Fenomena deflasi yang dilaporkan BPS pada Mei dan Juni 2024 menunjukkan penurunan harga yang signifikan. Meski meringankan beban konsumen, deflasi dapat mengancam pendapatan produsen dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah siap mengambil langkah mitigasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah dampak negatif lebih lanjut.
Secara rutin Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan laporan kondisi perekonomian di tanah air, periode bulanan maupun tahunan. Di dua bulan terakhir, BPS melaporkan fenomena berbeda, yakni adanya deflasi.
Merujuk laporan BPS, deflasi secara bulanan (mtm) yang pertama terjadi pada Mei 2024. Saat itu, deflasi tercatat sebesar 0,03 persen (mtm). Sedangkan, inflasi tahunan mencapai 2,84 persen. Penurunan juga terjadi pada indeks harga konsumen (IHK) secara bulanan turun dari 106,40 menjadi 106,37. Sementara, IHK secara tahunan naik dari 103,43 menjadi 106,37.
Melansir berbagai sumber, deflasi merupakan fenomena penurunan harga dalam suatu wilayah. Penyebab terjadinya deflasi adalah permintaan barang turun sedangkan produksi meningkat.
Permintaan turun disebabkan pelambatan kegiatan ekonomi yang berdampak ke penghasilan yang turun sehingga jumlah uang beredar pun menjadi berkurang.
Adapun sebab deflasi di bulan Mei dan Juni 2024 adalah, Penurunan Harga Pangan: Musim panen yang baik menyebabkan surplus produksi pangan, yang berujung pada penurunan harga berbagai komoditas pertanian;
Kenaikan Suku Bunga Global: Bank sentral di beberapa negara besar menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, yang berdampak pada melemahnya permintaan global dan penurunan harga impor;
Penguatan Rupiah: Nilai tukar rupiah yang menguat terhadap dolar AS membuat harga barang impor lebih murah, menekan harga-harga di dalam negeri.
Bila dirinci lebih detil, kelompok penyumbang deflasi terbesar secara bulanan pada Mei 2024 adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi 0,29 persen dan andil 0,08 persen.
Untuk tingkat komoditas, penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah beras dengan andil 0,15 persen, daging ayam ras, dan ikan segar 0,03 persen, serta tomat dan cabai rawit dengan andil masing-masing 0,02 persen.
BPS juga mencatat 24 provinsi dari 38 provinsi di Indonesia yang mengalami inflasi secara bulanan, sedangkan 14 provinsi lainnya deflasi. Inflasi tertinggi secara bulanan terjadi di Papua Selatan, yaitu 2 persen. Sementara itu deflasi terdalam terjadi di Banten sebesar 0,52 persen.
Untuk Juni 2024, deflasi Juni tercatat sebesar 0,08 persen (mtm) meskipun secara tahunan (yoy) mengalami inflasi sebesar 2,51 persen. Pada saat yang sama, IHK secara bulanan pun turun dari 106,37 menjadi 106,28. Sedangkan, secara tahunan IHK naik dari 103,68 menjadi 106,28.
Menurut Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi, deflasi Juni 2024 ini lebih dalam dibandingkan Mei 2024 dan merupakan deflasi kedua pada 2024.
Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,49 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,14 persen.
Adapun komoditas penyumbang utama deflasi adalah bawang merah dengan andil deflasi sebesar 0,09 persen. Lalu, tomat dengan andil deflasi sebesar 0,07 persen serta daging ayam ras dengan andil deflasi sebesar 0,05 persen.
Sementara itu, terdapat komoditas yang memberikan andil inflasi, antara lain cabe rawit dan cabe merah, masing-masing sebesar 0,02 persen. "Kemudian emas perhiasan kentang ketimun sigaret mesin tarif angkutan udara ikan segar dan kopi bubuk dengan andil inflasi masing-masing 0,01 persen," kata Imam, Senin (1/7/2024).
Efek Positif Deflasi
Merujuk pandangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, fenomena deflasi pada Mei dan Juni 2024 layak diperhatikan. "Deflasi yang terjadi di bulan Mei dan Juni perlu kita cermati dengan seksama. Penurunan harga memang bisa meringankan beban konsumen, namun di sisi lain dapat menekan pendapatan produsen dan menghambat pertumbuhan ekonomi, kata Menkeu Sri Mulyani, seraya menambahkan bahwa pemerintah terus memantau perkembangan ini dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Sebagaimana diketahui, secara teoritis, deflasi memiliki dampak beragam pada perekonomian. Beberapa dampak negatif dari deflasi yang perlu diwaspadai antara lain:
- Penurunan Pendapatan Produsen: Harga yang lebih rendah dapat menyebabkan pendapatan produsen menurun, terutama di sektor pertanian dan manufaktur.
- Penundaan Konsumsi: Konsumen cenderung menunda pembelian dengan harapan harga akan terus turun, yang bisa mengurangi permintaan dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
- Beban Utang: Deflasi meningkatkan beban utang riil, karena nilai uang yang digunakan untuk membayar utang menjadi lebih tinggi dibandingkan saat utang tersebut dibuat.
Dari sisi harga, masyarakat menjadi senang jika harga mulai stabil atau kenaikannya sangat minor karena akan membuat disposal income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan semakin berdaya beli.
Namun dari sisi makro, melandainya harga karena sisi permintaan turun menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah karena berpotensi menurunkan kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi. Jika konsumsi rumah tangga turun maka akan menekan angka pertumbuhan ekonomi.
Kemudian dari sisi investasi, pelemahan permintaan juga menjadi sinyal peringatan. Ronny mengatakan investor akan berpikir ulang untuk melakukan investasi baru atau ekspansi usaha jika permintaan melemah.
Pasalnya prospek investasi menjadi suram jika permintaan kurang bagus karena tidak menjanjikan keuntungan. Jadi ini sinyal peringatan buat pemerintah dan dunia usaha, meskipun sinyal bagus buat konsumen.
Guna mengatasi genangan akibat deflasi, Pemerintah telah merancang berbagai upaya mitigasi, berusaha menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah dampak negatif yang lebih luas. Selain itu juga memantau terus menerus untuk memastikan langkah-langkah yang diambil tetap efektif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Langkah yang dimaksud, antara lain:
Meningkatkan Belanja Pemerintah: Melalui percepatan proyek-proyek infrastruktur dan program sosial, pemerintah berupaya mendorong permintaan domestik;
Stimulus Ekonomi: Pemberian insentif bagi sektor-sektor yang terdampak, seperti pertanian dan manufaktur, untuk menjaga kelangsungan produksi dan pendapatan;
Penguatan Kebijakan Moneter: Bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk memastikan kebijakan moneter yang mendukung stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi.
Inflasi Tahunan Terkendali
Meski ada fenomena deflasi, berdasarkan kelompok pengeluaran, secara tahunan Indonesia masih mengalami inflasi. Yang terbesar terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau, yaitu sebesar 4,95 persen dan memberikan andil sebesar 1,40 persen terhadap inflasi umum.
Komoditas yang memberikan andil inflasi kelompok ini antara lain beras, cabai merah, dan sigaret kretek mesin. Sedangkan, komoditas lain di luar kelompok makanan minuman dan tembakau yang juga memberikan andil inflasi cukup signifikan antara lain adalah emas perhiasan, tarif angkutan udara, dan nasi dengan lauk.
Secara tahunan seluruh provinsi mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan dengan inflasi sebesar 5,65 persen. Inflasi terendah dapat kita lihat terjadi di Kepulauan Bangka Belitung dengan inflasi sebesar 1,08 persen.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur; Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari