Lonjakan penggunaan LCS tidak hanya berdampak positif pada kestabilan pasar valas di Indonesia, melainkan juga memperkuat suplainya dalam berbagai mata uang, bukan hanya dolar AS.
Di tengah perekonomian global yang masih tak menentu, Bank Indonesia (BI) terus menguatkan peran strategisnya dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan melalui sejumlah kebijakan.
Salah satu upaya penting yang tengah dilakukan adalah peningkatan penggunaan local currency settlement (LCS), sebagai bagian dari bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang disusun oleh BI. Tentu ada yang bertanya, apa itu LCS?
LCS adalah skema penyelesaian transaksi bilateral antarnegara dengan menggunakan mata uang dari masing-masing negara yang melakukan perjanjian. Mereka biasanya tidak lagi menggunakan dolar AS sebagai mata uang perantara, melainkan dilakukan langsung dalam mata uang lokal.
Skema itu dirancang untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, meningkatkan efisiensi transaksi, dan menjaga stabilitas nilai tukar mata uang di tengah fluktuasi global. Dalam konteks Indonesia, kebijakan dengan lebih mendorong penggunaan LCS telah memberikan dampak ikutan berupa peningkatan pesat transaksinya selama 2024.
Sebagai gambaran, menurut data Bank Indonesia, sejak Januari hingga Agustus 2024, transaksi LCS mencatatkan lonjakan yang signifikan. Nilai transaksinya mencapai USD6,4 miliar, meningkat 48,83 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanya USD4,3 miliar.
Hal itu menunjukkan, adopsi LCS yang semakin meluas di kalangan eksportir dan importir Indonesia. Jumlah pelaku juga meningkat tajam, mencapai 5.465 pelaku, naik dari sekitar 2.600 pelaku pada 2023.
Lonjakan ini tidak hanya berdampak positif pada kestabilan pasar valas di Indonesia, melainkan memperkuat pula suplai valas dalam berbagai mata uang. Bukan hanya dolar AS.
Transaksi Naik
Realitas itu diakui Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti. Dia menegaskan bahwa peningkatan transaksi LCS memperluas penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional dan mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing lainnya.
“Dengan semakin meluasnya penggunaan LCS, Indonesia dapat mengurangi dampak fluktuasi nilai tukar dolar AS terhadap perekonomian,” ujarnya dalam Destry dalam konferensi pers, Rabu (18/9/2024).
Menurutnya, dalam konteks global yang penuh ketidakpastian, ketergantungan terhadap dolar AS seringkali menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, penggunaan LCS dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pelaku bisnis dan perekonomian nasional.
Selain itu, peningkatan pengguna ini juga memberikan keuntungan bagi eksportir dan importir dalam hal biaya transaksi. Dengan menggunakan mata uang lokal, biaya konversi mata uang dapat diminimalkan, sehingga meningkatkan efisiensi perdagangan internasional.
Tidak hanya itu, BI juga memperluas kerja sama internasional untuk mendukung penggunaan LCS melalui sejumlah kesepakatan bilateral. Salah satu langkah penting adalah penandatanganan memorandum of understanding (MoU) dengan Bank of Korea (BoK) pada Juli 2024.
Kerja sama ini melibatkan interkoneksi dan interoperabilitas sistem pembayaran lintas negara, terutama melalui penggunaan QR Code Indonesian Standard (QRIS) dan QR Code dari Korea Selatan. Kerja sama itu tidak hanya meningkatkan konektivitas pembayaran antarnegara, melainkan mendukung transaksi LCS dalam berbagai mata uang lokal.
Hal itu penting demi menjaga stabilitas makroekonomi dan mempercepat transformasi digital di sektor ekonomi dan keuangan, khususnya antara Indonesia dan Korea Selatan.
Sistem Pembayaran
Selain peningkatan transaksi LCS, BI juga memperkuat struktur industri pembayaran melalui implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Kebijakan itu dirancang untuk mendukung efisiensi, inklusivitas, dan transparansi dalam sistem pembayaran domestik maupun lintas negara.
Melalui BSPI 2030, BI terus mendorong sertifikasi kompetensi di bidang sistem pembayaran, serta meningkatkan literasi digital bagi pelaku usaha kecil hingga besar. Salah satu elemen kunci dari transformasi sistem pembayaran adalah penggunaan QRIS, yang kini diperluas untuk dapat digunakan di luar negeri, termasuk di Korea Selatan.
Dengan MoU yang ditandatangani bersama Bank of Korea, BI memfasilitasi pembayaran berbasis QR Code antarkedua negara. Hal ini diharapkan dapat mendukung kebutuhan wisatawan dan pelaku usaha, sekaligus memperkuat hubungan ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan.
Kerja sama lintas negara ini juga sejalan dengan G20 Roadmap for Enhancing Cross-border Payments, yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas pembayaran global. Sinergi ini diharapkan mampu menciptakan sistem pembayaran yang lebih cepat, inklusif, efisien, dan transparan di masa depan.
Dengan peningkatan penggunaan LCS, Bank Indonesia berhasil memperkuat stabilitas makroekonomi Indonesia di tengah tantangan global. LCS juga meningkatkan efisiensi transaksi perdagangan internasional.
Dukungan dari berbagai kerja sama internasional, termasuk penggunaan QRIS antarnegara, semakin memperkuat upaya Indonesia dalam membangun sistem pembayaran yang inklusif dan efisien. Melalui kebijakan-kebijakan ini, Bank Indonesia optimis dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini