Indonesia.go.id - Langkah Luar Biasa di Tengah Bencana

Langkah Luar Biasa di Tengah Bencana

  • Administrator
  • Selasa, 12 Mei 2020 | 04:24 WIB
KEUANGAN NEGARA
  Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan kesuksesan melakukan transaksi penjualan tiga seri surat utang negara yang dilakukan sebelumnya. Foto: ANTARA FOTO.

Indonesia sukses menjual global bond  USD4,3 miliar. Ini penerbitan terbesar di tengah sejarah penerbitan USD bonds oleh pemerintah RI. Perlu ada relaksasi defisit anggaran.

Belanja pemerintah tak bisa ditunda-tunda dalam situasi bencana nasional pandemi Covid-19 ini. Toh, sejauh ini semua bisa berjalan sesuai rencana. Pemerintah tak harus kalang kabut mencari tambahan pemasukan untuk mengisi kantong anggaran yang terus mengucur deras, untuk aksi penanggulangan pandemi Covid-19. Keberhasilan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam transaksi penjualan surat utang negara tentu memberikan kontribusi penting.

Dalam media briefing  melalui video conference 7 April lalu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berhasil melakukan penjualan tiga seri Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi USD  (USD Bonds). Total nominalnya USD4,3 miliar, terdiri dari masing-masing USD1,65 miliar untuk tenor 10,5 tahun, USD1,65 miliar untuk tenor 30,5 tahun, dan USD1 miliar untuk tenor 50 tahun.

Dalam penjelasannya, Menkeu mengatakan, penerbitan USD Bonds ini untuk memenuhi pembiayaan APBN secara umum. Termasuk  upaya penanganan dan pemulihan dari Covid-19. Pembiayaan APBN lewat mekanisme pasar merupakan upaya pemerintah untuk tetap menjalankan kebijakan fiskal yang kredibel, disiplin, sustainable, dan independen di tengah situasi perekonomian global yang volatile. Tak menentu. 

Di sisi lain, hal itu juga menggambarkan kebijakan fiskal yang responsif mendukung tiga program prioritas pemerintah terkait soal Covid-19. Yakni, penanganan kesehatan, penyediaan jaring pengaman sosial, serta dukungan terhadap dunia usaha terutama UMKM.

Keberhasilan penerbitan global bond dalam kondisi pasar keuangan dan perekonomian global volatile  ini menunjukkan besarnya kepercayaan investor terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola keuangan negara secara prudent. Dengan nilai USD4,3 miliar atau yang terbesar sepanjang penerbitan USD Bonds, transaksi ini juga memperlihatkan kemampuan pemerintah untuk memanfaatkan window penerbitan dengan baik.

"Kita memanfaatkan 50 tahun dari preferensi tenor bond jangka panjang yang cukup kuat, sehingga kita bisa mendapatkan yield cukup baik," ujar Sri Mulyani. Yield adalah tingkat pengembalian investasi bagi seorang investor yang dinyatakan dalam persentase. Yield mengukur tingkat pengembalian pada suatu instrumen keuangan.

Ketiga seri SUN yang diterbitkan diperkirakan akan memperoleh peringkat Baa2 dari Moody’s, BBB dari Standard & Poor’s, dan BBB dari Fitch, dan akan dicatatkan di Singapore Stock Exchange dan Frankfurt Stock Exchange. Pada transaksi USD Bonds kali ini, yield yang dicapai untuk tenor 10,5 tahun, 30,5 tahun, dan 50 tahun, masing-masing 3,900%, 4,250%, dan 4,500%. Peringkat ini juga menunjukkan kepercayaan rating agency atas prospek ekonomi dan kemampuan pemerintah mengelola keuangan negara.

Mengacu pada definisi rating Moody, peringkat Baa2 artinya surat berharga Pemerintah Indonesia masuk kategori moderate credit risk dan medium grade. Adapun, stable outlook menunjukkan posisi rating yang akan stabil dalam beberapa waktu ke depan, serta menunjukkan risiko yang berimbang.  Peringkat BBB adalah salah satu dari 10 level peringkat yang layak investasi, dengan posisi terbaik ada   di peringkat AAA yang mencerminkan kualitas kredit yang paling maksimal dan level terendah di kelas itu adalah BBB-. Sementara Moody, Fitch, dan Standard & Poor’s adalah lembaga pemeringkat global yang memberikan tingkat kelayakan investasi.

"Pemanfaatan dari penerbitan SUN ini  sangat positif di tengah turbulensi pasar keuangan global. Ini penerbitan terbesar di tengah sejarah penerbitan USD Bonds oleh Pemerintah RI dan negara pertama di Asia yang menerbitkan sovereign bonds sejak pandemi Covid-19 terjadi," jelas Sri Mulyani.

Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dalam valuta asing juga diharapkan dapat memperkuat cadangan devisa Indonesia dan mendukung Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Penerbitan global bond kali ini dilakukan secara elektronik tanpa ada pertemuan fisik, termasuk road show dengan para calon investor.

 

Extraordinary Policy

Pandemi Covid-19  telah mendatangkan badan bencana nasional. Situasi ini membutuhkan kebijakan pemerintah yang luar biasa, karena sangat berdampak pada postur APBN 2020. APBN 2020 mengalami tekanan dari sisi penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan bea cukai. Pada saat bersamaan, belanja negara harus naik untuk kesehatan, bansos, dan membantu pelaku usaha agar tidak melakukan PHK besar-besaran. Hal ini menyebabkan defisit melebar hingga 5%.

Pemerintah memperkirakan pendapatan negara menurun 10%. Belanja naik untuk mendukung sektor kesehatan Rp75 triliun, safety social net Rp110 triliun. Belanja tinggi untuk perlindungan masyarakat. Perkiraan defisit dari tadinya 1,76% dari PDB atau Rp307,2 triliun menjadi 5,07% atau Rp853 triliun. ‘’Namun dalam realisasinya kami upayakan di bawah 5%," Menkeu menambahkan.

Dalam membiayai APBN, Pemerintah mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan nonutang dan utang. Sumber pembiayaan nonutang, antara lain, melalui pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL), pos dana abadi pemerintah, dan dana yang bersumber dari badan layanan umum (BLU).

Menteri Keuangan mengatakan bahwa pemerintah akan menggunakan sumber pembiayaan yang paling aman dan biayanya paling kecil, sebelum mengambil instrumen lain yang membawa risiko dan biaya yang lebih tinggi. Dalam hal ini, SAL untuk menjaga cashflow. Tentu, ini akan mengurangi pembiayaan yang berasal dari market. Cash yang sudah ada di tangan pemerintah.

“Sumber kedua, dana abadi pemerintah dan Rucika,” kata Menkeu. Yang ketiga adalah dari BLU yang pada dasarnya adalah agency pemerintah. ‘’Ini adalah tiga sumber yang tidak melalui market atau pembiayaan dari dalam masing-masing agency pemerintah yang memiliki sumber dana," jelas Menkeu.

Terkait pembiayaan utang, pemerintah mengutamakan penerbitan SBN melalui mekanisme pasar, baik di pasar domestik (termasuk penerbitan SBN ritel), maupun global (penerbitan SBN valas). Saat ini untuk SBN valas yang tersedia adalah Global Sukuk (dalam USD), Global Bonds, baik konvensional (dalam USD) dan Euro Bond (dalam Euro dan USD), serta Samurai Bonds (dalam Yen). "Fleksibilitas memunculkan opportunity baik dari sisi timing dan size penerbitan sesuai kondisi pasar keuangan. Semua diterbitkan dengan prinsip kehati-hatian (prudent) dengan memperhatikan risiko dan biayanya yang terkecil," ungkapnya.

Pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN juga akan didukung oleh Bank Indonesia/BUMN sebagai sumber pembiayaan yang bersifat last resort/back stop. Sejak Januari hingga akhir April, pemerintah telah menerbitkan SBN dengan nilai sekitar Rp376 triliun. Untuk delapan bulan terakhir, Kementerian Keuangan akan menerbitkan SBN dengan kisaran Rp35 triliun sampai Rp45 triliun per minggu.

 

Pembiayaan Utang

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Riko Amir menjelaskan, total kebutuhan pembiayaan untuk  tahun ini sebesar Rp1.439,8 triliun. Rinciannya, dari utang neto Rp1.006,4 triliun, yang berasal dari pembiayaan defisit Rp852,9 triliun dan pembiayaan investasi Rp153,5 triliun.

“Di samping itu, utang jatuh tempo Rp433,4 triliun sehingga untuk 2020 pembiayaan utang bruto kita Rp1.439,8 triliun. Ini yang harus diselesaikan dalam rangka membiayai defisit, investasi, dan utang jatuh tempo,” jelasnya.

Dari total pembiayaan Rp1.439,8 triliun itu, sebesar Rp856,8 triliun akan dipenuhi melalui penerbitan SBN yakni Rp812,9 triliun total pembiayaan SBN dan ditambah dengan SPN/S jatuh tempo 2020  Rp43,9 triliun. Sedangkan sisa dari Rp856,8 triliun dipenuhi melalui penarikan pinjaman Rp150 triliun, realisasi penarikan SBN hingga Maret 2020 Rp221,4 triliun, program PEN Rp150 triliun, dan penurunan GWM perbankan oleh BI Rp105 triliun.

Untuk penerbitan SBN kuartal II-2020 sampai kuartal IV-2020 yang mencapai Rp856,8 triliun itu akan dipenuhi melalui lelang di pasar domestik, penerbitan SBN ritel, private placement, dan penerbitan SBN valas. Periode kuartal II-2020 hingga kuartal IV-2020 rata-rata lelang SBN per dua minggu akan mencapai Rp35 triliun sampai Rp45 triliun.

Dampak  pandemi Covid-19  begitu kompleks mulai dari kesehatan sampai dengan gangguan ekonomi, yang mendorong pemerintah untuk memberikan intervensi dan stimulus baik di sektor kesehatan maupun ekonomi sehingga memerlukan relaksasi defisit anggaran di atas 3 persen terhadap PDB. Selanjutnya, rasio posisi utang pemerintah terhadap PDB sampai dengan Maret 2020 sebesar 32,12 persen, meskipun meningkat tetap berada di bawah batas aman 60 persen.

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer