Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan program pengembangan food estate sebagai daerah yang diharapkan menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa.
Food estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan. Lokasi lumbung pangan baru ini direncanakan berada di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Food Estate ini akan menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menuturkan, terdapat lahan potensial seluas 165.000 hektare yang merupakan kawasan aluvial, bukan gambut, pada lahan eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalteng.
“Lahan ini akan mulai kita kerjakan pada 2020 ini sampai 2022. Targetnya pada 2022 lahan seluas 165.000 hektare sudah bisa dioptimalkan produksinya. Ini adalah program prioritas kedua setelah pengembangan lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado-Likupang,” kata Menteri PUPR dalam acara halalbihalal bersama Asosiasi Profesi Keairan yang dilakukan melalui video conference, pada Selasa (9/6/2020).
Dikatakan Menteri PUPR, pengembangan program food estate ini akan dilakukan bersama Kementerian BUMN melalui skema investasi. Kementerian PUPR mengembangkan sarana dan prasarana dasar seperti perbaikan saluran-saluran irigasi di sekitar kawasan tersebut baik jaringan irigasi sekunder maupun primer.
Sementara itu, Kementerian BUMN bersama Kementerian Pertanian akan melakukan pengembangan teknologi olah tanamnya sehingga bisa menghasilkan produksi yang lebih baik. Diharapkan dari satu hektare lahan tersebut akan meningkatkan produktivitas padi sebesar dua ton.
Dari 165.000 hektare lahan tersebut seluas 85.500 hektare merupakan lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahunnya. Sementara 79.500 hektare sisanya sudah berupa semak belukar sehingga perlu dilakukan pembersihan (land clearing) saja, tanpa perlu dilakukan cetak sawah kembali.
Dari 85.500 hektare lahan fungsional, sekitar 28.300 hektare yang kondisi irigasinya baik. Sedangkan 57.200 hektare lahan lainnya diperlukan rehabilitasi jaringan irigasi dalam rangka program food estate dengan total kebutuhan anggaran Rp1,05 triliun.
“Setiap tahun kita tangani rehab irigasi di kawasan eks-PLG ini,” tambah Menteri Basuki. Rehabilitasi ini dikerjakan secara bertahap mulai dari 2020-2022 dengan rincian 2020 seluas 1.210 hektare, pada 2021 seluas 33.335 hektare, dan tahun 2022 seluas 22.655 senilai Rp497,2 miliar.
Kegiatan rehabilitasi irigasi pada tahun anggaran 2020 meliputi empat kegiatan fisik. Yakni, rehabilitasi seluas 1.210 hektare dengan anggaran Rp26 miliar dan dua kegiatan perencanaan seluas 164.595 hektare dengan anggaran Rp47 miliar. Kegiatan fisik meliputi peninggian tanggul, pembuatan pintu air, dan pengerukan saluran di Daerah Irigasi (DI) Rawa Tahai seluas 215 hektare senilai Rp9,8 miliar yang kontaknya telah dimulai pada 28 Mei 2020. DI Tambak Sei Teras seluas 195 hektare senilai Rp4,1 miliar dengan progres 29,1%. DI Tambak Bahaur seluas 240 hektare senilai Rp3,9 miliar dengan progres 27,2% dan DI Rawa Belanti seluas 560 hektare senilai Rp8,2 miliar.
Selain melakukan rehabilitasi irigasi, saat ini Kementerian PUPR juga tengah melakukan rehabilitasi kantor eks-PLG Kalteng yang akan digunakan sebagai kantor food estate dengan progres sebesar 56% dan rehabilitasi dermaga dengan progres sebesar 20%.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Basuki meminta dukungan dan masukan dari para anggota Asosiasi Profesi Keairan untuk tetap dapat membangun pengairan ke depan lebih baik. Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyelesaikan pembangunan Jembatan Tumbang Samba yang menghubungkan Desa Telok dan Desa Samba Danum, di Kecamatan Katingan Tengah, Provinsi Kalimantan Tengah.
Jembatan Tumbang Samba ini selain bertujuan untuk membuka kawasan terisolasi di Utara Katingan dan melengkapi struktur jaringan jalan nasional dari Kalimantan Tengah menuju Kalimantan Barat dan sebaliknya, juga akan mendukung peningkatan konektivitas menuju lokasi rencana pengembangan food estate.
Jembatan Tumbang Samba dibangun mulai 2017 dan menjadi yang pertama di Indonesia menggunakan tipe jembatan Pelengkung Baja Modified Network Tied Arch Bridge. Dengan bentang 108 meter, lebar jembatan 11,8 meter dan tinggi 23,7 meter, secara keseluruhan Jembatan Tumbang Samba memiliki bobot struktur utama hanya sekitar 450 ton. Jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Jembatan Holtekamp Jayapura yang memiliki berat 2.000 ton dengan konfigurasi bentang 112 meter, lebar 26 meter dan tinggi 20 meter.
Jembatan dengan total panjang 843,2 meter tersebut akan menjadi yang terpanjang di Provinsi berjuluk “Bumi Tambun Bungai” dan dilengkapi dengan jembatan penghubung dan jalan pendekat pada kedua sisi. Jembatan itu nantinya bakal dimanfaatkan oleh lalu lintas kendaraan dari berbagai daerah, sehingga masyarakat tidak perlu lagi menggunakan jasa kapal fery menyeberangi Sungai Katingan untuk mengangkut kendaraannya.
Dengan adanya food estate akan memberikan banyak manfaat secara langsung atau tidak langsung. Antara lain dapat meningkatkan nilai tambah produksi sektor pertanian lokal, meningkatkan penyerapan tenaga kerja pertanian hingga 34.4%, harga pangan lebih murah dengan produksi yang melimpah, dan terbukanya potensi ekspor pangan ke negara lain.
Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini