Demi mengatasi kesenjangan pembiayaan prevention, preparedness, dan respons (PPR) pandemi perlu ada mekanisme pembiayaan multilateral yang baru.
Pematangan sejumlah isu penting menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) Presidensi G20 Indonesia di Bali pada November mendatang semakin menemukan bentuknya. Sebelum menuju KTT di November, para menteri keuangan dan kesehatan G20 belum lama ini telah membahas sumber keuangan dan pemanfaatan dana darurat kesehatan sebagai bagian dari penyediaan pendanaan penanganan pengendalian dan dampak dari pandemi Covid-19.
Materi isu itu dibahas di pertemuan pertama Menteri Kesehatan Negara Anggota G20 (The 1st G20 Health Ministers Meeting) di Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 20 Juni 2022. Pertemuan itu sukses dilaksanakan secara hibrida dan dihadiri menteri kesehatan dari negara-negara anggota G20 serta undangan khusus, seperti Direktur Jenderal WHO, CEO CEPI, Sekjen OECD, serta Direktur Eksekutif Global Fund dan GISAID.
Bersamaan dengan pertemuan The 1st Health Ministers Meeting (HMM) itu juga dilaksanakan Joint Finance and Health Ministers Meeting (JFHMM). Kedua pertemuan yang melibatkan menteri kesehatan dan menteri keuangan G20 itu digelar 20 Juni--22 Juni 2022.
Khusus the 1st JFHMM, pertemuan itu merupakan yang pertama digelar antara Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan G20 serta WHO dan Bank Dunia. Dalam pertemuan didiskusikan lebih lanjut soal pembiayaan untuk prevention, preparedness, dan respons (PPR) yang lebih memadai, lebih berkelanjutan, dan terkoordinasi dengan lebih baik melalui pembentukan lembaga perantara keuangan atau financial intermediary fund (FIF).
Dihadiri oleh anggota G20, undangan, dan organisasi internasional, pertemuan JFHMM bertujuan untuk meminta bimbingan dari Menteri Keuangan dan Kesehatan G20 tentang beberapa kemajuan yang dicapai oleh Joint Finance and Health Task Force (JFHTF), antara lain: i) FIF untuk Kesiapsiagaan, Pencegahan, dan Penanggulangan Pandemi (PPR); dan ii) Mengembangkan pengaturan koordinasi keuangan dan kesehatan untuk kesiapsiagaan, pencegahan, dan penanggulangan pandemi (PPR).
Apa saja yang dibahas dari pertemuan JFHMM? Pertemuan JFHMM itu menjadi dasar pembahasan pada pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG) bulan depan dan akan ditindaklanjuti pada pertemuan JFHTF berikutnya.
Bila mengacu pada pertemuan sebelumnya, terutama pertemuan Pemimpin G20 pada Oktober 2021, mereka telah sepakat bahwa pembiayaan untuk PPR pandemi harus memadai, lebih berkelanjutan, dan terkoordinasi dengan lebih baik dengan menjajaki mekanisme pembiayaan baru.
Sebagaimana diamanatkan oleh Pemimpin G20 tersebut, JFHTF melapor ke JFHMM ke-1 di bawah Kepresidenan G20 Indonesia. Platform koordinasi keuangan dan kesehatan untuk pembiayaan PPR pandemi (platform koordinasi) dapat melayani tujuan ini dan memberikan wawasan berharga tentang alokasi sumber daya pembiayaan yang optimal untuk PPR pandemi.
Pada pertemuan JFHMM, para Menteri Keuangan dan Kesehatan G20 menyatakan dukungan untuk model kolaborasi G20 yang berdiri dan terukur, yang dapat diperluas secara bertahap, dan selektif di luar keanggotaan G20.
Mengenai mekanisme pembiayaan baru, sebagian besar menteri keuangan dan kesehatan menyepakati perlunya mekanisme pembiayaan multilateral baru yang didedikasikan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan PPR pandemi. Anggota menyambut baik kemajuan baru-baru ini dalam membentuk FIF yang ditempatkan di Bank Dunia dan akan terus membahas tata kelola dan pengaturan operasional FIF menjelang KTT G20 pada November 2022.
Harapannya, Pemimpin G20 mendukung pembentukan FIF di KTT tersebut. Inisiasi pembentukan FIF itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia sebagai Presidensi G20 memprioritaskan agenda sektor kesehatan global.
Dalam konteks ini, Indonesia sebagai Presidensi G20 berkomitmen untuk memberikan deliverables konkret yang mendukung dan berkontribusi terhadap proposal pembentukan FIF. Menteri Sri Mulyani Indrawati, dalam sambutannya, berkata, “Saya senang mengumumkan komitmen hampir USD1,1 miliar telah diamankan untuk FIF untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan tanggap pandemi,” ujarnya.
Menteri Mulyani juga mengingatkan tentang semangat inklusivitas dalam penanganan pandemi global. “Yang paling penting adalah inklusivitas agar upaya kita bersinergi antara kementerian keuangan dan kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Hanya dengan begitu, kita dapat secara efektif siap untuk mengatasi pandemi global berikutnya bersama-sama,” kata Menteri Mulyani.
Pada kesempatan itu, Menteri Mulyani juga mengapresiasi peran sentral WHO dalam memerangi pandemi dan pentingnya memasukkan suara negara-negara berkembang dalam pengaturan kelembagaan tersebut untuk menciptakan sistem yang paling efektif bagi pencegahan dan tanggap pandemi.
Berkaitan keberhasilan adanya komitmen pendanaan FIF sebesar USD1,1 miliar, seperti disampaikan Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani, perincian di antaranya adalah Amerika Serikat (USD450 juta), Uni Eropa (USD450 juta), Jerman (50 juta Euro), Indonesia (USD50 juta), Singapura (USD10 juta) dan Wellcome Trust (10 juta Poundsterling). Jumlah ini diharapkan akan terus bertambah seiring dengan tuntasnya pertemuan JFHMM di Yogyakarta.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pembentukan FIF merupakan upaya memobilisasi sumber pembiayaan dan kebutuhan lainnya melalui mekanisme yang lebih permanen. FIF digagas untuk memperkuat peran The Access to Covid-19 Tools Accelerator (ACT-A) yang saat ini menjadi akses keuangan sejumlah negara dalam upaya pengendalian pandemi, tapi masih bersifat adhoc.
“Yang jelas, saya ingin ucapkan terima kasih kepada Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, para menteri keuangan G20. Akhirnya, kami berhasil meresmikan sumber dana FIF tersebut," katanya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari