Indonesia.go.id - Saat Genderang Perang Ditabuh Lebih Kencang

Saat Genderang Perang Ditabuh Lebih Kencang

  • Administrator
  • Minggu, 13 September 2020 | 00:32 WIB
PANDEMI COVID-19
  Petugas memakamkan jenazah COVID-19, di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Laju infeksi Covid-19 di tanah air belum bisa dibendung. Angka kematian pun terus bergerak naik. Presiden Jokowi bergegas memerintahkan perombakan prosedur dan kebijakan penanganan wabah.

‘September ceria’ agaknya tidak terjadi pada 2020. Sejak menjejak awal bulan, yang berhembus justru kabar yang tidak menggembirakan. Adalah salah satunya Profesor Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, yang menyampaikan betapa terjadi kenaikan kasus kematian pasien Covid-19 dalam sepekan terakhir, atau selama periode 22-30 Agustus.

Dibanding dengan pekan sebelumnya, Profesor Wiku mengatakan, ada kenaikan hingga 24,4 persen secara nasional. Dalam keterangan pers dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (1/9/2020), dia memaparkan, ada lima provinsi dengan kenaikan angka kematian tertinggi.

Persentase angka kematian Covid-19 nasional sebesar 4,23 persen. Dan itu diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah pasien positif dengan pasien yang meninggal dunia.

Peningkatan angka kematian bukan satu-satunya masalah kesehatan dalam kaitannya dengan wabah yang akhirnya berjangkit di Indonesia sejak awal Maret 2020.

Laju penularan yang belum juga bisa dikendalikan juga memicu keprihatinan banyak pihak di Tanah Air, terutama pemerintah. Itulah sebabnya, mengawali pekan ini, Presiden Joko Widodo menegaskan, pemerintah terus melakukan upaya maksimal dalam rangka penanganan pandemik Covid-19 di Indonesia.

Bahkan pemerintah, dia mengungkapkan, akan melakukan perombakan terkait prosedur penanganan pandemi. “Semua harus dilakukan dengan cara yang cepat, dengan prosedur yang sederhana atau shortcut. Semua ini demi keselamatan masyarakat,” katanya.

Itulah sebabnya, Presiden mengatakan, pemangkasan dan penyederhanaan pun perlu segera dilakukan terhadap beragam prosedur atau kebijakan yang sifatnya masih berbelit-belit.

“Prosedur yang berbelit-belit, yang kita buat sendiri, yang memang sudah waktunya untuk kita rombak,” kata Jokowi, saat memberikan sambutan dalam acara Kick Off Meeting Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam Pandemik Covid-19 yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI.

Pandemi Covid-19, menurut Presiden, juga memaksa pemerintah pusat hingga daerah, termasuk TNI-Polri, untuk bisa bekerja lebih keras lagi. Dia mencontohkan, pemerintah harus bergerak sangat cepat untuk mengevakuasi WNI dari wilayah pandemi, termasuk menyiapkan rumah sakit, rumah isolasi, alat-alat kesehatan, dan obat-obatan dalam waktu singkat.

Per 10 September, data yang diberikan Komite Covid-19 menunjukkan ada pertambahan sebanyak 3.861 kasus baru, sehingga total kasus yang ada 207.203, dengan jumlah kesembuhan bertambah 2.310 menjadi 147.510 dan pasien meninggal bertambah 120 menjadi 8.456.

Sedangkan jumlah spesimen yang diperiksa tercatat sebanyak 34.909 dan jumlah pasien suspek tercatat 95.501 kasus. Sebelumnya pada Rabu (9/9/2020), jumlah kasus positif corona tercatat 203.342 kasus, sembuh 145.200, dan meninggal 8.336 kasus.

 

PSBB Total

Sebagai respons atas komitmen kuat pemerintah pusat dalam meredam dampak pandemi Covid-19, sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi, pada Rabu (9/9/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menyampaikan strategi penanganan Covid-19 di wilayahnya, menyusul berakhirnya perpanjangan kelima PSBB transisi di ibu kota, pada 9 September.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total pun menjadi pilihan untuk menangkis serangan virus SARS COV-2. "Dalam rapat tadi sore disimpulkan kita akan menarik rem darurat. Seperti masa awal pandemi. Bukan PSBB transisi, tapi PSBB sebagai mana masa dulu," ujar dia, dalam konferensi pers yang digelar secara daring, ketika itu.

Penerapan PSBB total memang merujuk pada kondisi perkembangan Covid-19 di Jakarta yang semakin mengkhawatirkan. Yakni, angka kematian yang semakin tinggi, rasio kasus positif atau positivity rate mencapai 13,2 persen dalam sepekan, atau 6,9 persen sejak awal pandemi.

Dikutip dari situs corona.jakarta.go.id, jumlah kasus positif per Selasa (8/9/2020) di Jakarta mencapai 48.811 kasus, dengan 1.330 orang di antaranya meninggal dan 36.451 sembuh (74,7 persen).

Angka kasus corona yang seolah makin tak terkendali itu kontan memunculkan kekhawatiran terkait daya tampung rumah sakit (RS). Bahkan Gubernur Anies memiliki prediksi, peningkatan kasus corona di DKI bakal membuat RS penuh pada 17 September.

Diketahui, jumlah tempat tidur (bed) RS di DKI Jakarta mencapai 4.053 unit. Dan hingga kini, setidaknya tercatat keterisian tempat tidur di rumah sakit di DKI telah mencapai 77 persen.

Dengan skenario penambahan kapasitas tampung RS, Anies tetap memproyeksikan adanya keterbatasan kemampuan tampung rumah sakit-rumah sakit itu.

 

Usaha Tetap Jalan

Bertolak dari proyeksi itu, usai menggelar rapat dengan para pihak terkait, Anies memutuskan menarik rem darurat dengan memberlakukan kembali PSBB total. Rencananya, PSBB total itu berlaku efektif mulai 14 September.

Sejumlah konsekuensi pembatasan akan mengiringi penerapan PSBB total. Antara lain, pertama, pembatasan aktivitas perkantoran di mana hal itu didasarkan pada sejumlah fakta bahwa klaster Covid-19 muncul di puluhan perkantoran.

"Jadi prinsipnya mulai Senin, 14 September, bukan kegiatan usaha yang berhenti, tapi bekerja di kantor yang ditiadakan. Kegiatan usaha jalan terus, kegiatan kantor jalan terus, tapi perkantoran di gedungnya yang tidak diizinkan beroperasi," lanjut dia.

Kedua, pembatasan bidang usaha, terutama yang nonesensial. Izin operasional hanya diberikan pada 11 bidang dengan cara yang minimal. Berdasarkan Pergub 33 tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB, 11 sektor itu adalah kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu dan kebutuhan sehari-hari.

"Sedangkan izin operasi pada bidang nonesensial yang dulu mendapatkan izin, akan dievaluasi ulang untuk memastikan pengendalian pergerakan kegiatan baik kegiatan usaha maupun sosial tidak menyebabkan penularan," lanjut Anies.

Ketiga, pembatasan atas lalu lintas dan pergerakan transportasi umum, diiringi dengan pencabutan penerapan ganjil-genap. "Transportasi umum akan dibatasi ketat, ganjil-genap untuk sementara ditiadakan," ujar Anies.

Keempat, pembatasan tempat hiburan, rekreasi, dan restoran yang berwujud penutupan total tempat hiburan. Sedangkan kafe dan restoran hanya diizinkan melayani pesan antar, bukan makan di tempat.

"Seluruh tempat hiburan akan ditutup. Kegiatan yang dikelola DKI, seperti Ragunan, Monas, Ancol, dan Taman Kota ditutup," imbuh Anies.

Kelima, pemberlakuan kegiatan belajar-mengajar di rumah seperti sebelumnya. Sejauh ini, meski sudah PSBB Transisi, DKI masih belum mengizinkan sekolah beroperasi normal. Keenam, pembatasan operasional tempat ibadah yang menerima banyak jemaah atau rumah ibadah raya.

"Artinya rumah ibadah raya yang jemaah datang dari mana, bukan dari lokasi setempat, seperti masjid raya tidak dibolehkan dibuka. Harus tutup," ujarnya.

Kebijakan yang dibuat pucuk pimpinan negeri sudah barang tentu harus mendapat dukungan dari seluruh pihak, khususnya aparatur di seluruh daerah.

Oleh karenanya, saat genderang perang ditabuh Presiden Jokowi lebih kencang, daerah pun harus menyiapkan amunisi untuk menyerang virus yang konon kian garang. Harapannya, pelbagai upaya itu tidak sia-sia, dan wabah pandemi ini segera melandai. Semoga.

 

 

 

Penulis: Ratna Nuraini
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari

Berita Populer