Pulihnya produksi dan penjualan industri otomotif akan membawa dampak yang luas bagi sektor industri lainnya.
Sejak beberapa tahun terakhir kontribusi sektor otomotif terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional cukup signifikan, yakni sekitar enam persen.
Sektor otomotif juga melibatkan banyak sektor pendukung, memiliki nilai tambah rata-rata mencapai Rp700 triliun dan 91,6 persen pasar otomotif di Indonesia telah dipasok oleh industri dalam negeri dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mencapai 60-70 persen.
Pandemi Covid-19 yang melanda negeri dan seluruh penjuru dunia setahun terakhir melemahkan ekonomi termasuk menyurutkan kinerja industri otomotif. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disampaikan Kepala BPS Suhariyanto, Jumat (5/2/2021), penurunan penjualan mobil dan motor dipengaruhi wabah corona sepanjang 2020 hingga kini.
Tercatat produksi penjualan mobil wholesale memang dari kuartal III ke kuartal IV 2020 naik 43,98 persen. Tetapi year on year masih turun sebesar 41,83 persen. Nasib penjualan motor lebih apes lagi. Anjlok hingga 49 persen secara akumulasi tahunan.
Kendati tumbuh positif, BPS mengungkapkan secara menyeluruh, perdagangan mobil, motor, dan reparasi kendaraan bermotor masih mengalami kontraksi sebesar 9,71 persen pada kuartal IV/2020.
Selaras dengan BPS, data Gabungan Industri Kendaraan Motor Indonesia (Gaikindo) juga mencatat, penjualan mobil selama November 2020 naik 9,8 persen menjadi 53.844 unit dibandingkan Oktober yang sekitar 49.018 unit. Namun, jika dibandingkan November 2019, penjualan mobil nasional masih anjlok 41 persen. Demikian pula sepanjang Januari--November 2020, penjualan mobil mencapai 474.908 unit, menyusut 49 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada masa pandemi Covid-19, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mendorong industri manufaktur, karena kontribusinya sektor ini ke PDB yang sebesar 19,88 persen. Industri otomotif merupakan salah satu sektor manufaktur yang paling terpukul oleh pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan pembelian dan produksi kendaraan bermotor, pemerintah memberikan insentif fiskal dengan menurunkan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (12/2/2021), menerangkan bahwa relaksasi PPnBM dapat meningkatkan daya beli dari masyarakat dan menggenjot perekonomian nasional.
Pemerintah menyiapkan stimulus berupa penurunan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan mesin di bawah 1.500 cc yaitu untuk kategori sedan dan jenis 4x2 dengan lokal konten sedikitnya 70 persen.
Pemberian insentif ini akan dilakukan secara bertahap selama sembilan bulan, di mana masing-masing tahapan akan berlangsung selama tiga bulan. Insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif akan diberikan pada Maret--Mei 2021, lalu diikuti insentif PPnBM sebesar 50 persen dari tarif pada Juni--Agustus 2021, dan insentif PPnBM 25 persen dari tarif pada September--November 2021.
Dijelaskan, besaran insentif ini akan dilakukan evaluasi setiap tiga bulan. Instrumen kebijakan akan menggunakan PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui revisi peraturan menteri keuangan (PMK), yang akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2021.
Selain itu, pemberian insentif penurunan PPnBM juga didukung dengan revisi kebijakan mengenai uang muka (DP) nol persen dan penurunan ATMR Kredit (aktiva tertimbang menurut risiko) untuk kendaraan bermotor yang masuk kategori penurunan PPnBM ini.
Menperin Agus Kartasasmita mengharapkan dengan skenario relaksasi PPnBM secara bertahap dapat menambah produksi hingga mencapai 81.752 unit. Estimasi terhadap penambahan output industri otomotif juga diperkirakan dapat menyumbangkan pemasukan negara sebesar Rp1,4 triliun.
Pulihnya produksi dan penjualan industri otomotif akan membawa dampak yang luas bagi sektor industri lainnya. Industri otomotif merupakan industri padat karya, saat ini, lebih dari 1,5 juta orang bekerja di industri otomotif ini. Mulai pelaku industri tier I hingga dealer dan bengkel tidak resmi.
Kendaraan Listrik
Perubahan PP 73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah akan memberikan angin segar bagi pengembangan kendaraan listrik. Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau BEV menjadi satu-satunya mendapatkan preferensi maksimal PPnBM 0 persen. Selain itu, usulan tarif PPnBM untuk mobil hibrida plug-in hybrid electronic vehicle (PHEV) sebesar 5 persen sejalan dengan prinsip semakin tinggi emisi CO2, maka tarif PPnBM semakin tinggi nilai PPnBM-nya.
Menurut Menperin, perubahan terhadap PP 73/2019 diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi dunia otomotif internasional, di mana kendaraan listrik terus mengalami kenaikan di Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, dapat mendorong investasi di industri kendaraan bermotor nasional, baik dari sektor hulu maupun hilir yang dapat mendorong penyerapan tenaga kerja.
Kalangan industri nasional juga optimistis dengan adanya insentif fiskal ini. Untuk itu, Gaikindo meningkatkan target penjualan mobil pada 2021 sebesar 750 ribu unit dari perkiraan penjualan mobil pada tahun lalu sebesar 525 ribu unit. Pertumbuhan ini seiring pula dengan prediksi ekonomi Indonesia yang akan berada kisaran di 3--4 persen.
Kombinasi kebijakan PEN dan penanganan pandemi Covid-19 melalui vaksinasi massal menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi tersebut.
Penulis: Kristantyo Wisnubroro
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari