Indonesia.go.id - Industri Rotan Butuh Revitalisasi

Industri Rotan Butuh Revitalisasi

  • Administrator
  • Minggu, 27 Oktober 2024 | 07:31 WIB
KOMODITAS KEHUTANAN
  Industri rotan nasional masih menghadapi tantangan besar, baik dari segi ketersediaan bahan baku, teknologi, hingga kebijakan yang tidak selalu berpihak pada pelaku usaha rotan dalam negeri.ANTARA FOTO/Idlan Dziqri Mahmudi
Untuk mengembalikan masa kejayaan rotan, Kemenperin menetapkan industri ini sebagai salah satu program prioritas.

Indonesia pernah dikenal sebagai produsen rotan terbesar di dunia, dengan sekitar 80 persen bahan baku rotan global berasal dari tanah air. Negara ini dahulu mendominasi pasar internasional, dengan hasil rotan yang melimpah dan berkualitas tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu, status tersebut mulai terkikis, dan berbagai tantangan internal menghambat perkembangan industri rotan nasional.

Meskipun demikian, berdasarkan data Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (Asmindo), Indonesia masih menyuplai sekitar 85 persen produksi rotan dunia, dengan kapasitas produksi mencapai 690.000 ton per tahun. Bahkan, pada 2022, nilai ekspor rotan Indonesia tercatat mencapai USD2,5 miliar.

Meski angka itu menggembirakan, industri rotan nasional masih menghadapi tantangan besar, baik dari segi ketersediaan bahan baku, teknologi, hingga kebijakan yang tidak selalu berpihak pada pelaku usaha rotan dalam negeri.

Dalam konteks itu, Cirebon pernah menjadi pusat industri rotan di Indonesia, dengan masa kejayaan pada periode 2001 hingga 2004. Pada masa itu, industri rotan di Cirebon mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, dengan 1.060 unit usaha beroperasi.

Sentra rotan nasional itu mampu memproduksi hingga 91.181 ton rotan, serta mengekspor 51.544 ton rotan senilai USD116,57 juta. Industri ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dengan lebih dari 61.000 orang terlibat di sektor ini.

Namun sejak 2005, industri rotan di Cirebon mulai mengalami kemunduran. Produksi, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja menurun drastis. Salah satu penyebab utama kemunduran ini adalah sulitnya mendapatkan bahan baku rotan yang berkualitas.

Di saat yang sama, negara-negara pesaing, seperti Tiongkok dan Taiwan, mampu mendapatkan pasokan bahan baku dengan lebih mudah dan memproduksi desain rotan yang semakin kompetitif di pasar global. Di sisi lain, adanya kebijakan yang memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi.

Kebijakan tersebut dinilai menyebabkan industri pengolahan rotan dalam negeri kekurangan pasokan bahan baku. Sedangkan, negara-negara pesaing justru mendapatkan keuntungan besar dari aliran bahan baku tersebut.

Selain masalah bahan baku, industri rotan di Indonesia menghadapi beberapa tantangan lainnya yang perlu segera diatasi untuk mempertahankan keberlanjutan dan daya saing di pasar global.

Program Prioritas

 Berkaitan dengan itu, Kemenperin juga telah menetapkan indutri rotan sebagai salah satu program prioritas demi mengembalikan kejayaan industri tersebut. Seperti pernah disampaikan Dirjen Industri Agro Putu Juli Ardika, Kemenperin siap mendorong terwujudnya jaminan ketersediaan bahan baku rotan siap pakai untuk industri furnitur dan kerajinan.

“Kami mengembangkan pusat logistik bahan baku kayu dan rotan khususnya di kawasan industri furnitur dan kerajinan seperti di Jawa Barat (Cirebon), Jawa Tengah (Jepara, Solo, Semarang) dan Jawa Timur (Surabaya, Pasuruan) serta di wilayah sumber bahan baku seperti di Palu dan Katingan serta wilayah Sumatra,” tuturnya.

Dukungan terhadap pasokan bahan baku itu merupakan afirmasi pemerintah terhadap pelaku industri yang membutuhkan kebijakan dan regulasi yang efektif, berupa perlindungan bagi bagi produsen lokal. Tujuannnya, mendukung industri pengolahan rotan di dalam negeri.

Tidak itu saja, pengumpulan rotan secara tradisional seringkali dilakukan secara berlebihan, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap ekosistem hutan. Alhasil, itu berpotensi merusak lingkungan dan mengurangi ketersediaan rotan di alam.

Lebih Berkelanjutan

Oleh karena itu, diperlukan metode pengumpulan yang lebih berkelanjutan, yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal dan memperhatikan kelestarian hutan. Selain itu, dalam proses pengolahan rotan, beberapa industri masih menggunakan bahan dye atau pewarna yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan pekerja.

Terkait itu, industri rotan Indonesia perlu berinovasi dengan mencari alternatif pewarna yang lebih aman dan ramah lingkungan, guna mendukung produksi yang lebih berkelanjutan. Jadi secara umum, meski Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen rotan, proses pengolahannya masih didominasi oleh cara-cara usang.

Padahal, di tengah persaingan global, teknologi yang lebih canggih dan inovasi dalam desain sangat diperlukan. Tujuannya, agar produk rotan tetap relevan dan kompetitif di pasar internasional.

Investasi dalam teknologi dan pelatihan bagi perajin adalah langkah penting dongkrak daya saing industri ini. Dan untuk menghadapi tantangan tersebut, diperlukan kerja sama antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Beberapa langkah strategis untuk mengembalikan kejayaan industri rotan Indonesia antara lain:

Pertama, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan yang mengizinkan ekspor bahan baku mentah rotan. Regulasi yang lebih bijak diperlukan untuk melindungi industri pengolahan dalam negeri, tanpa mengorbankan para pengrajin kecil.

Kebijakan yang mendukung hilirisasi industri, di mana rotan diolah menjadi produk jadi sebelum diekspor, akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi ekonomi nasional.

Kedua, untuk memastikan keberlanjutan pasokan rotan di masa depan, diperlukan pengelolaan hutan yang lebih baik dan berkelanjutan. Masyarakat lokal harus dilibatkan dalam konservasi hutan, dan praktik pengumpulan rotan yang ramah lingkungan harus diterapkan secara luas.

Ketiga, pelaku industri rotan perlu meningkatkan penggunaan teknologi dalam proses produksi. Selain itu, inovasi dalam desain dan pemasaran juga sangat penting untuk menarik konsumen global yang semakin menuntut produk-produk yang berkualitas tinggi dan ramah lingkungan.

Keempat, pelatihan bagi perajin tentang teknik pengolahan rotan yang lebih modern dan aman harus menjadi prioritas. Dengan demikian, para perajin dapat meningkatkan kualitas produk mereka dan mampu bersaing dengan produk rotan dari negara-negara lain.

Kelima, dalam era global yang semakin kompetitif, penting bagi Indonesia untuk mengembangkan branding yang kuat untuk produk rotannya. Promosi yang menekankan keunikan, kualitas, dan keberlanjutan produk rotan Indonesia akan membantu menarik minat konsumen internasional dan memperkuat posisi dan mengembalikan kejayaan rotan Indonesia di pasar global.

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf