“Dana yang terkumpul tersebut disupport 20 donor negara dan tiga filantropi. Memang saya menjanjikan untuk bisa mendapatkan komitmen sebesar itu. Nanti ini yang akan kita bawa ke Leader Submit menjadi dana pandemi,” kata Kunta.
Jakarta, InfoPublik - Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kunta Wibawa Dasa Nugraha menjelaskan pada 2nd Health Ministers Meeting (HMM) yang dilaksanakan Oktober 2022 lalu, menghasilkan beberapa kesepakatan untuk memperkuat arsitektur global.
Kesepakatan petama mengenai peluncuran dana Pandemi. Kunta mengatakan bahwa hal ini penting dilakukan karena saat panel independen tingkat tinggi antara G20, WHO, dan Bank Dunia bahwa mengestimasi memang ada kesenjangan dari pembiayaan Pandemi sekitar US$10,5 miliar untuk lima tahun ke depan.
“Untuk menutup kesenjangan ini perlu ada kontributor, di mana kita bisa melihat meratakan distribusi layanan kesehatan di masa darurat. Maka itu, kami sudah bentuk Gugus Tugas termasuk adanya dana pandemi,” kata Kunta saat konferensi pers G20 Updates: Resolusi G20 untuk Perangi Pandemi pada Jumat (11/11/2022).
Lanjut Kunta, ini untuk memperkuat kapasitas dari negara yang berpenghasilan rendah (LMIC) untuk bisa merespon keadaan darurat kesehatan. Pihaknya berhasil mengumpulkan dana sebesar US$1,4 miliar untuk komitmen Pandemic Fund.
“Dana yang terkumpul tersebut disupport 20 donor negara dan tiga filantropi. Memang saya menjanjikan untuk bisa mendapatkan komitmen sebesar itu. Nanti ini yang akan kita bawa ke Leader Submit menjadi dana pandemi,” kata Kunta.
Yang kedua, pihaknya sudah megevaluasi untuk Accses COVID-19 Tool (ICT) Accelerator. Kunta menginginkan agar konsep yang ICT Accelerator itu menjadi lebih permanen dan juga bisa dilanjutkan.
Setelah persiapan dana pandemi, pentingnya juga mobilisasi sumber daya kesehatannya. Agar dana tersebut bisa dinikmati dan didistribusikan ke semua negara.
“Intinya adalah kita ingin semua negara itu bisa melakukan akses terhadap alat kesehatan dan juga tindakan medis dalam kondisi yang darurat,” kata Kunta.
Kesepakatan ketiga, pengawasan terhadap Genomic Surveylans untuk mendorong keberlanjutan serta perhatian agenda yang diarahkan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon (PPR) dari pandemi.
Kunta mengatakan pentingnya kolaborasi inter disipliner juga lintas negara untuk PPR. Kolaborasi ini membutuhkan peningkatan dari sisi kapasitas, kemitraan ilmiah, dan juga berbagi pengetahuan.
“Untuk itu Presidensi G20 Indonesia itu mendorong pentingnya surveylans agar kita mendukung petukaran data patogen secara terbuka dan tepat waktu pada platform yang dapat dipercaya,” kata Kunta.
Selain itu juga mendukung adanya genetic sharing, bahwa petukaran patogen tersebut dilakukan secara komersial. indonesia sudah menginisiasi adanya, bgsi untuk mendukung surveylans yang jauh lebih baik ke depan.
Keempat, kolaborasi sistem sertifikat perjalanan. Dengan adanya harmonisasi standar kesehatan ini kota bs lebih mobile lintas batas yang aman dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
“Apabila ada pandemi lagi, tidak seperti awal pandemi COVID-19 langsung lockdown. Masyarakat dunia yang sehat bisa bergerak hingga perputaran ekonomi pun masih berlangsung,” kata Kunta.
Namun lanjutnya, bahwa standar yang digunakan harus sama dan sertifikat vaksinasinya. Juga mendirikan direktori kepercayaan publik untuk global federasi. Kunta mengatakan ini lebih kepada sertifikat secara digital.
Serta bisa menggunakan aplikasi dari masing-masing negara dengan data yang sama. Contohnya seperti paspor yang bisa digunakan di mana saja dan menggunakan QR Code dari sistem harmonisasi kesehatan.
Kesepakatan kelima, untuk melakukan analisa kesenjangan dan pemetaan jaringan pendidikan dan manufaktur. Pada forum Presidensi G20 ini, kata Kunta pihaknya mendorong agar analisa mengenai kesenjangan dan pemetaan dikembangkan di semua negara.
“Termasuk negara-negara berkembang. Kita ingin mempunyai manufaktur dan penelitian dibidang vaksin, terapi, dan diagnostik (VTD). Indonesia menjadi salah satu penerima manufactur MRNA,” kata Kunta.
Kerjasama antara Bio Farma (Indonesia) dan Afrigen Biologics & Vaccines (Afrika Selatan) ingin menggalangkan COVID-19 berbasis MRNA.
Pengalaman ini, kata Kunta yang ingin diperluas di negara-negara anggota G20. Sebagai negara berkembang, Indonesia diharapkan bisa memperluas kapasitas produk VTD. Sudah ada tujuh negara yang berminat.
“Tujuh negara yang berminat yaitu Argentina, Brazil, India, Indonesia, Afrika Selatan, Turki, dan Arab Saudi. Untuk memberntuk ekosistem manufaktur dari VTD pada persiapan pandemi kedepannya,” kata Kunta.