Yang kecil itu lincah dan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan situasi. Maka, di tengah situasi pandemi yang membelit perekonomian negeri, ada saja cerita sukses pelaku usaha dari klaster usaha kecil dan mikro (UKM). Banyak inovasi dilakukan agar usahanya survive. Kiat inovasinya adalah menggunakan medium penjualan online pada sejumlah platform yang tersedia, media sosial ataupun e-commerce.
Hasilnya tidak main-main. Dalam dua kuartal, yakni sejak April hingga September 2020, angka penjualan UKM melalui jalur elektronik itu melompat 400 persen. Nilai perdagangan online pada September empat kali lipat dari April 2020.
Situasi pandemi masih menyisakan ruang harapan bagi mereka yang berani berinovasi, kreatif, serta jeli memanfaatkan celah pasar. Sebut saja Shafa, seorang mahasiswa asal ITS, yang bersama ketiga temannya mengkreasikan bisnis eceran daging impor. Di sela-sela kegiatan akademisnya, Shafa dan kawan-kawan menjual daging impor asal Australia secara daring.
“Saya menggunakan medium platform digital yang ada saja. Alhamdulillah sudah dua bulan ini berjalan lancar. Minimal penjualan kami bisa di atas Rp1,5 juta per hari,” ujar Shafa, Minggu (4/10/2020).
Ide pendirian usaha daging impor itu, ia menjelaskan, sangat sederhana. “Kami fatique dengan kondisi ini. Dari hasil bincang-bincang, kami akhirnya menemukan ide untuk berjualan daging impor tersebut. Ceruk pasarnya ada saja. Memang pasar sempit, namun Alhamdulillah, ada saja terutama konsumen kelas atas, restoran, dan sebagainya,” ujarnya.
Cerita di atas hanyalah salah satu contoh, banyak pelaku usaha baik kelas terbawah, sektor UKM maupun kelas pengusaha besar yang kini harus pandai-pandai menemukan cara untuk bertahan di tengah krisis yang skalanya mendunia ini. Salah satu inovasi di tengah krisis ini ialah memaksimalkan platform digital.
Namun, apakah penggunaan platform digital sudah optimal? Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), baru 14,6 persen atau sekitar 9,4 juta UKM yang masuk ke ekosistem digital per Juli lalu. Ada puluhan juta lainnya yang belum ikut memanfaatkannya. Di satu sisi, pemerintah juga mencatat bahwa tingkat keberhasilan UKM dalam menjual produknya di platform digital ternyata hanya sekitar lima persen.
Minim Edukasi
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pun mengakui realitas itu. Itu karena, menurut dia, minimnya edukasi penjualan produk online. “Jika kondisi tersebut tidak ditanggulangi, maka sulit untuk memulihkan bisnis UMKM di tengah pandemi corona,” tuturnya.
Di sisi lain, sebanyak 60 persen UMKM terpukul pagebluk Covid-19. "Kondisi ini cukup berat dan perlu ada upaya-upaya untuk terus mengedukasi para pelaku UMKM," kata Teten.
M Neil El Himam, Direktur Aplikasi dan Ekonomi Digital, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengemukakan bahwa kendala sektor ekonomi kreatif yang kebanyakan berskala UMKM ialah soal pemasaran. Banyak yang kesulitan membuka pintu pemasaran meskipun telah memasuki jalur online. Maka, meskipun 17 sub sektor di ekonomi kreatif sudah beralih ke platform digital, hanya sembilan persen pelaku usaha di sektor itu yang bisa memanfaatkan platform digital secara optimal.
Satu survei yang pernah Kementerian Parekraf mengungkapkan sektor UMKM menghadapi beberapa kendala dalam menggunakan teknologi digital. Kendala itu antara lain tak dapat menggunakan internet (34 persen), kurangnya pengetahuan menjalankan usaha online (23,8 persen), pegawai tidak siap (19,9 persen), infrastruktur belum layak (18,4 persen), dana kurang memadai (9,7 persen), dan banyaknya pesaing (3,4 persen).
Survei itu dilakukan terhadap 206 responden UMKM di lima kategori usaha. Mereka berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebagian besar UKM ini memiliki skala usaha mikro dengan omzet di bawah Rp300 juta per tahun. Hasil survei juga menunjukkan bahwa 82,9 persen UMKM terpukul pandemi virus corona. Hanya, 5,9 persen yang penjualannya positif selama krisis kesehatan saat ini.
International Telecommunication Union (ITU) pun mengakui terjadinya booming penggunaan peranti digital di tengah wabah pandemi Covid-1. Menurut lembaga itu, selama pandemi, teknologi digital telah menjadi pendorong konektivitas penting yang menfasilitasi kelangsungan kehidupan sehari-hari dan menghubungkan orang lebih banyak dari sebelumnya.
Situasi itu didorong oleh kebijakan sebagian negara yang meminta warganya untuk tinggal di rumah. Maka, masyarakat beralih mengoptimalkan peranti mereka sebagai saluran kehidupan dan alat untuk menggantikan aktivitas tatap muka mereka.
Itupun menekankan pentingnya solusi jangka panjang menjawab tantangan saat ini. Di antaranya, pentingnya infrastruktur digital selain terus memberikan edukasi penggunaan platform tersebut.
Pemerintah pun sangat menyadari adanya permasalahan tersebut. Pelaku kelas UMKM terus digenjot agar melek menggunakan platform digital. Inisiasi sebagai bentuk perhatian Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) adalah dengan memberikan pelatihan kepada 2.500 pelaku usaha UMKM di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Kenapa menyasar wilayah 3T? Bisa jadi karena pelaku usaha di wilayah itulah yang dinilai yang masih tertinggal dalam literasi penggunaan platform digital, dibandingkan saudaranya yang sudah berhasil merambah layanan digital seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.
Program digelar sejak awal Oktober hingga 12 Desember. “Itu untuk memperluas akses pemberdayaan adil dan merata," kata Menteri Kominfo Johnny G Plate dalam acara bertajuk “Peluncuran Pelatihan Digital UMKM Indonesia”, Senin (5/10/2020).
Johnny mengatakan, program itu terbagi menjadi tiga segmen. Untuk pengusaha pemula, akan berfokus mematangkan pemahaman dan bisnis supaya dapat masuk ke ekosistem digital. Sedangkan pelaku usaha yang sudah lama berjualan online, akan mendapatkan bimbingan dalam mengembangkan usaha.
Pelatihan menggunakan 60 modul dan dilakukan secara online. Ada 6.500 UMKM yang mendaftar pada gelombang pertama, sementara daya tampungnya hanya 2.500. Selain 3T, pemerintah menyasar UMKM di daerah pariwisata super prioritas. Ada lima wilayah yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Selain pelatihan, Kementerian Kominfo menambah kapasitas jaringan di wilayah 3T. Kementerian mencatat, ada 12.548 desa di tanah air yang belum mendapatkan akses internet generasi keempat (4G). Mayoritas atau 9.113 di antaranya berada di daerah 3T.
Pelbagai pelatihan itu merupakan bentuk pemberdayaan yang adil dan merata bagi masyarakat. Pemerintah bahkan menargetkan semua desa itu bisa mendapatkan akses 4G pada 2022. Sebuah mimpi yang patut didukung sehingga pelaku UMKM dapat memanfaatkan platform digital bisa lebih optimal lagi.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Reedaktur Bahasa: Ratna Nuraini