Harmonisasi standar protokol kesehatan global diperlukan untuk mendukung kemudahan perjalanan internasional yang lebih aman dan tertib.
Negara-negara anggota G20 merespons positif dan mendukung inisiasi Indonesia dalam 1st Health Working Group (HWG) G20 untuk melakukan penyelarasan standar protokol kesehatan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), selaku pengampu HWG G20, memimpin proses diskusi harmonisasi standar protokol kesehatan global untuk mendukung kemudahan perjalanan internasional yang lebih aman dan tertib.
"Juga penyetaraan sertifikat digital vaksin Covid-19 yang diakui oleh seluruh negara di dunia. Secara umum seluruh negara anggota G20 mendukung isu harmonisasi standar protokol kesehatan global," kata Chair HWG G20 Maxi Rein Rondonuwu, dalam pertemuan perdana HWG G20 di Yogyakarta, Selasa (29/3/2022).
Pada 2021, para pemimpin negara G20 telah mengadopsi pedoman protokol kesehatan, seperti sertifikat vaksinasi dan sistem informasi kesehatan digital. Namun, situasi pandemi yang terus berubah-ubah telah berdampak pada ketidakseragaman aturan protokol kesehatan.
Setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda, tergantung pada situasi dan kondisi di wilayahnya. Perbedaan standar dan keterbatasan sistem rekognisi dokumen tes swab dan sertifikat vaksin telah menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian pada proses perjalanan internasional yang berdampak pada peningkatan pembiayaan.
Melalui inisiasi standardisasi protokol kesehatan global dalam 1st HWG G20 ini diharapkan bisa menjadi momentum bagi penataan ulang protokol kesehatan global yang seragam guna memudahkan para pelaku perjalanan antarnegara.
Pada kesempatan yang sama, Kemenkes juga menginisiasi penyetaraan sertifikat vaksin digital Covid-19 melalui universal verifier. Universal verifier merupakan satu portal khusus yang dibuat oleh Kemenkes yang mampu membaca data sertifikat vaksin negara lain.
Universal verifier ini dibuat sesuai standar World Health Organizations (WHO) sehingga masing-masing negara tidak perlu mengganti sistem dan QR Code yang saat ini digunakan. Sistem ini juga dibuat secara web-based sehingga dapat digunakan di semua perangkat.
Sistem ini telah digunakan di kawasan ASEAN dan telah diujicobakan ke-20 negara anggota G20. Total 19 negara telah setuju dan tergabung dalam portal universal verifier, sementara satu negara lagi masih menunggu proses teknikal.
“Sebelum acara G20, portal verifikasi kita sudah buat dan sudah dipakai di kawasan ASEAN. Keberhasilan implementasi ini selanjutnya kita ujicobakan di negara-negara G20,” kata Maxi, yang juga Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes.
Penerapan penyelarasan protokol kesehatan akan dimulai dari negara anggota G20 dan secara bertahap akan diperluas ke negara lainnya. Kendati standardisasi prokes berlaku universal, setiap negara tetap diberikan fleksibilitas dalam menetapkan persyaratan (requirement).
Negara diberikan kebebasan menerapkan aturan prokes di negaranya, dengan catatan prosedurnya harus jelas. Maxi mengungkapkan secara keseluruhan pertemuan 1st HWG G20 berjalan dengan lancar.
“Meski begitu, masih ada beberapa hal menjadi perhatian bersama para pemimpin G20, di antaranya, kepastian keamanan dan privasi data vaksinasi antarnegara, kemampuan infrastruktur teknologi di negara low-middle, serta pengakuan terhadap aplikasi kesehatan digital,” kata Maxi.
Beberapa kesepakatan yang telah dicapai dalam 1st HWG G20 rencananya akan dibahas lebih dalam pada Technical Working Group G20 April mendatang. Rangkaian pertemuan 1st Health Working Group G20 di Yogyakarta telah berakhir pada Selasa (29/3/2022).
Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, selama dua tahun pandemi Covid-19, dunia memberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat baik antarwilayah maupun antarnegara untuk mengantisipasi penyebarluasan penularan Covid-19.
Tentu saja hal ini berdampak luas tidak hanya pada sektor kesehatan melainkan juga sektor ekonomi dan pariwisata. Menurut data, pariwisata global di tahun 2020 menurun sekitar 73 persen dan pada 2021 menurun 72 persen dibandingkan dengan 2019.
Penurunan ini selain disebabkan oleh pembatasan pelaku perjalanan juga diakibatkan oleh ketidakpastian mengenai aturan protokol kesehatan. Dinamisnya situasi pandemi global, telah mendorong berbagai otoritas kesehatan di setiap negara menerapkan protokol kesehatan yang terus berubah dan berbeda satu sama lain, hal itu meningkatkan biaya, menambah kerumitan, dan menyebabkan ketidaknyamanan.
Oleh karena itu, dibutuhkan penyetaraan standar protokol kesehatan global memudahkan perjalanan antarnegara di masa pandemi Covid-19. Kemudahan ini mencakup pemenuhan persyaratan dan hasil pengujian tes PCR, sertifikat vaksinasi serta pengakuan terhadap aplikasi digital kesehatan masing-masing negara.
Sejauh ini, Kemenkes telah melakukan diskusi bilateral dengan berbagai negara yang memiliki aplikasi digital kesehatan, yakni Saudi Arabia, ASEAN dan European Union (EU). Dari diskusi tersebut disepakati bahwa metode yang akan digunakan untuk penerapan protokol kesehatan adalah QR Code yang sesuai dengan standar WHO.
Penggunaan QR Code ini dinilai bisa menyimpan informasi dengan aman dan respons yang lebih cepat. “Kita ingin mendorong bahwa standardisasi protokol kesehatan global itu sederhana, simpel dan standarnya sama di seluruh dunia. Dengan adanya teknologi digital yang baru, kita benar-benar ingin memanfaatkan teknologi yang ada,” kata Menteri Kesehatan.
Pada tahap pertama, kebijakan ini akan diberlakukan bagi negara anggota G20. Selanjutnya secara bertahap diimplementasikan ke negara lainnya. Lewat penyelarasan ini, mempermudah perjalanan antarnegara saat pandemi maupun pascapandemi semakin Covid-19.
“G20 adalah 20 negara yang ekonominya paling besar dan dampaknya juga paling besar, kira-kira pergerakan masyarakatnya juga paling besar.
Dengan kita mulai dari G20, nanti akan memudahkan adopsi protokol kesehatan ini ke negara lainnya,” tutur Menteri Budi Gunadi Sadikin.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari