Indonesia.go.id - Pasar Mulai Pulih, Ekspor Sawit pun Diusung Tinggi

Pasar Mulai Pulih, Ekspor Sawit pun Diusung Tinggi

  • Administrator
  • Sabtu, 13 Februari 2021 | 13:10 WIB
KOMODITAS
  Lahan pertanian sawit di Aceh. Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinas

Jika pasar segera pulih, permintaan ekspor sawit bisa lebih baik meski tidak setinggi sebelum pandemi.

 

Kinerja ekspor komoditas sawit diyakini berangsur pulih tahun ini. Tren ini juga terlihat dari harga komoditas yang semakin berkilau seiring dengan naiknya permintaan dari sejumlah pasar tradisional sehingga pelakunya berani memasang target ekspor tahun ini sebesar 37,5 juta ton.

Target yang ditetapkan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), lebih tinggi dari realisasi ekspor sepanjang 2019 yang berjumlah 37,38 juta ton. Adapun, volume ekspor pada tahun lalu tercatat turun 9,04 persen, dari 37,38 juta ton pada 2019 menjadi 34,0 juta ton.

Meski volume ekspor turun, dari sisi nilai ekspor pada 2020 berhasil terkerek dari USD20,22 miliar pada 2019 menjadi USD22,9 miliar akibat perbaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada semester II/2020.

Tren membaiknya harga komoditas juga terkonfirmasi dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis belum lama ini. Menurut lembaga itu, harga komoditas pangan termasuk minyak kelapa sawit di pasar internasional pada triwulan 4-2020 mengalami peningkatan baik secara (q-to-q) maupun (y-on-y).

Optimisme tentang terus membaiknya harga komoditas, meski dunia masih didera pandemi, juga diungkapkan Ketua Umum Gapki Joko Supriyono. Namun dia juga mengingatkan, kinerja ekspor akan sangat bergantung pada keberhasilan vaksinasi di berbagai negara.

Jika vaksin berhasil menjangkau wilayah yang luas dan mampu mengerek permintaan, terdapat peluang kinerja ekspor bakal lebih baik. “Jika pasar segera pulih, permintaan bisa lebih baik meski tidak setinggi sebelum pandemi. Tetapi, bisa lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu,” katanya dalam siaran persnya, Kamis (4/2/2021).

Lahirnya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menjadi amunisi bagi pelaku usaha di sektor itu untuk lebih menggenjot kinerjanya. Namun hampir sama dengan lapangan usaha lainnya, penyusunan regulasi pelaksana yang kini masih disusun masih menjadi pertanyaan selanjutnya.

Bagi Gapki, implementasi dari aturan itu diharapkan sejalan dengan semangat yang diusung sepanjang masa penyusunan. “Jangan sampai implementasinya tidak sesuai semangat yang diusung, yakni untuk mendorong investasi dan mempermudah usaha. Yang kami perlukan adalah kepastian hukum,” ujarnya.

Dalam konteks komoditas produk CPO, terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dinilai akan memainkan peran dalam keberterimaan sawit sebagai produk yang berkelanjutan.

“Saya dengar informasinya draf penguatan ISPO di supply chain sudah jadi. Kami harap tahun ini sudah bisa diimplementasikan. Jadi status sustainable tidak berhenti di CPO, melainkan mencakup prosesnya juga, yang banyak menyangkut sisi hilirnya,” tuturnya.

Isu mengenai keberlanjutan ini pun kembali mengemuka dalam forum Asean-EU Joint Working Group on Palm Oil. Joko mengatakan, negara-negara Asean yang memproduksi minyak sawit dan negara-negara Uni Eropa sepakat untuk mengacu pada standar keberlanjutan yang tertuang dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs).

 

Peremajaan Sawit

Isu lain yang tak kalah penting adalah soal program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang ditargetkan pemerintah menjangkau perkebunan sawit seluas 180.000 hektare (ha) per tahun.

Pemerintah pun telah memberikan jaminannya. Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tetap berkomitmen untuk mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional.

Dukungan itu tecermin melalui keputusan Rapat Koordinasi Komite Pengarah BPDPKS pada 22 Januari 2021 yang telah menyetujui usulan alokasi anggaran BPDPKS tahun 2021.

“Dukungan yang utama adalah pemenuhan target peremajaan sawit rakyat pada tahun 2021 seluas 180.000 hektare dengan alokasi dana sebesar Rp5,567 triliun,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat memimpin rakor itu, Jumat (22/1/2021).

Untuk mencapai target tersebut, BPDPKS bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit akan menyusun mekanisme peremajaan sawit rakyat yang lebih efektif dan efisien.

Meskipun sudah ada komitmen dari pemerintah, Joko Supriyanto tetap mengingatkan sehingga produktivitas sawit nasional tetap terjaga. Adapun, produksi sawit diperkirakan naik pada 2021. Itu didukung oleh kondisi pemupukan dan cuaca sepanjang 2020. Gapki memperkirakan produksi mampu mencapai 53,93 juta ton, lebih tinggi dari realisasi tahun lalu sebanyak 51,62 juta ton.

Berkaitan dengan target yang telah ditetapkan, Gapki sebagai organisasi yang membawahi pelaku di sektor sawit mengingatkan ekspor ke sejumlah destinasi utama diperkirakan menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya ke pasar India, negara itu berpotensi mengenakan kenaikan bea masuk CPO.

Begitu juga dengan rencana naiknya importasi kedelai oleh Tiongkok. “Ekspor ke Tiongkok barangkali akan berada di kisaran 5 sampai 6 juta ton. Ketika impor kedelai naik seiring pemulihan peternakan babi di sana, crushing untuk minyak kedelai otomatis naik dan ini berpengaruh ke permintaan minyak sawit,” kata Joko.

Terlepas dari hambatan yang terjadi di dua pasar utama, pelaku usaha memang sebaiknya melakukan diversifikasi pasar. Yang cukup membanggakan, pasar ekspor sawit Indonesia setidaknya telah menjangkau 174 negara.

Sekitar 80% serapan masih berasal dari sejumlah negara tujuan utama. Sayangnya, data menunjukkan rata-rata ekspor ke negara dan kawasan tujuan utama mengalami penurunan, misalnya ke Tiongkok yang turun 24 persen, Bangladesh 23 persen, Uni Eropa 12 persen, Timur Tengah 11 persen, dan Afrika 8 persen.

Sementara itu, kondisi pasar yang lebih dinamis pada 2021 diperkirakan akan membawa harga minyak sawit berada di level USD850—USD900 per ton. Dinamika permintaan di destinasi utama serta kondisi pasokan minyak nabati bakal menjadi faktor pergerakan harga.

Benar, pergerakan harga yang sangat rentan di tengah wabah pandemi harus membuat pemerintah dan pelaku usaha untuk bersama-sama bisa memetakan pasar CPO, termasuk menilai negara-negara yang pulih dengan signifikan pascapandemi Covid-19 untuk segera disasar.

Dengan strategi yang jitu, pemetaan dan perkiraan mengenai peningkatan ekspor serta produk yang paling menjanjikan untuk dijual ke negara tersebut serta tren pasar negaranya, maka kinerja ekspor komoditas itu tetap moncer untuk 2021.

 

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari