Indonesia.go.id - Mengembalikan Pamor Primadona Devisa

Mengembalikan Pamor Primadona Devisa

  • Administrator
  • Senin, 15 Februari 2021 | 13:17 WIB
KEBANGKITAN PARIWISATA (II)
  Presiden Joko Widodo ketika mengunjungi Candi Borobudur, Agustus 2020. ANTARA FOTO
Pemerintah menjadikan kawasan objek wisata Candi Borobudur sebagai destinasi superprioritas dan diharapkan mampu bangkit pada 2021.
Belum ada pihak yang mampu memprediksi secara pasti, kapan pandemi bakal berakhir. Meski demikian, pemerintah di setiap negara diyakini akan menempuh beragam upaya untuk sekuat tenaga mengembalikan roda perekonomian, agar bisa kembali berlari kencang. Tak terkecuali di Indonesia.
 
Ketika pandemi sudah memasuki usia hampir setahun, pemerintah masih terus melakukan banyak cara untuk memulihkan ekonomi. Termasuk, memberi vaksin kepada masyarakat.  Tak hanya itu, apa yang dilakukan pemerintah salah satunya juga menyelamatkan sektor-sektor penting pemasok devisa bagi negara, termasuk pariwisata di dalamnya. 
 
Sektor ini selama bertahun-tahun telah menjadi primadona devisa bagi Indonesia. Keanekaragaman budaya, keindahan alam tropis dan keramahan penduduk adalah magnet utama, yang membuat jutaan turis mancanegara rela menempuh perjalanan ribuan kilometer baik lewat jalur udara, laut, dan darat demi melancong ke Indonesia. Bagi mereka, Indonesia adalah mutiara tersembunyi di muka Bumi.
 
 
Hasilnya dapat dilihat dari torehan pendapatan yang dikumpulkan sektor pariwisata kepada negara. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pada 2015 pariwisata baru menyumbang devisa sebesar USD12,23 miliar atau setara Rp171,22 triliun pada kurs Rp14.000 per dolar dengan jumlah kunjungan turis asing sebanyak 10,4 juta orang. Devisa sebanyak itu menempatkan pariwisata di urutan keempat penyumbang devisa terbesar setelah ekspor minyak dan gas bumi (migas), batubara, serta kelapa sawit.
 
Lima tahun kemudian atau di 2019, sektor yang telah memiliki nama tenar "Wonderful Indonesia" tersebut secara mengejutkan mampu tampil perkasa sebagai penghasil devisa terbanyak. Meski saat itu Indonesia sedang sibuk mempersiapkan pesta demokrasi lima tahunan, pariwisata pun seperti tak mau kalah. Dengan pencapaian hingga USD20 miliar (Rp280 triliun) dan sebanyak 16,11 juta turis asing berduyun-duyun berwisata ke negeri dengan 17 ribu lebih pulau, pariwisata pun menjadi pemuncak (highest rank) devisa. 
 
Namun, akibat corona, capaian 2019 tak mampu diulangi sektor pariwisata di 2020. Hingga triwulan keempat 2020 saja, seperti dikutip dari Badan Pusat Statistik, pariwisata hanya mampu mendatangkan 4,62 juta turis mancanegara. Atau merosot sebesar 88,45 persen dari pencapaian periode sama di 2019. 
 
Tentu saja pemerintah tidak tinggal diam dengan kondisi tadi. Beragam jurus penyelamatan pun dilakukan agar primadona devisa ini bisa kembali bangkit dan berkibar. Salah satunya adalah dengan terus menggenjot pembangunan beragam infrastruktur penunjang di lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Superprioritas.
 
Kelima destinasi itu adalah kawasan Candi Borobudur di Jawa Tengah, Danau Toba (Sumatra Utara), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur) dan Likupang (Sulawesi Utara). Kawasan-kawasan tadi dikenal sebagai Bali baru merujuk kepada ikon pariwisata Indonesia yang mendunia yaitu Pulau Bali karena pemerintah ingin melebarkan destinasi turis asing ke banyak tujuan wisata nusantara di luar Pulau Dewata.
 
Wajah Baru Borobudur
 
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi salah satu instansi pemerintahan yang diperintahkan Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan penyiapan infrastruktur dasar pada lima KSPN Superprioritas. Presiden saat mencanangkan lima destinasi superprioritas dalam rapat terbatas kabinet di Labuan Bajo, 20 Januari 2020 lalu menyatakan bahwa infrastruktur setiap destinasi super itu harus direncanakan secara terpadu.
 
Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengutip Antara, pada 2020 pihaknya tetap memfokuskan pekerjaan infrastruktur di lima  KSPN dengan anggaran Rp3,81 triliun. Khusus untuk pengembangan kawasan Candi Borobudur, Kementerian PUPR melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur dengan anggaran Rp1,35 triliun terhadap kawasan persembahyangan umat Buddha terbesar dan salah satu dari warisan budaya penting dunia di UNESCO.  
 
Di antaranya, penataan empat gerbang sebagai penanda masuk ke destinasi wisata utama candi. Keempat gerbang itu adalah Gerbang Blondo, sebagai pintu masuk dari arah Semarang, Gerbang Palbapang dari arah Yogyakarta, Gerbang Kembanglimus dari arah Purworejo, dan terakhir Gerbang Klangon dari arah Kulonprogo. Penataan koridor utama candi terluas di dunia itu diharapkan mampu menciptakan ruang publik yang sesuai dengan karakteristik dan kearifan lokal budaya daerah. 
 
Bukan itu saja. Peningkatan kualitas jalan sejauh 63 kilometer (km) antara Sentolo hingga Borobudur dan penataan trotoar sepanjang 24,5 km di kawasan Borobudur ikut dilakukan. Ikut dibangun juga 2 jembatan pejalan kaki, yaitu Jembatan Elo Mendut dan Jembatan Kali Progo sebagai akses berjalan kaki bagi turis menuju Candi Borobudur, Mendut, dan Prambanan. Belum lagi tersedianya 5 ribu unit sarana hunian pariwisata (sarhunta) senilai Rp87,5 miliar.
 
Infrastruktur tersebut melengkapi proyek Bandara Internasional Yogyakarta di Kulonprogo sebagai penunjang destinasi superprioritas Borobudur. Bandara Kulonprogo senilai Rp12 triliun yang resmi beroperasi pada 28 Agustus 2020 dilengkapi terowongan sepanjang 1,3 km dan pengendali banjir senilai Rp1,6 triliun.
 
Semua upaya pemerintah tersebut dilakukan karena berharap agar tingkat kunjungan pelancong asing ke kawasan Borobudur tak hanya sebatas di angka 240 ribu orang seperti dicapai pada 2019. Melainkan, bukan tidak mungkin bakal naik hingga jutaan orang seperti halnya dirasakan oleh Pulau Bali selama bertahun-tahun. Tentunya, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan berbasis kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (K4) atau cleanliness, healthy, safety, and environment sustainability (CHSE).
 
 
 
 
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari