safety-nya, organ jantung, paru, limpa, dan ginjal hewan korban pun diperiksa.
Rektor IPB University Profesor Arif Satria mengatakan siap membantu uji praklinis tersebut. Dalam perbincangan virtual dengan wartawan Selasa (16/3/2021) siang, dia mengatakan, telah mengontak Menristek Profesor Bambang Brojonegoro dan menyatakan kesiapannya. “Kami memiliki ahli yang kompeten dan hanya IPB yang punya laboratorium praklinis dengan primata,” katanya.
Biofarma sendiri masih mempersiapkan segala sesuatunya. Bila bibit vaksin dari Eijkman itu lolos uji praklinis, masih ada uji klinis fase 1 yakni mencobakan kandidat vaksin itu kepada manusia. Ada dua hal pokok yang diujikan, yakni kandidat vaksin itu bisa merangsang imun tubuh penerimanya, dan dibuktikan dengan terbentuknya imunoglobin pada penerimanya, dan yang tak kalah penting adalah bakal vaksin itu harus aman.
Bila lolos di uji klinis tahap 1, ia akan masuk ke tahap 2, yang mencari formula pada dosis berapa vaksin itu mampu merangsang tubuh memproduksi imunoglobin (antibodi) pada level yang dibutuhkan. Yang lebih penting lagi adalah bukti bahwa pada dosis tersebut vaksin juga tetap aman.
Pada uji klinis tahap 1 dan 2 diperlukan masing-masing tak lebih dari 100 relawan. Namun, di uji klinis 3 diperlukan ribuan relawan. Kongsian Pfizer-BioNtech menghimpun lebih dari 30.000 relawan untuk mendapatkan hasil uji klinis tahap 3 yang lebih akurat dan kredibel. Begitu halnya dengan AstraZeneca.
Produksi vaksin adalah pekerjaan besar. Vaksin Merah Putih kini sudah keluar dari tahap eksplorasi yang paling rumit dan kini segera memasuki tahap berikutnya.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari