Dalam usianya yang hampir 280 tahun, Istana Cipanas masih berdiri kokoh di antara semilir angin sejuk di lereng Gunung Gede, 1.100 meter di atas permukaan laut. Pesona keindahannya seperti tidak pernah lekang oleh pergeseran zaman. Teras depannya begitu cantik, anggun, dengan tiang-tiang kayu ramping, serba putih. Ia adalah landmark di jalan raya Bogor-Cianjur yang menjadi salah satu daya pikat kawasan wisata Cipanas,
Dari sisi usia, Istana Presiden di Cipanas ini tergolong bangunan kolonial tertua dari semua yang masih ada. Dibangun 1740-1744, Istana Cipanas itu yang paling tua dibanding Istana Negara, Istana Merdeka, atau Istana Bogor. Usianya sebaya dengan Istana Bogor yang asli. Tapi istana berlantai dua di Bogor itu rusak berat oleh gempa bumi pada Oktober 1834, dan terpaksa dibongkar sebelum didirikan bangunan baru 1856. Istana Cipanas itu sebaya dengan Bangunan Gedung Arsip Nasional di Jl Gajahmada, Jakarta.
Istana Cipanas dibangun sebagai vila oleh Van Heots, seorang saudagar besar dari Batavia. Namun, tak lama vila itu diambil alih oleh Gubernur Jenderal VOC (Vereenidge Oostindische Compagnie) di Gustaaf Willem van Inhof, yang ketika itu juga sedang membangun Istana Bogor. Willem Van Inhof punya selera arsitektur yang bagus. Ia ingin menjadikan vila Cipanas itu sebagai pelengkap dari vila Bogor, bangunan dua lantai yang dirancang menyerupai Istana Blenheim, kediaman Duke Marlborough di Oxford Inggris.
Vila Cipanas dan Bogor memandai ekspansi VOC ke pedalaman Jawa. Kongsi dagang Belanda yang telah menjelma menjadi organisasi pemerintahan kolonial itu ingin memanfaatkan keragaman ekologis tanah jajahannya. Mereka tahu, wilayah dataran rendah yang mereka kuasai di sekitar Tangerang, Jatinegara, Bekasi, hingga Karawang, tidak cocok untuk tanaman teh dan kopi arabica, dua primadona baru di pasar Eropa.
Maka, kehadiran vila di Cipanas itu tak semata-mata menjadi tempat berlibur para Gubernur Jenderal. Pada saat yang sama, kopi Arabika dari Cianjur dan beberapa daerah pegunungan di Priangan semakin banyak membanjiri pasar Eropa melalui Pelabuhan Amsterdam. Di pertengahan abad 18 itu, VOC telah mengapalkan ribuan ton kopi ke Eropa. Nama, Kopi Java mulai terkenal di Eropa.
Istana Cipanas sendiri dibangun di atas lahan berlereng seluas 26 hektar, meski pekarangannya sendiri tak lebih dari 7.700 meter persegi. Lokasi ini dipilih karena ada sumber air panas yang hingga hari ini masih setia memberikan kehangatan ke penghuni istana. Justru, karena ada sumber air panas itulah tempat tersebu disebut Cipanas, yang dari kosakata bahasa Sunda berasal dari kata cai (air) dan panas.
Bangunan induk Istana Cipanas itu luasnya 982 meter persegi. Arsitekturnya campuran Barat dan Timur, dengan aksen ukiran Jawa dan Cina di berbagai sudutnya, mirip arsitektur Gedung Arsip Nasional yang pada pertengahan abad 18 merupakan kediaman resmi Gubernur Jenderal VOC. Bangunan induk Istana Cipanas ini memiliki teras di keempat sisinya. Sejak awal, bangunan ini berwarna putih termasuk lantai marmernya. Sejak dibangun, Istana Cipanas ini tak pernah mengalami renovasi total.
Gedung Induk Istana Cipanas memiliki ruang tamu, ruang tidur, ruang kerja, ruang rias, ruang jamuan, dan serambi belakang. Secara khusus, ruang tamunya berupa bangunan panggung yang berlantaikan kayu. Sebuah lukisan karya Soejono DS, yang dibuat tahun 1958, hingga kini masik tergantung pada dinding selasar bangun induk tersebut. Lukisan berjudul Jalan Menuju Kaliurang, namun lebih terkenal disebut Jalan Seribu Pandang, karena dari arah manapun lukisan itu dipandang, jalan dalam lukisan itu selalu berubah-ubah, selalu searah dengan mata pemandang.
Interior di bangunan induk, termasuk permadani, segala perabotan dan bingkai lukisan menghadirkan warna-warna kecoklatan, kuning emas, kuning gading dan krem. Warna senada pula yang muncul dari enam paviliun di bangun kemudian. Tiga paliviun dibangun pada tahun 1916, satu lagi didirikan 1954 di era Presiden Soekarno sebagai tempat khusus untuk Bung Karno membaca dan menulis. Luasnya cuma 45 meter persegi, Bung Karno menamainya Gedung Bentol. Dua paviliun lain dibangun 1983 pada era Presiden Soeharto.
Istana Cipanas itu menjadi aset Pemerintah Hindia Belanda setelah VOC bubar tahun 1799. Pemerintah RI mengambil alihnya 1950. Oleh Presiden Soekarno, tiga paviliun yang ada dinamai Paviliun Yudhistira, Bima, dan Arjuna. Satu bangunan lagi dibuat oleh Bung Karno dan dinamainya Gedung Bentol. Pak Harto melengkapi dengan dua paviliun yang dinamainya Nakula serta Sadewa. Pandawa Lima lengkap. Di luar paviliun itu ada beberapa bangunan pendukung untuk pengawal dan pegawai istana.
Sekitar 25 ha lahan di halaman istana itu dulunya sempat ditanami dengan sejumlah pohon buah dari Eropa seperti anggur dan apel. Dengan hawa yang sejuk, suhu rata-ratanya 19-20 derajat, Cipanas dulu dianggap bisa untuk mengadaptasikan sejumlah tanaman subtropis. Namun, teryata percobaan itu tak membawa hasil. Pada tahun 1850-an, halaman istana itu menyatu dengan Kebun Raya Cibodas, taman botani yang menjadi kebun percobaan bagi tanaman pegunungan tropis basah, utamanya dari Amerika Latin. Di antara yang sukses diadaptasikan di Cipanas adalah tanaman Kina untuk obat Malaria.
Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaruh perhatian besar pada istana ini. Pada masa Presiden Megawati, bangunan istana ini direnovasi, bahkan sebuah paviliun baru dibangun dan dinamai Abimanyu, putra Arjuna dalam cerita Mahabarata. Sejumlah koleksi baru pun didatangkan. Pada era Presiden SBY, ditabung taman herbal yang mengoleksi sekitar 450 spesies tanaman obat khas Indonesia.
Secara keseluruhan, kini ada 22 bangunan di komples Istana Cipanas, termasuk dua bangunan khusus untuk kolam air panas. Hanya saja, menyusutnya daya vulkanis Gunung Gede membuat suhu air panas itu menurun. Kini suhu air belerang itu hanya sekitar 35 dejajat Celsius saja, turun dari 48 derajat yang tercatat di awal 1950-an. (P-1)