Indonesia.go.id - Solidaritas tanpa Batas

Solidaritas tanpa Batas

  • Administrator
  • Minggu, 25 Oktober 2020 | 08:26 WIB
PENANGANAN COVID-19
  Personil TNI membantu menggendong seorang warga lanjut usia seusai menjalani rapid test masal, di komplek Kampus Politeknik Indonesia Venezuela, Desa Cot Suruy, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (8/9/2020). Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa

Pemerintah bergerak cepat berkejaran dengan sebaran Covid-19. Masyarakat yang bergerak menjalin solidaritas tanpa batas di seluruh nusantara juga merupakan kekuatan dalam menghadapi wabah.

Pada awal pandemi Februari lalu, ancaman Covid-19 dilihat akan datang dari luar negeri. Maka, Pemerintah Indonesia pun begitu sibuk menangani pemulangan 238 WNI yang berada di episentrum Covid-19, yakni di Kota Wuhan, Tiongkok. Mereka dijemput dengan pesawat khusus dan menjalani karantina di Pulau Natuna sebelum kembali ke keluarganya.

Namun tingginya mobilitas manusia antarnegara akhirnya menjadi jalan masuk Covid-19 ke Indonesia. Kasus pertama terdeteksi di pemukiman daerah Depok, Jawa Barat, awal Maret. Seolah genderang perang yang mulai ditabuh, pemerintah bergerak cepat berkejaran dengan sebaran Covid-19. 

Dalam Laporan Tahunan Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada 2020 ditulis bahwa dalam sebulan saja jumlah kasus COVID-19 Indonesia naik tinggi. Sebarannya pun meluas. Kebutuhan alat pelindung diri (APD) melonjak. Masker, hazmat, alat rapid, kacamata pelindung, hingga sepatu boot langka di pasaran. Ketersediaan APD, baru 150 ribu unit. Padahal dalam empat bulan ke depan sekurangnya empat juta APD harus tersedia.

Pemerintah berburu cepat. Sekurangnya 11 juta APD berhasil dihimpun dari belasan negara dan lembaga-lembaga nonpemerintah. Produksi APD dalam negeri digenjot. Sejumlah sekolah kejuruan dan industri rumahan digandeng memenuhi kebutuhan. Hasilnya produksi APD saat ini mencapai 17 juta per bulan.

Selain itu, pemerintah juga mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19. Dengan sekejap jumlah rumah sakit rujukan Covid-19 bertambah. Bahkan berbagai fasilitas baru ikut disiapkan sebagai tempat isolasi dan perawatan khusus pasien Covid-19. Wisma Atlet di Jakarta hanya dalam tempo empat hari diubah peruntukannya menjadi rumah sakit khusus pasien Covid-19 dengan fasilitas yang lengkap.

Pemerintah bahkan membuat rumah sakit darurat dua lantai yang cukup canggih di Pulau Galang hanya dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Total ada 903 rumah sakit yang siap melayani pasien Covid-19, dengan 51.198 tempat tidur yang tersedia. Antisipasi ini terbukti ampuh. Tidak satupun pasien Covid-19 yang butuh perawatan intensif sempat telantar atau tidak mendapat pelayanan.

Lima bulan setelah Covid-19 masuk tanah air, jumlah kasus positif tembus 100 ribu penderita. Upaya keras dilakukan untuk menekan risiko terburuk yang bisa berakibat kematian. Terdapat 16 ribu tenaga kesehatan dan 3.500 dokter internship serta relawan yang menjadi ujung tombak melawan Covid-19. Tidak jarang mereka hanya bisa pulang bertemu keluarga sebulan sekali demi menghindari kemungkinan penularan.

Risiko besar itu memang menimbulkan korban dari para tenaga kesehatan. Tercatat 127 dokter dan 92 perawat meninggal saat bertugas selama lima bulan pandemi mengamuk. Pemerintah sangat mengapresiasi kerja berani mereka. Menjelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan, Presiden Joko Widodo menganugerahkan bintang jasa kepada para pahlawan dunia kesehatan itu.

Dari dokter, perawat, hingga petugas pendukung lainnya. Dengan berbagai keterbatasan, mereka di garis depan dan bertaruh nyawa dalam perang melawan Covid-19. Lebih dari 200 tenaga kesehatan menjadi martir, menyelamatkan kita dari wabah yang mematikan ini.

Kisah para martir memantik warga bergerak dan melakukan apa saja untuk mencegah dan melemahkan Covid-19 agar tidak mematikan semangat sebuah bangsa. Solidaritas tanpa batas di seluruh nusantara ini menegaskan bahwa kekuatan menghadapi wabah tak bisa disandarkan pada pemerintah saja, melainkan perlu campur tangan semua pihak. Kolaborasi inilah yang kemudian dipilih untuk diserukan ke seluruh dunia.

Sementara itu kreativitas seringkali muncul di tengah kesulitan dan krisis. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggalang inovasi di bidang teknologi. Tidak kurang dari 60 inovasi hasil riset dikembangkan untuk menghadapi pandemi. Produk inovasi utama di antaranya robot dekontaminasi, atau rapid diagnostic test microchip, robot medical assistant ITS-UNAIR (RAISA), hingga mobile ventilator low cost berhasil ditemukan untuk memudahkan perlawanan pada pandemi.

Sementara itu ada pula hasil produk inovasi pendukung yang menghasilkan produk-produk makanan dan minuman dengan bahan alami untuk menjaga kesehatan tubuh. Kreativitas masyarakat juga melahirkan berbagai inovasi dalam urusan ekonomi. Para pedagang yang biasanya selalu mengandalkan penjualan secara langsung, kini dengan berani memasarkan produknya secara daring.

Pembatasan pasar, membuat masyarakat secara mandiri melayani lingkungannya dengan saling memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu salah satu inovasi penting yang sedang disiapkan berupa vaksin Covid-19.

Keberadaan vaksin menjadi kebutuhan mendesak di seluruh dunia. Vaksin yang sedang disiapkan ini diberi label vaksin Merah Putih. Adalah Lembaga Biomolekuler Eijkman yang memimpin konsorsium pengembangan vaksin Covid-19 yang berupa protein rekombinan.

Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/ Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, material vaksin Merah Putih ditargetkan selesai pertegahan 2021.

Vaksin merah putih ini dibuat dengan strain Covid-19 Indonesia. Saat ini pengembangannya sudah lebih dari separuh jalan. Lembaga Eijkman akan menyerahkan bibit vaksin tersebut kepada PT Bio Farma Januari mendatang untuk dilakukan tiga tahap uji klinis.

Sejarah negeri tak berhenti berkisah soal solidaritas yang menjadi kekuatan menghadapi hambatan. Sebuah kekuatan energi yang menembus sekat agama, suku, ras, dan status sosial serta mengerakkan masyarakat ikut terlibat memikul beban dengan segala hal yang dimiliki dan dikerjakan.

Bermula dari kegelisahan warga atas hidup yang kian sulit akibat wabah yang entah sampai kapan. Lalu muncul ide sederhana, yakni membantu sesama dengan menghimpun tenaga dan sumber daya. Dari skala kecil, kampanye hidup sehat, membuat dapur umum bagi warga yang kekurangan, membeli produk tetangga dan kolega yang terkena PHK, hingga beramai-ramai ikut merakit dan menjahit alat pelindung diri (APD) ketika barang itu langka dan jadi rebutan dunia.

Ibu-ibu bergerak membuat masker kain dan APD untuk dibagikan gratis, mengingat masker langka dan harganya tak terjangkau. Ada juga yang menyediakan rumah, gedung, sampai hotel untuk menjadi rumah sakit darurat. Para seniman mengelar pertunjukkan online.

Selain membuat gembira, juga menghimpun dana. Tak disangka, dana mengalir tanpa henti dan diberikan bagi warga terdampak Covid-19. Ini hanya sebagian dari jutaan kebaikan yang lahir dari solidaritas. Pada akhirnya sejarah mencatat, bangsa ini selamat dari ujian berat bukan pemerintah saja yang harus bekerja cepat. Tapi, karena kita menyadari ada solidaritas yang menjadikan kita kuat.

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Trihusodo/Elvira Inda Sari
Editor Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer