Ada lebih dari 6.000 spesimen tumbuhan di pusat botani pertama di Sumatra yang berada di ketinggian sekitar 900 Mdpl. Di pagi dan sore hari sering tertutup kabut.
Garis khatulistiwa yang melintasi wilayah Indonesia memberikan banyak berkah khususnya bagi tumbuh suburnya keanekaragaman hayati di tanah air. Menurut data Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, setidaknya ada lebih dari 1.500 jenis algae, 80 ribu spesies jamur, 600 spesies lumut, dan lebih dari 40 ribu spesies tumbuhan berbiji dan memberi sumbangan bagi 16 persen total jumlah flora di dunia.
Selain itu, Indonesia menjadi rumah bagi 8.200 spesies vertebrata dan 2.000 spesies kupu-kupu atau sekitar 10 persen dari jumlah spesies kupu-kupu di dunia. Untuk menyaksikan kekayaan hayati sebanyak itu tentu bukan perkara mudah. Terlebih Indonesia terbentang seluas 1.922.570 kilometer persegi daratan dan 3.257.83 km2 perairan seperti didata oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
Beruntung di beberapa wilayah telah dibangun kebun raya sebagai miniatur lansekap alam Indonesia. Dalam catatan Yayasan Kebun Raya Indonesia, saat ini ada sekitar 47 kebun raya yang mewakili 17 tipe ekoregion. Rinciannya, sebanyak lima kebun raya dikelola oleh BRIN, lima dimiliki pemerintah provinsi, dan sisanya ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota.
Salah satu kebun raya itu terdapat di Liwa, ibu kota Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, yang terkenal dengan komoditas andalannya yaitu kopi. Kota Liwa berhawa sejuk dengan suhu rata-rata tahunan berkisar 20 derajat Celcius karena terletak di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Kebun Raya Liwa sendiri masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Secara administratif, KRL--demikian masyarakat setempat menyebut Kebun Raya Liwa-- berada di wilayah Pekon (Desa) Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit. Objek wisata ini menjadi kebanggaan masyarakat di kabupaten berjuluk Bumi Beguai Jejama Sai Betik, lantaran menjadi satu-satunya kebun raya di Pulau Sumatra.
Lokasi KRL hanya sekitar 1 kilometer dari Titik Nol Liwa, kendati jaraknya dari Bandarlampung, ibu kota provinsi cukup jauh, sekitar 296 km atau 5--6 jam perjalanan darat. Karena lokasinya yang berada tak jauh dari pusat kota, KRL menjadi tujuan wisata masyarakat Liwa dan Lampung Barat terutama di akhir pekan.
Pengelola KRL mencatat, hampir sekitar 600 orang mengunjungi kawasan sejuk tersebut di akhir pekan. Pada waktu tertentu, seperti pagi dan sore hari, pengunjung dapat menikmati kabut yang menutupi area KRL. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat juga membangun rumah dinas bupati di seberang KRL.
Kebun Raya Liwa dikembangkan pertama kali pada 2007 oleh Pemkab Lampung Barat bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang sekarang dikenal sebagai BRIN. Tujuannya adalah sebagai pusat konservasi flora, objek wisata, edukasi, penelitian, dan jasa lingkungan. Kebun raya yang berdiri di atas lahan seluas hampir 87 hektare ini diresmikan pemanfaatannya pada 5 Desember 2017 oleh Bupati Lampung Barat saat itu, Mukhlis Basri.
Pengunjung tak perlu membeli tiket masuk karena pengelola masih menggratiskannya dan cukup menyediakan uang sebesar Rp5.000--Rp10.000 untuk biaya parkir motor atau mobil. Kebun raya ini dibuka pada hari Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu pukul 9.00 WIB dan tutup pada 16.00 WIB. Khusus hari Senin dan Jumat kawasan wisata ini ditutup untuk umum.
Ketika menyinggahinya, kita akan langsung berhadapan dengan Pegunungan Bukit Barisan. Menariknya, gerbang masuk tepat berada di puncak kebun raya, sehingga kita dapat langsung menyaksikan seluruh kawasan KRL. Pengunjung dapat menyusuri kawasan KRL karena pihak pengelola membangun jalur pejalan kaki sepanjang ratusan meter.
"Seluruh masyarakat di Lampung, ayo kunjungi Kebun Raya Liwa untuk menikmati keindahan alam dan koleksi tanaman yang ada di sini," kata Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim ketika mengunjungi KRL, Januari 2021.
Koleksi Tanaman Langka
Vegetasinya berupa perbukitan hijau dengan tumbuhan khas pegunungan seperti jamuju atau kayu embun (Dacrycarpus imbricatus), cemara exelsa (Araucaria exelsa), pinus (Pinus merkusii), pepasang (Quercus sp.), dan pakis ekor monyet (Cibotium barometz). Ada beragam koleksi flora tumbuh dan berkembang yang dibagi ke dalam enam blok area tanam.
Terdapat pula taman-taman tematik seperti Taman Araceae, Taman Obat Mini, Taman Rumput Bali, dan Taman Hias dan tersedia pula kebun pembibitan dan kebun anggrek. Seperti halnya kebun raya di tempat lain, Kebun Raya Liwa juga menjadi rumah bagi koleksi tumbuhan langka.
Salah satu contoh tanaman langka yang ada di sana adalah anggrek macan (Grammatophyllum speciosum) atau dikenal sebagai anggrek raksasa. Jenis tanaman itu dapat tumbuh hingga 7,5 meter dan menjadi tanaman anggrek terbesar di dunia.
Ada juga tanaman kayu tas (Exbucklandia populnea) yang mulai jarang ditemui dan masih tumbuh alami di TNBBS, khususnya di kawasan Gunung Pesagi. Kemudian tumbuhan langka endemik Sumatra seperti padma raksasa (Rafflesia arnoldii) atau bunga rafflesia, dan bunga bangkai raksasa (Amorpophalus titanum Becc) atau suweg raksasa.
Selain itu, terdapat sekitar 98 jenis tanaman pembibitan, 96 jenis anggrek, 25 jenis Araceae, 17 jenis Begoniaceae, 11 jenis Piperaceae, 8 jenis Nepenthaceae, dua jenis Aeschinantus, dan satu jenis Hoya. Sementara itu, ada kebun obat yang ditanami oleh 106 jenis tanaman obat dan sekitar 170 jenis tanaman pada kebun koleksi.
Menurut Lili Chrisnawati dari Jurusan Biologi Universitas Lampung yang pernah meneliti biodivesitas di KRL, diketahui ada sekitar 15 jenis tanaman buah, mayoritas adalah buah tropika dengan jumlah sebanyak 572 spesimen, ketika kebun raya ini diresmikan pada 2017. Saat ini, pengelola KRL sudah berhasil menanam lebih dari 6.000 spesimen tumbuhan di atas lahan hampir 35 ha dari total luas KRL yakni 86,7 ha.
Jadi jika pembaca sedang berada di Liwa atau daerah lain di Lampung, jangan lupa menyempatkan diri untuk mampir ke Kebun Raya Liwa nan sejuk dan kaya akan koleksi flora itu ya!
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari