Setelah mati suri hampir 35 tahun, Proyek Bendungan Karian di Kabupaten Lebak, Banten, menggeliat kembali. Struktur bendungan kini sudah mencapai 60 persen, bahkan dua terowongan pengalihan arus Sungai Ciherang sudah tuntas dikerjakan. Target selesai pada 2019 masih terus dipancangkan.
‘’Kita kerjakan tujuh hari seminggu. Sehari paling tidak ada dua shift,’’ ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.
Bendungan menjadi prioritas Presiden Joko Widodo dan tergolong proyek strategis. Target yang dipancangkan cukup ambisius: Membangun 65 bendungan. Rinciannya, 49 waduk baru dan melanjutkan 16 proyek lama, seperti di Bendungan Karian yang sudah direncanakan sejak 1980. Dengan mematok anggaran sekitar Rp1 triliun, kelajutan Proyek Karian ini di-kick-off lagi awal 2015.
Seperti bendungan lainnya, Proyek Karian ini juga dihadang masalah. Utamanya, dalam hal pembebasan tanah. Presiden Jokowi maju terus.
Sebagai sebuah bentuk rekayasa tata kelola air, bendungan memberi banyak manfaat. Air limpasan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) lebih bermanfaat bila bisa ditampung dalam waduk. Dengan begitu, banjir bisa dikendalikan. Lantas, air waduk bisa digunakan untuk mengairi sawah, pasokan air bersih ke permukiman dan industri, ada produksi listrik dan area genangannya sendiri untuk periwisata serta budidaya perikanan.
Bila selesai nanti, Bendungan Karian ini akan jadi yang terbesar ketiga di Indonesia setelah Jatiluhur dan Jatigede. Daya tampung Waduk Karian itu sendiri mencapai 314,5 m3, dengan areal genangan seluas 1.790 ha (17,9 km2).
Waduk Karian ini bisa mengaliri sawah seluas 22.000 ha dan membangkitkan listrik hidro 1,8 MW. Ditambah lagi, pasokan air baku sebesar 10 m3/detik untuk kota Cilegon-Serang, dan 9,1 m3/detik lainnya ke Tangerang, Serpong, dan DKI.
Kalau saja Jakarta kebagian 5 m3/detik, dan diasumsikan setiap keluarga mengonsumsi air bersih 500 liter per hari, maka lebih dari 1,7 juta keluarga di ibu kota akan punya air bersih dengan harga yang ekonomis. Eksploitasi air tanah Jakarta bisa berkurang. Kehadiran Bendungan Karian ini akan membuat Banten lebih produktif, dan punya daya saing lebih kuat untuk menarik investasi di sektor industri.
Pembangunan waduk itu dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan mengacu sisi kelayakan dan prinsip mengurangi ketimpangan antarwilayah. Maka, di provinsi kering Nusa Tenggara Timur, Presiden Jokowi membangun 7 waduk dengan kapasitas total 188 juta m3 air, dengan alokasi biaya Rp5,9 triliun.
Sebagai lumbung beras, Aceh juga kebagian program bendungan. Di sana dilakukan percepatan penyelesaian Bendungan Rajui (Kabupaten Pidie) dan Paya Seunara (Pulau Weh), serta pembangunan dua waduk baru yakni Bendungan Rukoh dan Tiro. Di daerah lumbung beras lainnya, Sulawesi Selatan, tiga waduk sedang dibangun. Yakni, Paseloreng (Kabupaten Wajo), Karalloe (Gowa) dan Panukkulu (Takalar).
Satu demi satu hasilnya pun terlihat. Sentuhan Jokowi membuat Waduk Jatigede Sumedang, Jawa Barat, bisa dioperasikan. Penggenanganya dimulai Agustus 2016 dan bendungan ini beroperasi penuh 2017.
Bendungan terbesar kedua di Indonesia itu bisa menampung air 975,5 juta m3 dari Sungai Cimanuk, dalam areal genangan 30,35 km2. Produknya ialah listrik 110 MW, pengairan untuk 90 ribu ha, air minum untuk jutaan rumah tangga dan pengamanan banjir di daerah hilir seluas 140 km2. Bendungan Jatigede itu mulai dibangun secara bertahap sejak 1982.
Dari 49 waduk yang dirancang di era Presiden Jokowi itu satu demi satu selesai dikerjakan. Salah satunya ialah Bendungan Raknamo, Kabupaten Kupang, NTT, yang bisa menampung 14 juta m3 air untuk mengairi 1.250 ha tanah pertanian, mengalirkan air baku untuk perusahaan air minum (PAM) sebesar 100 liter/detik dan listrik hidro 0,22 MW.
Presiden Joko Widodo gembira waduk yang dibiayai APBN Rp720 miliar itu cepat selesai. ‘’Tadinya diperkirakan lima tahun. Saya minta empat tahun. Karena kerja siang malam, malah bisa diselesaikan tiga tahun,’’ ujar Presiden Joko Widodo saat meresmikan bendungan itu, Februari 2018.
Dari Kementerian PUPR pun kemudian bergulir kabar gembira bahwa di sepanjang 2018 ada sejumlah bendungan yang siap diresmikan. Selesai dengan Waduk Raknamo di Kupang, Waduk Tanju, Mila, dan Bintang Bano, keduanya di Nusa Tenggara Barat (NTB), lalu Bendungan Rotiklot di NTT. Berlanjut ke Bendungan Gondang dan Logung di Jawa Tengah, Bendungan Sei Gong di Batam, Bendungan Sindang Heula di Banten, serta Bendungan Paselloreng di Sulawesi Selatan.
Kontruksi bendungan itu semuanya dilengkapi jaringan irigasinya menuju sawah petani. Memang, dari 65 bendungan dalam program strategis Presiden Jokowi itu tidak semuanya selesai 2019. Diperkirakan baru 29 buah yang rampung sampai 2019. Selebihnya masih dalam tahap konstruksi. Namun, penambahan 29 waduk itu cukup signifikan dan monumental, mengingat sejak dimulainya era industri pertanian di era kolonial sekitar satu setengah abad silam hingga 2014, di Indonesia hanya ada 230 buah bendungan.
Dengan penambahan bendungan itu, produksi pangan diharapkan meningkat. Kondisi saat ini, dari 7,2 juta ha sawah Indonesia hanya 11% yang menerima pasokan air dari bendungan. Lebih dari itu, waduk ini juga bisa menjadi sumber air baku PDAM, sumber listrik, area pariwisata, serta budidaya perikanan. Bendungan juga mengurangi resiko banjir di hilir. Selain, tentunya mengerek daya saing daerah di depan investor. (*)