Indonesia.go.id - Mobilitas Sapi dan Kerbau Dibatasi

Mobilitas Sapi dan Kerbau Dibatasi

  • Administrator
  • Kamis, 30 Juni 2022 | 06:00 WIB
PENYAKIT MULUT DAN KUKU
  Dokter hewan dari Dinas Peternakan Kabupaten Bangkalan menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) kepada hewan ternak sapi di Desa Dakiring, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Antara Foto/ Patrick Cahyo L
Satgas Penyakit mulut dan kuku (PMK) akan memberlakukan karantina wilayah untuk sapi. Mobilitas sapi di zona merah dibatasi. Korban serangan PMK mencapai lebih dari 260 ribu ekor. Angka kematian 0,57 persen.

Penyakit mulut dan kuku (PMK) sudah menyebar ke-19 provinsi dan menyusup ke 216 kabupaten kota. Korbannya ialah ternak ruminansia, utamanya sapi, dan sebagian kecil kerbau dan kambing. Per Sabtu, 25 Juni 2022, penyakit ini telah menjangkit 262.489 ekor ternak, dan 1.501 ekor (0,57 persen) di antaranya mati akibat serangan virus patogenik dari marga Aphthovirus itu. Sekitar 95 persen hewan yang terpapar adalah sapi. Kerbau hampir 4 persen, selebihnya kambing dan babi.

Wabah PMK ini kembali masuk istana. Dalam rapat terbatas kabinet yang digelar di Istana Bogor, Kamis (23/6/2022), Presiden Joko Widodo kembali menginstruksikan agar penanganan PMK itu dilakukan seperti dalam pengendalian Covid-19. Ada pembatasan mobilitas ternak yang tertular atau suspek, demi menekan penularan. Vaksinasi juga akan dilakukan.

Untuk penanganan epidemi ini, Presiden Jokowi telah pula membentuk satgas yang diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Suharyanto. Satgas ini nantinya akan mengkoordinasikan beberapa pejabat eselon I dari Kementerian Pertanian (Dirjen Perternakan), Kementerian Dalam Negeri, Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta dari TNI-Polri.

Pembiayaan satgas akan dialokasikan dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang menjabat sebagai Ketua KPC-PEN, telah ditunjuk pula sebagai penyelia Satgas PMK tersebut.

Dalam keterangan pers seusai rapat terbatas itu, Menko Airlangga Hartarto menyatakan, pemetaan wabah telah dilakukan. Penyakit PMK ini telah menyusup ke-1.765 wilayah kecamatan, 38 persen, dari 4.614 kecamatan yang ada di Indonesia. Pembatasan mobilitas (karantina) akan dilakukan dengan basis wilayah mikrokecamatan. Penanganan wabah ini akan seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

‘’Seperti pada penanganan Covid-19 dengan PPKM. Jadi, akan ada larangan hewan hidup dalam hal ini sapi untuk bergerak pada daerah level kecamatan yang terdampak penyakit mulut dan kuku, atau kita sebut dengan daerah merah,” ujar Menko Airlangga. Artinya, ternak hidup tidak boleh keluar dari zona merah. Namun, daging ternak bisa keluar wilayah dengan persyaratan yang akan dikeluarkan lewat Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmedagri).

Vaksinasi untuk ternak ruminansia juga akan dijalankan. ‘’Untuk pengadaan vaksin, yang tahun ini diperlukan sekitar 28 atau 29 juta dosis, seluruhnya akan dibiayai dengan dana KPC-PEN,” ungkap Airlangga. Jumlah itu disesuaikan dengan populasi sapi di Indonesia yang sekitar 18 juta ekor, dan selebihnya kerbau, kambing, kuda, dan babi.

Menko Airlangga menjelaskan pula, Presiden Jokowi sempat memberikan arahan untuk penyiapan obat-obatan, vaksinator, dan “protokol” keluar masuk ke peternakan untuk pencegahan penularan. Penyakit ini mudah menular, melalui paparan langsung kotoran, urine, percikan lendir dari hidung dan mulut hewan yang telah terinfeksi.

Pendek kata, semua benda yang melakukan kontak langsung ke ternak yang terinfeksi berpotensi menjadi agen penularan, termasuk manusia. Semua tergolong biohazard. Maka, para pekerja yang yang usai mengurus ternak sakit perlu mengganti pakaian dan membersihkan badan dengan disinfektan. Presiden Jokowi berpesan, disinfektan itu harus tersedia untuk menekan penyebaran material biohazard itu.

Risiko kerugian tak terhindarkan bila usaha peternakan terpapar PMK. Sebagian ternak mati akibat infeksinya, dan sebagian lainnya dimatikan agar tak membuat penularan. ‘’Pemerintah menyiapkan ganti terutama untuk peternak UMKM sekitar Rp10 juta per ekor sapi,” ucap Menko Airlangga.

Ketua Satgas PMK Letjen Suharyanto menyatakan, siap menjalankan tugas penanggulangan bencana penyakit ternak. Ketika memberikan keterangan bersama Menko Airlangga, Suharyanto yang mantan Pangdam V/Brawijaya itu mengatakan, siap langsung turun ke lapangan bersama dengan instansi lainnya, terutama jajaran pemerintah daerah.

‘’Segera akan dilaksanakan rapat-rapat koordinasi dan aksi turun ke lapangan, khususnya ke daerah-daerah yang merah. Mohon aparat pemerintah daerah, gubernur, bupati, dan wali kota menyiapkan segala sesuatunya agar kita bisa bersama-sama menangani penyakit mulut dan kuku pada ternak di negeri kita ini, secepat mungkin,” ujar jenderal bintang tiga itu.

 

Wabah Lama Muncul Kembali

Kondisi wabah PMK itu sendiri terus menunjukkan tren yang menggelisahkan. Tiap hari, ternak yang terkonfirmasi positif jumlahnya mencapai ribuan ekor. Sejauh ini, angka kesembuhan ternak dari infeksi PMK itu juga cukup tinggi. Dari jumlah yang terinfeksi, 84.214 ekor (32 persen) dinyatakan telah sembuh dan terbebas dari infeksi PMK. Namun, vaksinasi yang dilakukan masih rendah. Baru 8.500 ekor dari target sekitar 28 juta ekor. Sekitar 95 persen hewan yang terinfeksi adalah sapi.

Dari 19 provinsi yang terpapar, Jawa Timur adalah yang paling parah. Sebanyak 38 kabupaten/kota di Jawa Timur terpapar virus PMK. Per 25 Juni, sekitar 100.500 ekor sapi yang terpapar PMK, dari populasi sekitar 4,5 juta ekor yang ada di Jatim. Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi dengan korban ternak terbesar kedua, yakni hampir 42 ribu ekor. Selanjutnya Provinsi Aceh, Jawa Barat, dan .Jawa Tengah dengan jumlah korban di kisaran 30 ribu ekor.

Penyakit mulut dan kuku, yang di dunia veteriner biasa disebut foot-and-mouth desease (FMD), sudah dikenal hampir dua abad dan menjadi momok di dunia peternakan. Penyakit ini muncul kali pertama di Indonesia pada 1887 di Malang, Jawa Timur, lewat sapi impor dari Belanda. Selanjutnya, selama satu abad penyakit itu menjadi endemik di Indonesia. Baru pada 1986, penyakit itu dinyatakan punah dari Indonesia.
Namun penyakit ini secara sporadis muncul di berbagai negara di Asia, Australia, dan Eropa. Virus FMD ini sempat meledak di Inggris pada 2001, dengan korban hampir 6 juta ekor sapi dan domba. Sebagian ternak itu terpaksa ditembak mati, dibakar, dan dikubur dalam-dalam. Wabah itu sempat merembet ke Belanda dan Prancis dalam skala yang lebih rendah.

Wabah PMK ini juga kembali muncul 2010, dan kali ini di Jepang. Hampir 300 ribu ekor ternak (sapi dan babi) menjadi korban. Ledakan virus PMK di Jepang itu adalah ulangan dari kasus sebelumnya, yang terjadi 10 tahun sebelumnya, yakni pada 2000.

Dalam skala yang lebih ringan, penyakit ini sempat menjangkiti Vietnam antara 2007 hingga 2017. Sekitar 165 ribu ekor ternak menjadi korbannya. Sebagian besar (43 persen) korban adalah kerbau, sapi 31 persen, babi 27 persen, selebihnya kambing atau domba. Secara sporadis dan dalam skala yang relatif kecil, PMK masih sering muncul di India, Bangladesh, Malaysia, dan Filipina.

Dalam memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri, Indonesia memang masih terus mengimpor daging segar, daging beku, atau sapi bakalan dari berbagai negara. Untuk sapi bakalan, umur 6--7 bulan, jumlah impornya bisa mencapai 350 ribu ekor per tahun. Kemungkinan penyusupan virus PMK, dan penyakit hewan lainnya, memang cukup terbuka.


Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer