Ditjen Pajak menyebutkan, kini terdapat 143 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang menjadi pemungut sekaligus penyetor PPN.
Pajak kini telah menjadi instrumen yang penting bagi penerimaan negara. Bahkan, bagi pembangunan. Salah satu pengungkitnya adalah penerimaan pajak digital.
Melesatnya penerimaan pajak digital tergambarkan dari penerimaan di subsektor itu, yang mencapai Rp5,48 triliun sepanjang 2022, naik 28,84 persen dibandingkan periode yang sama sebelumnya. Tak dipungkiri, sebelumnya pemerintah sudah memprediksi perkembangan ekonomi digital (teknologi finansial) akan menjadi pengungkit penerimaan negara dari sektor pajak.
Oleh karena itu, pemerintah memberikan dukungan yang seluas-luasnya terhadap perkembangan subsektor itu. Pasalnya, seiring dengan penetrasi internet yang semakin meluas telah mendorong tumbuhnya pola bisnis berbasis ekonomi digital.
Satu data yang pernah disebut oleh Google dan Temasek menyebutkan, saat ini sebanyak 197 juta penduduk Indonesia telah melek internet. Angka itu diperkirakan akan tumbuh menjadi lebih dari 250 juta orang pada 2050.
Salah satu platform ekonomi digital, e-commerce, memberikan sumbangan 33 persen dari bisnis ekonomi digital pada 2030. Sumbangan varian bisnis ini terhadap pertumbuhan ekonomi digital diprediksi menyumbang Rp1.908 triliun, bagi peta ekonomi digital Indonesia.
Berpijak dari peta di atas, pelbagai regulasi pun telah dikeluarkan pemerintah agar bisnis masa depan ini juga jadi objek pungutan pajak. Misalnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). PMSE sendiri adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian dan prosedur elektronik.
Selanjutnya dalam Pasal 4 Ayat 1 dijelaskan PMSE dapat dilakukan oleh pelaku usaha, konsumen, pribadi, dan instansi penyelenggara negara. Pelaku usahanya pun bisa datang dari dalam negeri maupun luar negeri.
Secara mendetail, untuk pelaku usaha PMSE dalam negeri dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha. Sedangkan untuk pelaku usaha PMSE luar negeri harus memenuhi kriteria tertentu untuk dianggap memenuhi kehadiran secara fisik dan melakukan kegiatan usaha secara tetap di Indonesia.
Kriteria tersebut meliputi jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan/atau jumlah traffic atau pengakses. Pelaku usaha PMSE dapat melakukan usaha secara langsung atau melalui sarana pihak penyelenggara PMSE atau yang disebut dengan PPMSE.
Pengenaan Pajak untuk Perdagangan Melalui Sistem Elektronik diatur melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2020. Pemerintah memberlakukan empat kebijakan pajak terkait pandemi Covid-19, salah satunya berlakunya pajak untuk kegiatan perdagangan melalui sistem digital.
Disebutkan dalam Pasal 6, perlakuan perpajakan dalam kegiatan PMSE dapat berupa pengenaan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Selain PPN, pemerintah juga mengenakan Pajak Penghasilan atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.
Bahkan, entitas PMSE dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, seperti Netflix International BV, Amazon Web Service Inc, Spotify AB, Google Asia Pacific Pte Ltd, Google Ireland Ltd, dan Google LLC, telah dikenakan pungutan PPN.
Dalam siaran pers Senin (13/2/2023), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan akumulasi PPN dari 118 pelaku usaha PMSE, seperti Google hingga Amazon, telah mencapai Rp10,7 triliun pada periode 2020 hingga Januari 2023.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran pada 2020, serta Rp3,90 triliun pada 2021. “(Sementara itu) Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, dan Rp543,9 miliar setoran Januari 2023 ini,” ujarnya.
Pelaku PMSE Banyak
Neilmaldrin menjelaskan bahwa kini terdapat 143 pelaku usaha PMSE yang menjadi pemungut sekaligus penyetor PPN. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 60/ PMK.03/2022, pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.
Selain itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.
Neil menyatakan, DJP akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk atau layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia. Hal tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha, baik konvensional maupun digital.
Adapun, kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, yakni nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan, dan jumlah traffic di Indonesia melebihi 12.000 setahun atau 1.000 dalam sebulan.
Neil menambahkan, sebanyak sembilan perusahaan digital resmi menjadi pemungut baru PPN, sehingga jumlah pelaku usaha PMSE telah mencapai 143 sampai dengan akhir Januari 2023. Penerimaan pajak digital itu tercatat terus tumbuh sejak 2020. Sepanjang Januari--14 Desember 2022, perolehan PPN PMSE tercatat mencapai Rp5,06 triliun.
Jumlahnya melampaui perolehan PPN PMSE sepanjang 2021, yakni Rp3,9 triliun. “Total PPN yang disetor mencapai Rp9,66 triliun pertengahan Desember 2022,” ujarnya.
Saat itu terdapat 134 penyelenggara PMSE yang melakukan pemungutan dan penyetoran pajak digital ke kas negara sesuai dengan penunjukan Ditjen Pajak. Pada Januari--14 Desember 2022, terdapat 40 penyelenggara PMSE baru yang terdaftar, sehingga bisa memungut PPN.
Adapun, sepanjang 2021 terdapat 43 PMSE yang terdaftar untuk memungut PPN. Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan pun menyatakan bahwa akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia untuk menarik PPN PMSE.
Hadirnya Peraturan Pemerintah nomor 44/2022 tentang Penerapan terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dinilai membuka celah seluas-luasnya bagi pemerintah untuk menunjuk pelaku usaha PMSE yang selama ini belum ditugaskan untuk memungut PPN.
Pasal 5 PP nomor 44/2022 menuliskan, pihak lain yang dimaksud adalah yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi, termasuk transaksi yang dilakukan secara elektronik. Adapun, pedagang atau penyedia jasa merupakan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar daerah pabean yang melakukan transaksi dengan pembeli atau penerima jasa di dalam daerah pabean melalui sistem elektronik milik sendiri.
Berbasiskan regulasi seperti disebutkan di atas, potensi penerimaan PPN dengan menunjuk PMSE domestik atas barang kena pajak (BKP) berwujud atau jasa kena pajak (JKP) yang selama ini masih belum terpungut semakin besar. Potensi penerimaan itu di masa mendatang berpeluang naik amat pesat seiring dengan masifnya penggunaan platform elektronik dalam setiap aktivitas masyarakat.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari