Menjelajahi Taman Nasional Lore Lindu di Sulawesi Tengah membawa Anda pada keindahan alam yang memukau dan kekayaan flora fauna langka. Dari danau yang tenang hingga pegunungan yang menjulang, setiap sudutnya menawarkan pesona yang khas. Temukan juga warisan budaya megalitikum dan tradisi suku asli yang menambah daya tarik kunjungan Anda.
Taman Nasional Lore Lindu di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah menawarkan pengalaman berkesan ketika menjelajahi keindahan alam dan kekayaan flora fauna langka dan endemik. Kawasan konservasi seluas 217.991,18 hektare itu memiliki panorama alam luar biasa mulai dari danau hingga gugus Pegunungan Nokilalaki, Kona'a, Adale, Tumaru, Gimba, Rindi, Jala, dan Toningkolue menjulang mengapit lembah hijau dan hutan lebat sehingga memancarkan pesona alam yang khas.
Taman nasional ini letaknya sekitar 60 kilometer selatan Kota Palu. Sebagai sebuah taman nasional, jika dibandingkan dengan taman nasional lain di Indonesia seperti di Sumatra atau Kalimantan, ukuran luas Lore Lindu lebih kecil. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, jumlahnya yaitu 2,4 persen dari sisa hutan Sulawesi yang mencapai 90.000 kilometer persegi (km2). Lore Lindu sekitar 90 persen terdiri atas hutan pegunungan dan dan hanya 10 persennya adalah hutan dataran rendah.
Lore Lindu dikenal sebagai rumah bagi spesies-spesies endemik flora dan fauna Sulawesi. Ada 230 jenis burung melintasi langitnya dan 55 jenis kelelawar bersemayam di gua-gua Lore Lindu serta berbagai spesies mamalia seperti anoa (Bubalus depressicomis), dan kuskus marsupil, dan cifet (Macrogalida musschenbroeckii). Ada pula babi rusa, monyet sulawesi (Macaca tonkeana), pelanger sulawesi (Phalanger celebencis), dan tarsius (Tarsius diane).
Cagar biosfer Lore Lindu ini menjadi rumah untuk endemik Sulawesi yaitu maleo (Macrocephalon maleo), burung enggang (Rhyticeros cassadix), dan elang sulawesi (Spizaetus lanceolatus) serta 21 jenis kadal besar. Beberapa jenis keras seperti kera kakaktonkea dan kera hantu (tangkasi). Hutan hujan dataran rendah Lore Lindu dihuni flora khas seperti anggrek, pakis, resin, beringin (Fics spp), pelangi (Eucalyptus deglupta), rotan (Callamus spp), dan gula aren (Arenga pinnata).
Sedangkan dataran tinggi di atas 1.500 meter dari permukaan laut (mdpl) diisi flora khas vegetasi pegunungan seperti pinus (Casuarina sumatrana), kantong semar (Nepenthes sp.), dan weda (Figafetta filans). Beragamnya flora di kawasan hutan pegunungan rendah sampai hutan alpin di ketinggian di atas 1.500 mdpl, menciptakan lanskap menarik untuk dijelajahi. Kehidupan alam liar di Lore Lindu memperkaya pengalaman wisatawan yang mencintai alam.
Selain kekayaan alamnya, Taman Nasional Lore Lindu juga menjadi saksi bisu peradaban masa lampau melalui patung-patung batu megalitikumnya seperti di Lembah Napu, Behoa dan Bada. Ada 1.466 temuan megalitik dari 83 situs yang telah diungkap. Patung-patung ini yang berasal dari ratusan hingga ribuan tahun yang lalu, tidak hanya menjadi penanda sejarah tetapi juga menambah keunikan dan daya tarik budaya dari kunjungan ke taman nasional ini.
Taman Nasional Lore Lindu juga menawarkan pengalaman berinteraksi dengan suku asli di dalamnya yakni Kaili, Behoa, Bada dan Pekurehua. Ada sekitar 117 desa terletak di dalam taman nasional, dan 64 desa lainnya di daerah perbatasan. Mata pencaharian utama masyarakat setempat antara lain padi dan jagung, serta perkebunan kakao.
Menurut peneliti kain kulit kayu Prof. Isamu Sakamoto dari Surugadai & Kibi University Jepang, terdapat budaya unik di suku asli Lore Lindu berupa tradisi pembuatan kain kulit kayu di Lembah Bada yang muncul pada zaman neolitikum, sekitar 3.600 tahun lalu sebelum zaman megalitikum.
Dalam kawasan cagar biosfer dunia versi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada tahun 1977 itu terdapat Danau Lindu dengan luas 34,88 kilometer persegi dan titik terdalam mencapai 72,6 meter. Danau Lindu adalah yang terbesar kedua di Sulteng setelah Danau Poso. Danau Lindu dikategorikan sebagai danau tektonik.
Menurut Hasim dalam buku “Model Pengelolaan Danau: Sebuah Kajian Transdisipliner”, dijelaskan bahwa pembentukannya terjadi selama era Pliosen setelah bak besar dilokalisasi dari sebuah bagian rangkaian pegunungan akibat dari proses alam berupa kekuatan geologis yang dahsyat. Danau Lindu sendiri mempunyai fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, di antaranya adalah memberikan suplai air bagi masyarakat setempat dan membantu sektor pertanian bagi daerah sekitar perkantoran.
Juli hingga September menjadi waktu terbaik untuk menjelajahi keindahan taman nasional dengan vegetasi antara 200--2.610 meter yang terletak pada garis Wallace yang merupakan wilayah peralihan antara zona Asia dan Australia ini. Lore Lindu dapat ditempuh dari ibu kota provinsi di Palu dengan berkendara selama 1,5 jam.
Jika ingin kemping ke Danau Lindu, setelah mencapai Desa Sidaunta sebagai titik akhir perjalanan dari Palu ke Lore Lindu, pengunjung harus berjalan kaki atau memanfaatkan jasa ojek hingga Danau Lindu. Perlu waktu enam jam berjalan kaki sebelum mencapai Danau Lindu dan jika memakai ojek memakan waktu satu jam. Selamat berwisata!
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari