Indonesia.go.id - Konferensi 2 In 1 Ala Destinasi Indonesia

Konferensi 2 In 1 Ala Destinasi Indonesia

  • Administrator
  • Kamis, 4 Oktober 2018 | 02:29 WIB
BISNIS MICE

Konferensi, meeting, dan eksebisi. Semua ini satu kelompok bisnis yang lazim disebut MICE (Meeting, Incentive Travel, Conference and Exhibition).

Prospeknya menjanjikan. Pasar regional dan  global, terus tumbuh. Antara 2017-2023, secara global diperkirakan MICE akan tumbuh rata-rata 7,5% per tahun. Volumenya akan melonjak dari US$ 725 miliar (sekitar Rp10.500 triliun) pada 2017, menjadi US$1.245 miliar (Rp.17.900 triliun) pada 2023. Yang istimewa tentu kawasan Asia Pasifik. Sebab, pertumbuhannya mencapai 8,6% per tahun.

Indonesia tentu bisa kecipratan. Memang, tak tersedia rincian statistik bisnis MICE. Tapi diyakini, perkembangannya pararel dengan tourism and travel yangb mencatat pertumbuhan tinggi. Kementerian Pariwisata menyebut, pemasukan devisa dari jenis pariwisata itu naik  22% tahun lalu, dan akan naik lagi 20% pada 2018. Pariwisata menjadi salah satu penyumbang terbesar selain migas, batubara, dan sawit.

Meski sama-sama  mengandung unsur  traveler, MICE tak sepenuhnya sama dengan pariwisata. Jika  unsur leisure begitu kuat pada tour and travel, pada MICE yang diutamakan adalah kenyamanan dan kelengkapan venue yang memanjakan para traveler dalam melaksanakan kegiatan meeting, konferensi, dan eksibisi. Secara umum, MICE disebutkan sebagai event yang melibatkan dan dihadiri oleh sejumlah traveller yang menyatu karena minat dan kepentingan yang sama.

Menjelang akhir 2018 banyak event MICE internasional digelar di Indonesia. Di Bali, misalnya, di luar Rapat Akbar IMF-World Bank 8-12 Oktober, masih ada sederet panjang konferensi lain, di antaranya, soal Pengajaran Sains dan Matematika, Telko dan Satelit, China Kids Expo, Endokrinologi, Riset Terapan untuk Bisnis, dan seterusnya. Jumlahnya mencapai 71 event. Begitu halnya di  Jakarta, ada gelaran 51 event MICE sampai tutup tahun. Meski tak sebanyak di kedua tempat itu, event serupa juga tergelar, di Medan, Bandung, Yogya, Surabaya, Lombok, dan Makassar.

Memang tak semua destinasi wisata leisure bisa menjadi ajang MICE yang kompetitif. Bukan pantai nan permai, bukan pula heritage yang menawan atau tempat hiburan yang gemerlapan yang menjadi tuntutan bisnis ini, melainkan venue yang nyaman, memanjakan, dengan  fasilitas lengkap, untuk berbagi  ide, pengalaman atau pengetahuan.

Para pelaku bisnis MICE umumnya berpatokan pada sejumlah kriteria untuk memilih tempat MICE. Yang pertama tersedia hotel dan venue dan berkualitas--ruang sidangnya memenuhi standar convention hall. Kedua, harga kompetitif. Ketiga, sarana leisure and entertainment. Yang  keempat, ada pelayanan  profesional sesuai  kebutuhan, semisal, telecomference dan live streaming.

Selanjutnya, kelima, lokasi venue mudah diakses, tidak terlalu jauh dari bandara, pun bandara bersih dan terkelola baik. Keenam, venuenya punya citra baik--tidak dikepung kampung kumuh dan tidak pula menjadi biang sengketa ekologis. Ketujuh, ada dukungan pemerintah, semisal, konferensi ilmu kedokteran, lantas Menteri Kesehatan hadir memberikan keynote speech dan membukanya.

Kementerian Pariwisata RI pun telah menetapkan ada 16 destinasi MICE di Indonesia, yakni Medan, Batam, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Lombok, Makassar, Manado, dan belakangan ditambah Palembang, Bintan, dan Balikpapan. Tapi, baru Jakarta dan Bali yang masuk radar MICE secara kuat.

Meski jejaring sudah diperbesar, hasil tangkapan belum sebanyak para tetangga. Peringkat competitiveness industri MICE Indonesia, seperti yang dirilis ICCA (International Congress and Convention Association) masih berada di anak tangga 40, di bawah India (24), Thailand (26), Singapura (26), dan Malaysia (37). Sementara itu, negara negara terkuat dalam peringkat ICCA-nya adalah Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Spanyol, Italia, Prancis, Jepang, dan Tiongkok.

Pasar MICE dalam definisi ICCA adalah pertemuan sebuah perkumpulan profesi, grup dengan minat dan concern yang sama, serta kelompok kepentingan dan pertemuan lain yang tak berada di bawah satu korporasi tertentu.  Meeting itu diikuti sedikitnya 50 orang, sekurangnya dari tiga negera. Event tersebut umumnya ditender terbuka secara global. Bisnis ini cukup lumayan dampaknya. Survei oleh  ICCA menunjukkan, pengeluaran peserta di lokasi konferensi bisa 3,5 kali lipat dari pengeluaran turis.

Kementerian Pariwisata meyakini, daya saing industri  MICE di Indonesia akan meningkat seiring dengan kenaikan daya saing sector tour and travel di Indonesia. Menurut World Tourism and Travel Council (WTTC), peringkat competitiveness Indonesia pada 2017 naik ke posisi 42, dari level 50 di tahun 2016, dan masih tertahan di posisi 70 pada 2013. Salah satu pendorong kenaikan itu tentu dikaitkan gencarnya promo Wonderful Indonesia yang mengerek country brand Indonesia ke posisi 47. Beberapa tahun silam, peringkat country brand Indonesia masih 140-an.

Sejumlah langkah pembenahan memang terus dilakukan. Selain pembangunan infrastruktur jalan, jalan tol, jalur ganda kereta api, bandara, tol laut, pelabuhan laut, dan sarana lain, pemerintah memproyeksikan 10 destinasi wisata baru itu sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Ke-10 destinasi yang diprioritaskan itu adalah Toba, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI), Borobudur, Bromo, Mandalika (Lombok), Labuhan Bajo (NTT),  Wakatobi (Sulteng), dan Merotai (Maluku Utara).

Untuk mendorong pertumbuhan bisnis MICE ini, Kementerian Pariwisata juga memberikan pedoman agar venue-venue yang ada dapat memenuhi kebutuhan pasa internasional. Di sejumlah kota andalan, standar venue itu berangsur terpenuhi. Keberhasilan itu tentunya terkait dengan laju investasi yang tinggi di sektor pariwisata Indonesia. Antara 2010--2016, misalnya, investasi tumbuh  di atas 17% per tahun. Pada 2017, realisasi investasi menembus angka US$ 1,7 miliar dan sekitar 75% merupakan investasi asing. Pada 2018 diperkirakan, naik 30% dari realisasi 2017.

Kemenpar optimistis bahwa pesona alam dan budaya akan menjadi dihargai sebagai bonus besar bagi peserta event meeting dan konferensi. Peserta tak hanya dimanjakan sarana venue, tapi bisa juga melakukan selfie di lokasi yang sangat instagramable. Jadi, ibarat beli satu dapat dua alias two in one.