Pertemuan SOM G20 kebudayaan fokus membahas peran budaya dalam mempromosikan kehidupan berkelanjutan.
Sebagai rangkaian dari Presidensi G20 Indonesia 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada September 2022, akan memimpin Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20 (G20 Culture Ministers’ Meeting/CMM). Sebagai awal rangkaian kegiatan G20 Bidang Kebudayaan menuju G20 CMM, Kemendikbudristek menggelar 1st Senior Officials Meeting (SOM) G20, pada Jumat (22/4/2022).
Pertemuan tersebut akan diikuti oleh para delegasi anggota G20, negara undangan khusus, dan organisasi internasional secara daring. Rangkaian kegiatan G20 Bidang Kebudayaan mengangkat tema “Kebudayaan untuk Hidup yang Berkelanjutan”.
Dalam kaitan tema SOM G20 itu, Kemendikbudristek dalam hal ini melakukan refleksi tentang situasi pascapandemi. "Pandemi telah mengungkapkan kerentanan laten dalam gaya hidup modern kita. Kita tidak lagi berbicara tentang kemiskinan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, tetapi tentang kelangsungan hidup manusia sebagai spesies. Untuk pulih bersama, dan pulih lebih kuat, kita membutuhkan gaya hidup baru yang lebih berkelanjutan," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, Jumat (22/4/2022).
Ada dua tujuan utama Kemendikbudristek sebagai pengampu G20 Bidang Kebudayaan. Pertama, untuk membangun konsensus global untuk normal baru yang berkelanjutan; dan kedua, menginisiasi agenda pemulihan global melalui pembentukan jaringan aksi bersama di bidang kebudayaan.
Pertemuan perdana SOM G20 Bidang Kebudayaan itu akan fokus membahas peran budaya dalam mempromosikan kehidupan yang berkelanjutan. Pertemuan kali ini akan mengeksplorasi kemungkinan normal baru, yaitu transisi menuju kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada keadilan sosial-ekologis berdasarkan keragaman sumber daya budaya.
Lima Agenda
Dirjen Hilmar Farid menyebutkan, akan ada lima isu utama yang dibahas dalam pertemuan ini. Pertama, mengenai peran budaya sebagai pendorong kehidupan berkelanjutan. Kedua, tentang dampak ekonomi, lingkungan dan sosial dari kebijakan berbasis budaya. Ketiga, tentang cultural commoning (pengelolaan bersama atas sumber daya budaya) yang mempromosikan gaya hidup berkelanjutan di tingkat lokal.
Keempat, akses yang berkeadilan untuk peluang ekonomi budaya. Kelima, mobilisasi sumber daya internasional yang untuk mengarusutamakan pemulihan berkelanjutan dengan menginisiasi suatu mekanisme pendanaan untuk pemulihan seni dan budaya yang sangat terpukul selama pandemi.
Satu hal, Hilmar Farid menjelaskan bahwa dalam mempromosikan gaya hidup baru ini, budaya memainkan peran penting khususnya menawarkan jalan kebudayaan sebagai solusi pascapandemi. Inilah jalan kebudayaan yang ditawarkan Presidensi Indonesia di G20 tahun ini.
"Berbagai pengetahuan, institusi, ekspresi budaya, dan praktik yang kita warisi telah melewati ujian waktu sehingga terus dibawa ke zaman modern. Jika berbagai sumber budaya ini dikonsolidasikan, kita akan memiliki sarana untuk menciptakan gaya hidup yang lebih berkelanjutan," tutur doktor ilmu sejarah tersebut.
Puncak dari G20 Bidang Kebudayaan adalah CMM yang diselenggarakan di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 12 dan 13 September 2022. Pada pertemuan para Menteri Kebudayaan ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemenristekdikbud akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan, antara lain kirab budaya, rapat raksasa, konser G20, dan ruwatan bumi.
Kirab budaya dan rapat raksasa rencananya akan dihadiri oleh tidak kurang dari 2.000 pelaku budaya, masyarakat adat, dan komunitas budaya. Sedangkan konser G20 akan melibatkan kolaborasi musisi dari negara-negara G20. Selain itu, Ruwatan Nusantara, Student Festival, Indonesia Bertutur, Konferensi Internasional Kebudayaan Indonesia, dan beragam kegiatan lainnya akan diselenggarakan untuk menyukseskan G20 Bidang Kebudayaan.
Semarak kegiatan G20 Kebudayaan itu menandakan Indonesia mendorong kehidupan keragaman dan perilaku budaya Nusantara sebagi jalan keluar dari krisis yang terjadi akibat pandemi maupun kerusakan ekologi sebagai dampak eksploitasi sumber daya alam.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari