Laju penularan Covid-19 masih sulit dibendung. Virus berbahaya dari keluarga corona itu terus merangsek mencari korban baru setiap harinya di seluruh dunia. Gerak penyebarannya makin sulit diduga terdeteksi. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo mengatakan, kini 70--90 persen penyandang Covid-19 adalah orang-orang tanpa gejala. Asimtomatis.
Ketiadaan gejala itu membuat Covid-19 mudah mendekati kelompok yang rentan karena usia, daya tahan tubuh yang lemah, dan sialnya sering kali berkombinasi dengan penyakit bawaan (komorbid) seperti jantung, darah tinggi, diabetes, asma, pneumonia, atau penyakit menahun lainnya. Maka, angka kematian di antara mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 4,16%. Angka ini lebih tinggi dari global rate yang hanya 3,2 persen.
Di Indonesia, di awal pekan kedua September 2020 ini, kasus positif Covid-19 sudah mendekati angka 200.000. Dengan penambahan rata-rata di atas 3.000 kasus per hari, angka kejangkitan ini akan terus meningkat dengan Jakarta sebagai episentrumnya.
Sejak 31 Agustus lalu, penambahan kasus positif di Jakarta sudah melampaui 1.000 per harinya. Positivity rate-nya 14 persen. Artinya, 14 persen dari kelompok suspek yang diperiksa terbukti positif Covid-19. Dalam panduan WHO disebutkan, jika positivity rate bisa ditekan di bawah 5%, penularan Covid-19 bisa dianggap terkendali.
Dengan 45.000 kasus, DKI Jakarta menyumbang 23,9% dari kasus positif Covid-19 di Indonesia. Jawa Timur di posisi kedua dengan 18,4%, Jawa Tengah (7,9%), Sulawesi Selatan (6,5%), Jawa Barat (6,4%), Kalimantan Selatan (4,6%), Sumatra Utara (3,9%), Bali (3,1%), Kalimantan Timur (2,6), Sumatra Selatan (2,5%), dan seterusnya.
RS Kewalahan
Secara rata-rata, 1,42% kasus telah sembuh dan ada 4,1 persen lainnya meninggal. Selebihnya 24,7% (sekitar 47,5 ribu) dalam perawatan. Bagi mereka yang mengalami serangan berat atau sedang dirawat dan diisolasi di RS rujukan. Yang hanya menunjukkan gejala ringan atau tanpa gejala boleh menjalani perawatan dan isolasi mandiri di rumah masing-masing.
Namun, dengan terus bertambahnya pasien rumah sakit di Jakarta sudah kewalahan--dan bila situasi tetap sulit dikendalikan bisa saja terjadi di daerah lain. Sampai awal September 2020, dari seluruh 67 RS rujukan di DKI Jakarta, lebih dari 70% bed di ruang isolasi (untuk pasien Covid-19) dan 77% ruang ICU telah terisi. Ambang normal 60 persen sudah terlewati.
Langkah darurat sudah dilakukan. Satgas Penanganan Covid-19 menyiapkan dua tower lagi di Kompleks Wisma Atlet Kemayoran untuk merespons situasi. Setidaknya, satu tower untuk merawat pasien Covid-16 dengan gejala sedang sampai cukup berat--yang berat hingga sangat berat tetap perlu dirawat di RS rujukan. Satu tower lain untuk isolasi pasien yang tanpa gejala. Kedua tower akan beroperasi pekan kedua September ini.
Klaster Penularan
Sumber penularan Covid-19 adalah kontak antarmanusia. Dari kontak itu koloni virus menular dari satu orang ke yang lain, dalam bentuk mikro droplet yang keluar bersama ludah saat orang bicara, batuk, atau bersin. Aplikasi R.Pubs.com yang banyak digunakan oleh pemerhati mobilitas masyarakat secara global menunjukkan, korelasi yang sangat signifikan antara mobilitas orang dan penularan Covid-19. Monitoringnya berbasis pada aktivitas gawai di jalanan.
Dari aplikasi tersebut tampak bahwa di Jakarta pada Agustus lalu mobilitas warga naik 20 persen dibanding saat awal pandemi mulai bergulir pada Februari silam. Di Kuala Lumpur mobilitas warga terjaga di bawah garis normal meski status lockdown sudah berlalu. Hasilnya, penularan terkendali. Gambaran serupa juga terlihat pada beberapa kota di Australia serta Eropa, seperti Paris dan London.
Namun, sungguh sulit mencegah mobilitas orang di kota-kota besar di Indonesia, di mana lebih dari 50 persen warganya bekerja di sektor usaha kecil dan mikro yang menuntut mereka keluar rumah hampir setiap hari. Sebagian lainnya juga harus menghidupkan mesin ekonomi di sektor industri, pariwisata, perdangan, jasa logistik, transportasi, atau pelayanan pemerintahan, yang semua dituntut bekerja di luar rumah. Mau tidak mau mobilitas warga pun tinggi.
Jakarta menjadi pusat mobilitas itu. Dengan warganya yang sudah di atas sepuluh juta jiwa dan ditambah wilayah pendukungnya Bogor-Depok-Bekasi-Tangerang, seluruhnya 28 juta jiwa. Tak pelak, mobilitas massal terjadi setiap hari.
Maka, banyak tempat bisa menjadi klaster penularan. Mulai dari angkot, bus, kereta komuter, stasiun halte, pasar, warung makan, kafe, mal, bahkan rumah sakit dan klinik bisa menjadi titik penularan. Dari situ kemudian memunculkan klaster RT/RW dan keluarga.
Titik mana yang harus diprioritaskan? Sulit menentukan, karena semuanya kait-mengait. Satgas Covid-19 mengatakan, 62% penyandang Covid-19 adalah pengguna transportasi umum. Karenanya satgas meminta agar kebijakan ganjil-genap lalu lintas mobil di DKI direlaksasi karena akan mendorong pertambahan pemakai kendaraan umum yang berarti meningkatkan risiko.
Namun, ganjil genap hanya satu soal. Penularan dari karantina mandiri juga tak bisa diabaikan. Gubernur DKI Anies Baswedan melarang adanya karantina mandiri seraya menyiapkan sejumlah tempat untuk karantina massal. Antara lain, dengan memanfaatkan bangunan gedung olahraga (GOR) yang selama pandemi banyak menganggur. GOR ada di hampir setiap kecamatan.
Penentu Hasil
Berbagai kebijakan kesehatan dapat dilakukan, oleh pusat maupun pemerintah daerah, namun pada akhirnya warga sendiri dan komunitas masing-masing yang menentukan hasilnya. Local genius yang diperlukan ialah mobilitas warga yang optimal, yakni produktivitas ekonomi yang maksimal dengan risiko paparan yang minimal. Tidak mungkin seluruh langkahnya itu diatur oleh perda, perbup, perwali, pergub, permen, atau perpres.
Local wisdom yang selama ini dikenal luas adalah menghargai satu satu lain. Memastikan diri tak menulari orang lain, dan tidak pula tertular. Kalau tak ada perlunya, buat apa keluar rumah? Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak (3-M) adalah cara mujarab untuk kapan pun dan di mana pun, di angkot, kereta, stasiun, pasar, warung, mal, perkantoran dan di mana saja. Bisa sederhana, tak perlu dibuat rumit.
Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur bahasa: Ratna Nuraini