Indonesia.go.id - Menjaga APBN Tetap Sehat

Menjaga APBN Tetap Sehat

  • Administrator
  • Jumat, 1 April 2022 | 11:00 WIB
APBN
  Warga mengantre untuk mendapatkan vaksinasi dosis ketiga COVID-19 atau booster di Mall Botania Dua, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (24/3/2022). ANTARA FOTO/ Teguh Prihatna
APBN masih perlu mengantisipasti perkembangan global yang dinamis, perjalanan masih cukup panjang.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai telah menjadi andalan di tengah ancaman. Pasalnya, APBN telah bekerja keras dalam menghadapi pandemi dengan melakukan berbagai langkah luar biasa untuk tetap terjaganya pemulihan ekonomi.

Saat ini, risiko yang tengah diwaspadai oleh Indonesia bukan lagi soal Covid-19, terutama varian Omicron, meski tak dipungkiri pandemi masih berlangsung. Sebab, wabah boleh dikata sudah mampu dikendalikan seiring dengan terus naiknya jumlah masyarakat yang menerima vaksinasi, sehingga bisa menjadi instrumen pengendalian pandemi.

Kasus harian domestik pun terus menurun. Tak pelak, vaksinasi memang menjadi instrumen utama pengendalian pandemi dan akan terus diakselerasi untuk melindungi masyarakat. Hingga 27 Maret 2022, total vaksin dosis 1 masyarakat telah mencapai 72,50 persen total populasi domestik. Berikutnya, masyarakat yang menerima vaksin dosis 2 mencapai 58,42 persen, dan vaksin booster mencapai 7,39 persen total populasi domestik.

Kendati ancaman dari sisi domestik terkendali, APBN tak lepas dari risiko akibat persoalan eksternal. Gejolak geopolitik yang terjadi di Eropa, yakni antara Ukraina vs Rusia, telah memberikan dampak kepada harga komoditas di pasar global yang turut membebani inflasi di berbagai negara di dunia, termasuk negara berkembang. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, APBN sebagai instrumen harus kembali dijaga kesehatannya. "APBN menjadi instrumen yang mengalami tekanan dari berbagai hal tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KITa, Senin (28/3/2022).

Berbagai gejolak, imbuh Menkeu Sri, akan terus terjadi dan APBN selalu menjadi instrumen utama yang diandalkan. Oleh karena itu, Menkeu Sri mengatakan, APBN, ekonomi, dan masyarakat perlu dijaga. Tiga tugas yang sangat kompleks tersebut, kata Menkeu Sri, harus dilakukan pada sepanjang 2022.

“Ini mendorong inflasi di negara maju terutama di Eropa dan Amerika Serikat yang mengalami kenaikan harga sangat tinggi sehingga kemudian menimbulkan respons kebijakan pengetatan yang cukup drastis," katanya.

Dari situasi tekanan internal dan eksternal, Menkeu Sri menegaskan, bangsa ini patut bersyukur. Intrumen APBN yang dikelola mampu menjalankan tugas menjaga pemulihan ekonomi, menjaga kesehatan masyarakat, menyelamatkan daya beli masyarakat. Selain tentunya, APBN sendiri juga dijaga agar tetap sehat.

Bagaimana performa APBN hingga akhir Februari? Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, APBN hingga akhir Februari 2022 berbalik surplus senilai Rp19,7 triliun, dibandingkan periode sama 2021 yang defisit Rp63,3 triliun atau 0,37 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Surplus APBN Februari itu setara 0,11 persen PDB. “Jadi, jika dibandingkan dengan tahun lalu yang defisit, ini pembalikan yang luar biasa," ujarnya.

Namun, Menkeu Sri menuturkan, surplus APBN Februari 2022 melambat dari Januari sebesar Rp28,9 triliun. Kinerja APBN Februari didukung oleh pertumbuhan penerimaan.

Meski demikian, hasil ini belum menggambarkan keseluruhan cerita 2022. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk terus mendorong penerimaan dan mengoptimalkan belanja negara.

“Perjalanan masih cukup panjang dan masih cukup dinamis, yang harus kita antisipasi,” kata dia.

Sri Mulyani mengatakan, surplus APBN tersebut terjadi karena pendapatan negara mencapai Rp302,4 triliun, sedangkan belanja negara Rp282,7 triliun per Februari 2022.

Pada periode ini, pendapatan negara tumbuh 37,7 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp219 triliun. Pendapatan negara hingga Februari 2022, tambahnya, ditopang penerimaan perpajakan yang mencapai Rp256,2 triliun atau tumbuh 40,9 persen.

Jumlah itu terdiri atas penerimaan pajak Rp199,4 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp56,7 triliun. Adapun dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), realisasinya mencapai Rp46,2 triliun atau naik 22,5 persen (yoy).

"Kalau kita lihat, pendapatan negara tinggi. Ini menggambarkan pemulihan ekonomi cukup kuat. Selain itu, harga komoditas yang melonjak memberikan kontribusi ke pendapatan negara,” tuturnya.

Sri Mulyani mengakui, belanja negara hingga Februari 2022 belum optimal, karena realisasinya baru Rp282,7 triliun setara dengan 10,4 persen dari pagu Rp2.714,1 triliun. Jumlah itu turun 0,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 282,9 triliun.

Di sisi lain, Menkeu menyebutkan, realisasi anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) mencapai Rp22,6 triliun per 25 Maret 2022 atau lima persen dari pagu tahun ini Rp455,62 triliun. “Ini harus dipacu, karena kita sudah masuk bulan ketiga,” kata dia.

Program PC-PEN yang memiliki anggaran Rp455,62 triliun bertujuan mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan perlindungan kepada masyarakat terdampak serta pemulihan perekonomian dengan memperluas penciptaan lapangan kerja.

Kinerja APBN selama Februari yang memberikan rasa optimisme perekonomian ke depan, terutama pada kuartal I-2022. Disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu di kesempatan yang sama, Kemenkeu optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2022 bisa berkisar lima persen.

Pemulihan yang makin kuat ini tecermin dari sejumlah indikator yang secara konsisten menunjukkan adanya pemulihan daya beli masyarakat. Keyakinan konsumen masih berada di level optimis serta indeks penjualan retail untuk Februari yang tumbuh 14,5 persen.

"Kita optimis meskipun tahun 2022 kita diawali Omicron pada Januari dan Februari, sekarang kita lihat sangat baik perkembangannya, kita masih melihat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2022 masih cukup kuat di sekitar lima persen," ujarnya.

Dari sisi investasi, konsumsi semen pada Februari tumbuh 2,7 persen secara tahunan, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 10,1 persen. Selain itu, penjualan mobil niaga juga tumbuh 31,5 persen pada bulan lalu. Pertumbuhan penjualan alat berat juga melonjak 146,5 persen untuk periode Januari. 

Peningkatan pada penjualan alat berat ini disertai impor barang modal yang tumbuh dua digit sehingga memberi sinyal menguatnya PMTB (investasi) di sektor mesin dan peralatan lainnya.

Begitu juga konsumsi listrik untuk industri juga tumbuh 14,1 persen. Febrio mengatakan, pemulihan dari berbagai sektor usaha juga semakin terlihat.

Optimisme ini tecermin dari setoran pajak dari sejumlah sektor seperti perdagangan dan manufaktur yang juga tumbuh. Setoran pajak dari industri pengolahan tumbuh 37,3 persen secara tahunan pada dua bulan pertama tahun ini, jauh di atas pertumbuhan periode yang sama 2021 dengan pertumbuhan 3,3 persen.

Setoran dari sektor perdagangan yang tumbuh 50,1 persen juga jauh di atas realisasi 2021 yang terkontraksi 5,1 persen. Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mewanti-wanti ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada periode April--Juni. 

"Pada kuartal kedua mungkin kita harus betul-betul melihat momentumnya, guncangan harga komoditas sangat tinggi," ujarnya dalam acara yang sama. 

Meski demikian, dia berharap adanya momentum Ramadan dan Idulfitri bisa mengimbangi risiko tersebut. Mobilitas yang semakin longgar menuju Ramadan dan Idulfitri diharap bisa mendongkrak konsumsi masyarakat.

Namun Sri Mulyani juga mengingatkan agar risiko lonjakan kasus Covid-19 harus tetap dijaga supaya kegiatan perekonomian tetap meningkat. “Kondisi sekarang ini sudah mulai menunjukkan suatu kondisi yang relatif tetap terkendali baik. Kita berharap dalam bulan ke depan masuk Ramadan, dan juga akan adanya Idulfitri, kita berharap kondisi Covid kini masih akan tetap terjaga dan terkendali dengan baik,” ujarnya.

Tentunya, bangsa ini patut bersyukur karena pemulihan ekonomi di tahun 2022 terus berlanjut makin kuat seiring dengan terus terkendalinya pandemi Covid-19. 

Meskipun demikian, pemerintah tetap harus mewaspadai risiko ancaman pemulihan ekonomi yang kini bergeser pada eskalasi geopolitik Rusia-Ukraina dan dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat.

Apalagi, peran APBN yang menjadi shock absorber atas berbagai gejolak dan tekanan global. Ke depan harus terus diseimbangkan tiga tujuan yang semuanya sama penting, yaitu: a) menjaga kesehatan dan keselamatan rakyat; b) menjaga kesehatan dan pemulihan ekonomi; dan c) mengembalikan kesehatan APBN.

“Pondasi APBN harus terus dibangun dan dijaga secara kuat disiplin dan hati-hati karena APBN menjadi instrumen yang selalu diandalkan baik dalam menghadapi seperti kesehatan, maupun syok dari sisi ekonomi baik dari sisi komoditas maupun sektor keuangan,” pungkas Menkeu.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari