Indonesia.go.id - Agar Roda Manufaktur Bergulir Lebih Cepat

Agar Roda Manufaktur Bergulir Lebih Cepat

  • Administrator
  • Selasa, 6 Oktober 2020 | 18:52 WIB
INSENTIF INDUSTRI
  Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di pabrik yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Kementerian Keuangan memberikan insentif keringanan bea masuk untuk memulihkan kinerja industri manufaktur yang terseok-seok akibat badai pandemi Covid-19.

Meski pedal gas telah diinjak lebih dalam, roda industri masih menghadapi medan terjal dan berkabut akibat pandemi. Di akhir etape Kuartal III September 2020, gerakan mesin manufaktur belum mencapai progres yang menggembirakan. Indikatornya, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang sempat naik ke posisi 50,8 pada Agustus 2020, justru kembali terdorong turun ke level 47,2 pada September 2020.

PMI merupakan alat ukur apakah kegiatan manufaktur berada di jalur ekspansi atau malah mengalami kontraksi. Bila PMI satu negara tercatat di atas 50, artinya negara tersebut masuk pada jalur ekspansi, sebaliknya jika di bawah 50 berarti berada pada posisi kontraksi.

Tak dipungkiri, pengetatan bisnis kembali terjadi. Salah satunya dipicu dengan ditetapkannya kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah. Dunia bisnis mengalami tekanan dan imbasnya adalah merosotnya industri manufaktur. Walhasil, PMI pun menyusut.

“Turunnya PMI di bulan September karena industri yang tadinya melakukan ekspansi menjadi bersikap wait and see. Ini berpengaruh pada rencana-rencana produksi dan peningkatan utilitas,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, Kamis (1/10/2020).

Berdasarkan laporan survei yang dirilis oleh IHS Markit, tindakan pembatasan kegiatan mengganggu aktivitas pabrik. Kemudian, perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian dan inventaris sebagai bagian dari upaya untuk mengendalikan pengeluaran.

Selanjutnya, survei itu menyebutkan, pembatasan aktivitas terkait Covid-19 juga telah memangkas kemampuan pemasok untuk mengirimkan pasokan secara tepat waktu. Waktu pengiriman rata-rata diperpanjang selama empat bulan berturut-turut pada September.

Bagaimana dengan PMI manufaktur dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya? Vietnam dan Filipina ternyata mencatat aktivitas yang ekspansif, yakni masing-masing 52,2 dan 50,1. Berikutnya, Thailand (49,9), Malaysia (49), Myanmar (35,9). Di kawasan Asia, Tiongkok dan India sudah mulai pulih dengan mencatatkan PMI manfaktur dengan skor masing-masing 53 dan 56,8.

Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw mengatakan, meningkatnya kasus infeksi Covid-19 yang disusul dengan diberlakukannya kembali PSBB di Jakarta jelas berhubungan dengan penurunan pemulihan manufaktur Indonesia.

Data terkini PMI mengindikasikan kemerosotan baru pada kondisi pabrik pada September, dengan penjualan dan produksi menurun secara solid pada akhir triwulan ketiga setelah peningkatan nyata pada Agustus.

“Angka PMI terkini menyatakan bahwa sektor manufaktur Indonesia menghadapi kondisi pengoperasian yang menantang pada beberapa bulan ke depan. Apakah pemulihan yang kuat akan mengakar, sebagian besar bergantung pada kemampuan negara mengendalikan pandemi. Harapan terhadap prospek tahun depan tetap positif, tetapi optimisme bergantung pada perkembangan situasi Covid-19."

 

Kawal Sektor Industri

Sebagai pengampu di sektor industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tentu tidak hanya berpangku tangan dan meratapi situasi. Agus Gumiwang bertekad terus mengawal sektor industri nasional. Sektor itu diharapkan kembali tumbuh positif dan mampu pulih dari tekanan dampak pandemi Covid-19. Harapannya, kegiatan operasional sektor industri dapat berjalan beriringan dengan upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

Tak dipungkiri, kondisi ekonomi nasional kini sedang tidak menguntungkan. Ini tergambarkan dari rilis terbaru Badan Pusat Statistik, Kamis (1/10/2020). Pelaku industri nasional mengalami tekanan di dalam negeri yang cukup berat yang diakibatkan permintaan pasar yang tak kunjung membaik.

Lesunya permintaan akibat penurunan daya beli masyarakat yang tecermin dari data Indeks Harga Konsumen (IHK), yang hanya terungkit 0,05 persen. Harga-harga tak bergerak. Tak heran bila BPS pun mencatat selama periode September hanya terjadi inflasi secara year to date sebesar 0,89 persen dan secara year to year sebesar 1,42 persen.

Langkah pemerintah pun tak surut untuk memulihkan kinerja industri manufaktur. Sejumlah kebijakan stimulus pun sudah dilahirkan, baik untuk masyarakat agar daya beli masyarakat dan pelaku usaha sehingga roda industri pun tetap berputar.

Bahkan, Kementerian Keuangan belum lama ini kembali memberikan insentif fiskal terhadap impor barang dan bahan untuk proses produksi barang jadi berupa fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BM DTP). Untuk mengatur penggunaan fasilitas tersebut, Kementerian Keuangan telah menerbitkan aturan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.04/2020.

Tujuan PMK itu memberikan fasilitas keringanan terutama bagi industri sektor tertentu yang terdampak pandemi Covid-19. Berkaitan dengan itu, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Syarif Hidayat mengungkapkan, PMK tersebut diterbitkan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara, serta menjaga stabilitas ekonomi yang terus mengalami perlambatan sejak pandemi Covid-19.

“Fasilitas yang diberikan pemerintah kali ini berupa BM DTP yaitu bea masuk terutang akan dibayar oleh pemerintah dengan menggunakan alokasi dana yang telah ditetapkan dalam APBN/APBNP,” kata Syarif Hidayat. PMK ini berlaku terhadap industri sektor tertentu yang terdampak pandemi Covid-19 yang layak untuk diberikan BM DTP sesuai dengan kebijakan pembina sektor industri.

Fasilitas ini diberikan kepada 33 sektor industri dari empat instansi, yaitu Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Ditjen Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA), Ditjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT), dan Ditjen Industri Agro (IA) Kemenperin, termasuk industri yang memproduksi Alkes di antaranya APD, masker, hand sanitizer, sarung tangan, ventilator, hingga produk rumah sakit dan farmasi.

Adapun tiga kriteria barang atau bahan yang diberikan insentif BM DTP, di antaranya, belum diproduksi di dalam negeri, sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan, atau sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.

Dengan diberikannya insentif fiskal ini, harapannya sektor industri dapat produktif dengan tetap adanya ketersediaan bahan baku dan penyerapan tenaga kerja. Harapannya sektor ekonomi nasional secara perlahan segera pulih dan stabilitas ekonomi nasional pun normal kembali.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer