Kembalinya inflasi ke kisaran sasaran tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter.
Di tengah perekonomian global belum menentu, bank sentral patut mewaspadai faktor eksternal dan internal untuk tetap menjaga stabilitas. Meskipun saat ini, tingkat inflasi cenderung melandai.
Tren di atas terjadi menyusul pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) berkaitan dengan tingkat inflasi Juni 2023. Seperti disampaikan Direktur Statistik Harga BPS Windhiarso Putranto, tren inflasi pada bulan di mana terdapat hari keagamaan Iduladha cenderung lebih rendah dibandingkan Idulfitri.
Pada momen perayaan Iduladha 2019, 2021, dan 2022, Putranto mengungkapkan, terjadi inflasi barang dan jasa secara umum. Namun pada 2020 atau masa pandemi Covid-19, yang terjadi justru deflasi.
“Pada periode Iduladha, masyarakat Indonesia cenderung tidak meningkatkan konsumsinya yang berdampak terhadap tidak terjadi dorongan potensi inflasi akibat permintaan,” ujarnya, pada Rabu (28/6/2023).
Laporan BPS menyebutkan, inflasi pada Juni 2023 terus menurun sehingga kembali ke kisaran sasaran 3+1 persen, lebih cepat dari prakiraan semula. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2023 tercatat sebesar 0,14 persen (mtm), sehingga inflasi IHK secara tahunan menjadi 3,52 persen (yoy), atau lebih rendah dari inflasi IHK bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,00 persen (yoy).
Menanggapi tren tersebut, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono berpendapat, kembalinya inflasi ke kisaran sasaran itu tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter. Selain itu juga, menurut Erwin, adanya sinergi yang erat dalam pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Ke depan, Bank Indonesia meyakini, inflasi tetap terkendali di dalam sasaran 3,0±1 persen pada sisa 2023. Inflasi IHK pada Juni 2023 terutama dipengaruhi oleh inflasi inti. Harus diakui, inflasi inti tercatat sebesar 0,12 persen (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,06 persen (mtm).
Perkembangan inflasi inti sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat seiring penambahan hari cuti bersama. Nah, terkendalinya tingkat infasi inti dan umum yang terjaga di bawah 3 persen dan 4 persen, memungkinkan bagi Bank Indonesia memiliki ruang untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Di mana hal tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan arah kebijakan the Fed, yang berpotensi kembali menaikkan suku bunga sekitar 25-50 basis poin ke depan.
Dalam konteks internal, Bank Indonesia pun harus mewaspadai perkembangan inflasi sebagai dampak El Nino, yang berpotensi meningkatkan inflasi pangan atau harga bergejolak akibat terjadinya kekeringan. Ujungnya mempengaruhi produktivitas tanaman pangan.
Untuk tetap menjaga stabilitas moneter, diyakini perkiraan bahwa Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat 5,75 persen hingga akhir 2023, sejalan dengan tren inflasi yang semakin melandai. Harapannya, tingkat dan laju inflasi di Indonesia tetap terkendali.
Sejumlah faktor sendiri dinilai menjadi pendorong berlanjutnya penurunan laju inflasi nasional. Dan tentunya, pemerintah berkepentingan untuk tetap menjaga terkendalinya inflasi, minimal hingga akhir tahun.
Itulah, resep yang bisa dilakukan pemerintah adalah menjaga agar harga pangan dan stoknya tetap terkendali. Harapannya, semua pemangku kepentingan negara ini juga harus bisa mengantisipasi dan memitigasi dampak badai El Nino mendatang. Pasalnya, El Nino siap mengancam dan berpotensi pada terjadinya inflasi bahan pangan.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari