14 MoU ditandatangani dalam pertemuan IISF 2024. Di antaranya, interkoneksi listrik lintas batas, penangkapan karbon, percepatan transisi energi, serta transisi hijau dalam transportasi.
Pembangunan berkelanjutan (sustainability) merupakan kunci kesejahteraan di masa depan. Indonesia sebagai negara dengan posisi geostrategis di Asia, memiliki hutan tropis terbesar kedua di dunia, kekayaan hayati, dan sumber daya energi melimpah. Tentunya negeri ini mempunyai potensi untuk menjadi pelopor utama dalam mendorong pembangunan berkelanjutan, di tengah situasi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Oleh karena itu, Indonesia terus menggunakan diplomasi untuk mendorong upaya berkelanjutan dan kerja sama global untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainability development goals/SDGs) dan menjalankan Paris Agreement.
Perhelatan kedua Indonesia Internasional Sustainability Forum (IISF) 2024 di Jakarta pada 5-6 September 2024 menjadi salah satu ajang penting dalam mewujudkan komitmen pembangunan berkelanjutan di tataran global.
Forum yang digagas Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu dihadiri oleh ribuan orang dari kalangan pemerintahan, swasta, filantropi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), para pakar, dan akademisi dari dalam dan luar negeri. IISF menjadi platform bagi pemangku kepentingan dalam berkolaborasi dan bertukar best practices dalam mendukung dekarbonisasi dan mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan.
Sekitar 7.000 peserta hadir di ISF atau lebih dari tiga kali lipat jumlah kehadiran tahun lalu. Sebanyak 7.000 hadirin yang datang ke IISF adalah bagian dari 11.000 orang dari 53 negara yang telah mendaftar ke Forum IISF.
Dari forum ini menghasilkan sejumlah capaian bagi Indonesia seperti kerja sama ekspor listrik energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 3,4 gigawatt dengan Singapura yang memiliki nilai ekonomi mencapai USD25 miliar-USD30 miliar, penjajakan kerja sama fasilitas penangkapan karbon (carbon capture storage/CCS), pembahasan dengan Malaysia mengenai ASEAN Grid yang nantinya mengkombinasikan konektivitas energi hijau.
Perhelatan IISF 2024 resmi ditutup Jumat (6/9/2024) dengan serangkaian komitmen terkait iklim, semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam perubahan iklim dan suara terdepan dalam pertumbuhan hijau untuk ekonomi berkembang.
Pertemuan selama dua hari tersebut mencakup penandatanganan 14 nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) di bidang-bidang penting seperti interkoneksi listrik lintas batas, penangkapan karbon, percepatan transisi energi, serta transisi hijau dalam transportasi.
Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, semangat kolaborasi yang kuat dari IISF membangkitkan harapannya dalam menanggulangi krisis iklim.
“Saya sangat yakin bahwa kita akan dapat mempertahankan momentum yang dihasilkan dalam dua hari terakhir ini dan mengubah gagasan yang telah kita gulirkan menjadi tindakan yang bermakna. Kita semua mendengar bahwa transisi energi adalah proses yang kompleks, dan tidak ada jalan pintas. Meskipun kita berasal dari latar belakang yang beragam dengan titik awal, batasan, dan tantangan yang berbeda, kita memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang sama untuk berkontribusi pada perjalanan keberlanjutan global,” ujar Menko Luhut saat menutup forum IISF 2024.
Sebelumnya, dalam forum IISF, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan, pentingnya meningkatkan investasi pada sektor energi bersih sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. “Energi terbarukan adalah energi masa depan. Energi bukan semata menjadi komoditas, namun menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Dunia berlomba-lomba beralih ke ekonomi rendah-karbon dan Indonesia ingin menjadi bagian dari itu,” ujar Menlu, menanggapi laporan Bloomberg tahun lalu tentang meningkatnya jumlah investasi untuk energi bersih secara global.
Tiga Prioritas Utama
Menlu pun menegaskan, tiga prioritas utama yang harus dipenuhi untuk masa depan yang berkelanjutan. Pertama, melakukan investasi dan membangun energi hijau. Hal ini membutuhkan dukungan teknologi dan pendanaan yang signifikan, termasuk Just Energy Transition Partnership (JETP), yang diluncurkan Indonesia saat Presidensi G20 pada 2022, dan Asia Zero Emission Community (AZEC) dimana Indonesia menjadi salah satu pemrakarsa.
“Dari semua inisiatif tersebut, pesan Indonesia sangat jelas. Kita harus memastikan bahwa teknologi hijau menjadi barang publik. Saya berharap melalui IISF, kita dapat bekerja sama dengan erat dengan sektor swasta dalam rangka memastikan investasi untuk pengembangan teknologi hijau yang terjangkau," tegasnya.
Kedua, memanfaatkan potensi besar ekonomi biru. Menurut perkiraan, ekonomi biru dapat menghasilkan lebih dari USD1,5 triliun dan membuka sekitar 30 juta lapangan pekerjaan per tahun. Untuk membuka potensi ekonomi biru tersebut, Indonesia telah meluncurkan Blue Economy Roadmap 2023-2045, yang bertujuan untuk mengembangkan sektor-sektor utama seperti akuakultur dan industri hilir perikanan, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi selaras dengan upaya konservasi laut.
Ketiga, Menlu RI menekankan untuk fokus pada penyerapan karbon. “Sebagai negara hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki kapasitas untuk menyerap emisi dalam jumlah besar. Dengan tingkat deforestasi terendah dalam 20 tahun terakhir, dapat dipastikan Indonesia sudah berada di jalur yang benar" ujar Menteri Retno.
Satu hal, Menlu menjelaskan bahwa Indonesia telah mengesahkan strategi jangka panjang untuk rendah karbon dan ketahanan iklim tahun 2050 serta peta jalan untuk mencapai target net zero emission (emisi bersih) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Untuk itu, Menlu Retno menegaskan kembali bahwa semua pihak memainkan peranan penting dalam upaya menuju ekonomi rendah karbon dan memastikan komitmen Indonesia untuk memperkuat kolaborasi dalam rangka mewujudkan masa depan yang berkelanjutan.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini