Dana belanja pemerintah sebesar Rp762,1 triliun disalurkan ke tujuh pos belanja, yakni perlindungan sosial, pendidikan, infrastruktur, kesehatan, keterjangkauan energi, pertanian, dan UMKM.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pada semester I-2024, dana belanja pemerintah sebesar Rp762,1 triliun atau 76,4% dari total belanja pemerintah langsung mengalir ke masyarakat. Anggaran ini disalurkan pada tujuh pos belanja: perlindungan sosial, pendidikan, infrastruktur, kesehatan, keterjangkauan energi, pertanian, dan UMKM.
"Belanja negara semester I yang mencapai Rp1.398 triliun dan belanja pemerintah pusat Rp997,9 triliun, sebanyak Rp762,1 triliun langsung dinikmati masyarakat," kata Menkeu dalam Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa belanja perlindungan sosial digunakan untuk Program Keluarga Harapan (PKH) senilai Rp14,2 triliun yang disalurkan kepada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan Kartu Sembako sebesar Rp22,2 triliun untuk 18,7 juta KPM.
Belanja pendidikan digunakan untuk Program Indonesia Pintar (PIP) senilai Rp8,1 triliun untuk 10,5 juta siswa, Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah Rp6,8 triliun untuk 869,3 ribu mahasiswa, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disalurkan melalui Kementerian Agama Rp5,6 triliun untuk 4,9 juta siswa, dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Rp2,6 triliun untuk 197 PTN.
Anggaran untuk infrastruktur sebesar Rp75,2 triliun digunakan untuk pembangunan atau rehabilitasi jalan, jembatan, rel kereta api, bandara, pelabuhan, bendungan, jaringan irigasi, sistem penyediaan air minum (SPAM), rumah susun, gedung dikti, dan kapasitas satelit. Belanja kesehatan terutama disalurkan untuk 96,8 juta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JKN) senilai Rp23,2 triliun.
Untuk belanja energi, Kementerian Keuangan mengalokasikan Rp8,7 triliun untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan Rp34,2 triliun untuk LPG 3 kilogram. Belanja pertanian digunakan untuk bantuan alat dan mesin pertanian sebanyak 41.333 unit dengan total nilai Rp901,1 miliar serta subsidi pupuk sebanyak 3,1 juta ton. "Adapun pos belanja UMKM digunakan untuk subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang telah diterima oleh 2,4 juta debitur," ujarnya.
Defisit Terjaga
Pada kesempatan yang sama, Menkeu Sri Mulyani juga melaporkan kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada semester I-2024. “Sampai dengan semester I-2024, defisit APBN masih terjaga sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen PDB, dengan keseimbangan primer masih mencatatkan surplus sebesar Rp162,7 triliun,” kata Sri Mulyani.
Pendapatan negara pada semester I-2024 tercatat sebesar Rp1.320,7 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 6,2 persen (year on year/yoy). Penerimaan perpajakan tercatat mengalami penurunan sebesar 7 persen, yakni hanya sebesar Rp1.028 triliun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, penurunan pendapatan negara disebabkan terutama oleh turunnya harga komoditas, khususnya batu bara dan minyak sawit mentah (CPO), yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan yang mengalami kontraksi sebesar 35,5 persen.
Di sisi lain, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) turun 11 persen pada semester I-2024 dibanding tahun sebelumnya. Namun, secara bruto tanpa memperhitungkan restitusi, PPN DN masih tumbuh positif 9,2 persen, seiring dengan kuatnya aktivitas ekonomi domestik yang tecermin pada pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024 sebesar 5,11 persen.
Sementara itu, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp288,4 triliun atau turun 4,5 persen. Penurunan PNBP terutama disebabkan turunnya penerimaan sumber daya alam (SDA) karena melemahnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting gas. Penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8 persen seiring dengan membaiknya kinerja badan usaha milik negara (BUMN).
Berbeda dengan kinerja pendapatan negara yang menurun, belanja negara tercatat mengalami peningkatan sebesar 11,3 persen dibanding semester I tahun sebelumnya yakni mencapai Rp1.398 triliun. “Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk mengantisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional,” ujar Menkeu.
Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp997,9 triliun atau tumbuh 11,9 persen juga mencakup belanja yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat senilai Rp762,1 triliun atau 76,4 persen BPP. Di samping itu, penyelenggaraan pemilu, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), pemberian tunjangan hari raya (THR) dengan tunjangan kinerja (tukin) 100 persen, serta program bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pada semester I turut berperan dalam peningkatan belanja negara.
Sejumlah pos belanja negara juga turut terkerek akibat depresiasi rupiah, khususnya subsidi dan kompensasi energi. Di tengah dinamika global yang kurang kondusif, ujar Menkeu, defisit anggaran hingga akhir 2024 diperkirakan akan berada pada level 2,7 persen PDB, melebar dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen PDB.
Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.412,2 triliun atau 102,6 persen dari pagu APBN 2024, seiring dengan peran APBN sebagai shock absorber untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan, melindungi daya beli dan mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional.
Strategi pembiayaan anggaran, yang tercatat mencapai Rp168,0 triliun atau 32,1 persen APBN per semester I-2024, diupayakan untuk tetap efisien. Hal itu dilakukan melalui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) di tahun 2024 sehingga mengurangi kebutuhan penerbitan surat berharga negara (SBN).
“Hal ini diharapkan akan tetap dapat menjaga stabilitas makro, khususnya pergerakan nilai tukar dan imbal hasil (yield) SBN,” tutur Menkeu.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari