Indonesia.go.id - Perkokoh Kemitraan Indonesia-Jepang di Tengah Pandemi

Perkokoh Kemitraan Indonesia-Jepang di Tengah Pandemi

  • Administrator
  • Selasa, 27 Oktober 2020 | 00:15 WIB
BILATERAL
  Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga (kanan) saat menerima kunjungan kenegaraan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/10/2020). Foto: ANTARA FOTO/HO/Setpres-Muchlis Jr

Di tengah dunia yang diwarnai ketidakpastian, kunjungan Perdana Menteri (PM) Jepang menunjukkan bahwa kedua negara memilih untuk bekerja sama dan saling mendukung satu sama lain.

Kedatangan PM Yoshihide Suga ke Istana Bogor pada Selasa (20/10/2020) bukan kunjungan kenegaraan biasa. Pemimpin Jepang yang baru dilantik sebagai PM itu menempatkan Indonesia sebagai negara kedua yang dikunjunginya setelah Vietnam. Berbagai spekulasi pun merebak.

Pada galibnya, PM Jepang yang baru biasanya terlebih dahulu terbang ke Washington mengunjungi sekutu utamanya, Amerika Serikat.  Berikutnya ke dua tetangga terdekat, Tiongkok dan Korea Selatan. Untuk kali ini, Yoshihide Suga melakukan pendekatan yang berbeda. Suga melakukan pertamanya ke luar negeri, ke Vietnam dan Indonesia.

Penjelasan mengapa Suga lebih memilih kunjungan ke Vietnam dan Indonesia muncul dari pernyataan Kuni Miyake, anggota penasihat PM Jepang bidang kebijakan luar negeri, yang juga pakar geopolitik Jepang serta visiting Profesor di Ritsumeikan University, Kyoto, Jepang.

Menurut Miyake, seperti dikutip dari Japantimes.co.jp, mengunjungi Washington telah menjadi salah satu prioritas utama bagi setiap perdana menteri baru di Jepang sejak 1945. “Namun, khusus pada 2020, mungkin bukan itu masalahnya,” kata Miyake.   

Di tengah siklus pemilihan Amerika dan pandemi virus corona yang tidak kunjung surut di negeri itu, pilihan terbaik bukanlah Amerika Serikat. Jepang sendiri belakangan menunjukkan sikap resminya akan selalu berupaya mempromosikan visi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Termasuk, supremasi hukum, kebebasan navigasi dan penerbangan, serta penyelesaian sengketa secara damai, dengan membangun hubungan yang stabil dengan tetangganya. Tetangga seperti itu juga secara implisit berarti Tiongkok dan kedua Korea.

Mengapa kebijakan politik luar negeri Jepang di era Suga lebih mempromosikan visi Indo-Pasifik? Tentu saja, bagi Jepang kawasan itu amat penting bagi kepentingan geostrategisnya. Indo-Pasifik itu merujuk ke kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, hingga ke wilayah Teluk, yang mencakup perairan Pasifik Barat dan Samudra India.

Bayangkan, Kawasan Indo-Pasifik merupakan rumah bagi tiga per lima populasi dunia dengan total GDP USD52 triliun. Artinya, kawasan itu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, pusat perdagangan, dan industri dunia.

Dengan mengusung kepentingan yang sangat luas seperti itu, kawasan itu diharapkan tetap terjaga stabilitasnya, terjaganya kerja sama yang inklusif, dan damai serta sejahtera bagi kawasan tersebut. Posisi Indonesia yang berada di titik temu dua samudra, dipandang memiliki peran yang strategis bagi kepentingan politik luar negeri Jepang.

Terlepas dari kepentingan politik luar negeri Jepang, Indonesia dengan kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif memiliki sejarah hubungan diplomatik yang cukup panjang, termasuk di bidang ekonomi. Dalam konteks investasi, dilansir dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal sepanjang Januari–Juni 2020 tercatat telah mencapai Rp195,6 triliun dari target 2020 sebesar Rp384,1 triliun, atau sudah mencapai 57,2 persen.

Nah, porsi investasi di periode yang sama mencapai USD1,2 miliar, Negeri Sakura itu menduduki peringkat empat terbesar negara asal investasi. Peringkat pertama diduduki Singapura (USD4,7 miliar). Kedua, Tiongkok (USD2,4 miliar), dan ketiga, Hong Kong (USD1,8 miliar).

Porsi investasi Jepang terhadap total penanaman modal asing cukup signifikan, yakni memegang porsi 8,9 persen. Dari total nilai USD1,21 miliar terkonsentrasi di 3.961 proyek dengan menyerap tenaga kerja Indonesia 33.318 orang. Investasi mereka kebanyakan bergerak di sektor listrik, gas dan air, serta infrastruktur.

Beberapa proyek infrastruktur yang dibiayai Jepang antara lain proyek Pelabuhan Patimban tahap I di Subang, Jawa Barat. Kebutuhan dana proyek itu mencapai USD674,98 juta atau setara dengan Rp9,9 triliun.

Kemudian Proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta fase II senilai Rp22,5 triliun, proyek pengembangan infrastruktur permukiman kabupaten senilai USD90 juta dan proyek revitalisasi jalur kereta api Lintas Pantura Jawa senilai Rp70 triliun.

Berkaitan dengan kunjungan PM Jepang Yoshihide Suga, Presiden Joko Widodo berpendapat kunjungan ini menunjukkan arti penting Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

 

Kemitraan Strategis

“Ini juga merefleksikan komitmen bersama untuk terus memperkokoh kemitraan strategis antara Jepang dan Indonesia. Di tengah dunia yang diwarnai ketidakpastian, kunjungan ini menunjukkan bahwa kita memilih untuk bekerja sama dan saling mendukung satu sama lain,” kata Presiden Jokowi.

Sementara itu, PM Suga yang baru dilantik pada 16 September itu mengaku sangat senang dapat mengunjungi Indonesia yang merupakan negara besar di ASEAN dalam lawatan pertama ke luar negeri sejak ia menjabat sebagai perdana menteri. Ia pun berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia.

“Jepang akan bekerja sama dan bergandengan tangan dengan Indonesia bagi perdamaian dan kesejahteraan kawasan ini, berlandaskan kemitraan strategis kedua negara, yang diperkokoh dengan kunjungan saya ke Indonesia kali ini,” kata PM Suga.

Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang yang berlangsung di Istana Kepresidenan Bogor itu juga menyapakati travel corridor arrangement bagi bisnis esensial kedua negara di tengah pandemi Covid-19.

"Saya dan Perdana Menteri Suga telah sepakat mengenai pentingnya pembentukan travel corridor arrangement bagi business essential," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers bersama PM Suga, seperti disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden.

Kedua pemimpin negara ini akan menugaskan Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menlu Jepang untuk menegosiasikan kerja sama pembentukan travel corridor secara detail. Pembahasan ini ditargetkan akan selesai dalam satu bulan.

PM Suga yang berbicara setelah Jokowi juga menegaskan kesepakatan tersebut. Ia menyebut, pembukaan perjalanan antardua negara ini juga akan berlaku untuk tenaga medis.

"Kami memastikan untuk memulai kembali perjalanan antara kedua negara bagi pebisnis, termasuk perawat dan care giver," ujar Suga.

Kebijakan travel corridor arrangement merupakan kebijakan satu negara berkaitan kesepakatan dengan negara lain untuk mengizinkan bagi warga negara kedua belah pihak tetap bisa melakukan perjalanan bisnis yang dinilai penting dan mendesak, perjalanan diplomatik, atau perjalanan bagi kepentingan pejabat kedua negara yang bersifat layanan. Namun, perjalanan itu tetap menganut prinsip protokol kesehatan yang ketat.

Sebelum dengan Jepang, Indonesia sudah memiliki kerja sama berkaitan dengan kebijakan travel corridor dengan Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Tiongkok, dan Singapura seiring dengan wabah pandemi corona.

Indonesia dan Jepang telah menunjukkan relasi kerja sama dua negara yang sudah selayaknya menjadi benchmark pergaulan di dunia internasional di tengah rivalitas yang semakin tajam antara kekuatan besar dunia.

 

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer