Indonesia.go.id - Saat Guru Kembali Diajak Nikmati Dunia Mengajar

Saat Guru Kembali Diajak Nikmati Dunia Mengajar

  • Administrator
  • Selasa, 26 November 2019 | 01:00 WIB
PENDIDIKAN
  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kedua kanan) berbincang dengan Menko PMK Muhadjir Effendy (kedua kiri) saat upacara peringatan Hari Guru Nasional 2019 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Sebuah pidato singkat pada hari guru nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjelaskan visinya tentang Pendidikan Indonesia. Guru harus dikembalikan menjadi pengajar yang sesungguhnya.

Pada momen peringatan hari guru, kemarin, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberikan pidato singkat yang isinya banyak mengundang pujian. Nadiem bicara langsung ke pokok permasalahan.

Tanpa basa-basi dan berbunga-bunya. Intinya ia ingin menjadikan proses belajar-mengajar sebagai sesuatu yang menyenangkan. Bukan lagi sekadar ritual yang monoton. Apalagi hanya memenuhi standar administratif.

Pidato itu mengawali langkah Nadiem untuk memangkas bermacam regulasi pendidikan. Menurutnya langkah itu untuk memperbaiki tata kelola guru.

Nadiem mengaku sampai saat ini masih menyisir regulasi yang akan disederhanakan bersama Direktur Jenderal dan Staf Khusus. Dalam pidato sebelumnya, Nadiem mengatakan bahwa saat ini guru masih terbelenggu dengan sejumlah aturan administrasi.

Bagi Nadiem, ada dua poin penting yang harus dimiliki guru-guru merdeka dan guru penggerak.  Keduanya menjadi titik tolak untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia.

Guru merdeka merupakan sosok guru dan murid di sekolah atau unit pendidikan yang memiliki kebebasan berinovasi serta berkegiatan belajar mengajar yang mandiri dan kreatif. Karena itu para guru mulai melakukan perubahan dari ruang kelas. "Perubahan tidak dapat dimulai dari atas, semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambil langkah pertama," katanya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri akan membentuk guru penggerak minimal satu di setiap sekolah. Para guru harus menyadari perannya sebagai penggerak serta perlu didukung pemerintah. "Dari sisi regulasi dan birokrasi harus kita bantu. Apa saja regulasi dan kebijakan yang mungkin tidak memberikan inovasi dan ruang gerak yang baik," kata Nadiem.

Selama ini guru menghadapi sejumlah rintangan dalam menjalankan tugas membentuk generasi masa depan. Ia berpesan agar para guru menemukan bakat murid yang kurang percaya diri.

Nadiem juga menyesalkan para murid yang dipaksa memperoleh hasil ujian memuaskan. Padahal, menurutnya potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian. Ia pun menyayangkan padatnya kurikulum, sehingga menutup peluang para guru mengajak murid belajar di luar ruangan. Ia memahami, para pengajar frustrasi karena tahu bahwa kemampuan berkarya dan berkolaborasi yang menentukan kesuksesan anak, bukan menghafal.

“Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi,” kata Nadiem. Alhasil, menurutnya, para guru perlu berinovasi.

Oleh karena itu, ia mendorong para guru untuk melakukan perubahan kecil. Setidaknya ada lima pesannya. Pertama, mengajak murid berdiskusi. Kedua, memberi kesempatan murid untuk mengajar di kelas. Ketiga, mencetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Keempat, menemukan bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Kelima, menawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.

Perubahan memang merupakan hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Namun, dalam dunia pendidikan perubahan berawal dan berakhir dari guru.

Penunjukan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini merupakan langkah yang mengagetkan. Presiden Jokowi memberikan kepercayaan membenahi dunia pendidikan oleh seorang yang selama ini tidak dikenal sebagai pendidik.

Namun tampaknya keputusan itu tidak salah. Majalah TIME, misalnya, memasukkan nama Nadiem dalam 100 orang yang diperkirakan paling berpengaruh menentukan masa depan di dunia. Nadiem menjadi satu-satunya tokoh dari Indonesia yang masuk dalam daftar tersebut.

Majalah TIME menempatkan seratus tokoh muda tersebut dalam lima kategori, yakni artists (seniman), advocates (aktivis), leaders (pemimpin), phenoms (fenomenal), dan innovators (inovator). Nadiem masuk dalam kategori pemimpin dalam daftar tersebut.

Tokoh-tokoh lain yang masuk di kategori pemimpin, antara lain, Presiden Kosta Rika Carlos Alvarado Quesada, Wali Kota Iowa (AS) Pete Buttigieg, Politisi Partai Republik AS Elise Stefanik, Dubes Afghanistan untuk AS Roya Rahmani, dan Pemimpin Demonstrasi Hong Kong Edward Leung. (E-1)