Presiden Jokowi menekankan pentingnya mewaspadai tren penurunan PMI, menyusul kontraksi serupa di sejumlah negara Asia.
Presiden Joko Widodo pada Agustus lalu mengadakan sidang kabinet paripurna perdana di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Sidang ini tak hanya berfokus pada masa depan IKN sebagai pusat pemerintahan baru, melainkan juga menyoroti sejumlah isu penting terkait ekonomi nasional, khususnya terkait indeks manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi.
Sebelum sidang dimulai, Presiden Jokowi didampingi Menteri Pertahanan yang juga merupakan presiden terpilih untuk periode 2024--2029, Prabowo Subianto, melakukan peninjauan langsung terhadap perkembangan pembangunan IKN. Mereka berjalan bersama mengamati sejumlah infrastruktur yang sedang dibangun, termasuk Istana Negara, area Sumbu Kebangsaan, dan beberapa gedung kementerian koordinator.
Presiden Jokowi memberikan tanggapan positif mengenai progres pembangunan IKN, yang dinilai sesuai dengan harapan. "Udara sejuk, udara bersih, sesuai dengan impian kita untuk memiliki ibu kota yang hijau, baik dalam hal energi, kendaraan listrik, lingkungan, dan udaranya. Semuanya sudah bagus," ujar Presiden Jokowi.
Senada dengan itu, Prabowo Subianto juga menyatakan keyakinannya bahwa pembangunan IKN akan berjalan lancar, meskipun membutuhkan waktu.
Kanvas Masa Depan
Dalam pengantar sidang kabinet, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pembangunan IKN Nusantara bukan sekadar pemindahan ibu kota, melainkan merupakan visi besar untuk masa depan Indonesia. IKN dibangun dengan konsep kota hutan dan smart city, dengan fokus pada ekonomi hijau. Presiden menekankan bahwa keberadaan IKN akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Timur dan menciptakan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.
Selain membahas kelanjutan pembangunan IKN, sidang kabinet ini juga menyoroti kondisi ekonomi nasional yang tengah mengalami tantangan. Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia mencatatkan level 49,3 pada Juli 2024, menandakan kontraksi setelah 34 bulan berturut-turut berada di level ekspansi.
Presiden Jokowi menekankan pentingnya mewaspadai tren penurunan ini, terutama karena sejumlah negara Asia lainnya juga mengalami kontraksi serupa. "Ini perlu diperhatikan secara hati-hati karena beberapa negara di Asia PMI-nya juga berada di bawah 50," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, penurunan PMI manufaktur Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan produksi, pesanan baru, dan penurunan tenaga kerja. Permintaan domestik yang lesu dan beban impor bahan baku yang meningkat seiring fluktuasi rupiah juga menjadi penyebab utama.
Presiden Jokowi juga menyoroti pentingnya memperkuat pasar domestik dengan meningkatkan penggunaan produk lokal dan melindungi industri dalam negeri dari serangan produk impor.
Selain itu, ia menggarisbawahi perlunya mencari pasar ekspor baru mengingat adanya gangguan rantai pasok dan perlambatan ekonomi pada mitra dagang utama.
Upaya Pemerintah
Meskipun menghadapi tantangan ekonomi, pemerintah tetap optimistis dan berkomitmen untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2024 dapat mencapai 5,2 persen, dengan fokus pada peningkatan konsumsi, investasi, ekspor, dan impor.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pemerintah akan terus memperkuat fundamental ekonomi Indonesia melalui transformasi ekonomi, penguatan ketahanan pangan, pengembangan energi terbarukan, hilirisasi, dan perbaikan iklim investasi dan bisnis.
"APBN terus dioptimalkan untuk menjaga stabilitas dan momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujarnya.
Sidang kabinet paripurna di IKN Nusantara ini menegaskan komitmen pemerintah untuk tidak hanya melanjutkan pembangunan ibu kota baru, tetapi juga menghadapi tantangan ekonomi dengan langkah-langkah strategis yang terukur.
Dengan upaya bersama, Indonesia diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan dan mewujudkan visi besar menuju Indonesia Maju.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari