Pemerintah menetapkan orang asing yang memakai transportasi udara wajb menjalani masa karantina 5X24 jam dan memiliki asuransi kesehatan dengan pertanggungan minimal USD100 ribu.
Kondisi pandemi Covid-19 yang terus melandai di tanah air beberapa minggu terakhir membuat pemerintah setahap demi setahap membuka pintu masuk internasional, khususnya pengguna pesawat udara.
Keputusan ini dibuat untuk mendorong pemulihan sosial ekonomi nasional. Di satu sisi, kebijakan ini dibuat secara hati-hati dengan masukan para pakar serta memperhatikan kondisi pandemi di negara lain.
Setelah memperketat aturan karantina dan melokalisir pintu masuk kedatangan internasional, hanya melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, dan Sam Ratulangi, Manado, mulai 14 Oktober pemerintah membuka pintu kedatangan internasional bagi turis asing di Bandara Ngurah Rai, Bali, dan Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau.
Sedangkan untuk pintu masuk perjalanan penumpang internasional bagi WNI dan WNA selain wisata ialah Bandara Sam Ratulangi Manado. Seturut hal itu, pemerintah pun memperbarui kebijakan perjalanan internasional.
Melalui Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 nomor 20 tahun 2021 dan Surat Keputusan (SK) Kasatgas nomor 15 tahun 2021 tentang Perjalanan Internasional selama Masa Pandemi Covid-19.
Ada beberapa perubahan dan pengaturan tambahan melalui dua peraturan tersebut. Seperti masa karantina yang semula dari 8 hari menjadi 5x24 jam setelah melakukan tes ulang RT-PCR pertama pada hari pertama kedatangan. Untuk masa karantina sebelumnya 8 hari pada Juli lalu, didasarkan pada peningkatan jumlah kasus. Lalu, konfirmasi waktu RT-PCR kedua yaitu pada hari keempat karantina sebagai penetapan selesainya masa karantina.
"Keputusan penurunan jumlah masa karantina baru-baru ini dilakukan berdasarkan kondisi terkini kasus Covid-19 di Indonesia yang relatif terkendali," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito dalam virtual International Media Briefing, di Graha BNPB, Selasa (19/10/2021), yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Profesor Wiku menjelaskan, upaya mitigasi risiko penularan dengan memangkas masa karantina ini akan maksimal jika diikuti dengan melakukan enam langkah. Di antaranya, pertama, wisatawan internasional wajib menjalani karantina.
Kedua, wisatawan internasional wajib menerapkan protokol kesehatan selama masa karantina. Seiring itu, pemerintah daerah menyediakan daftar referensi fasilitas karantina.
Ketiga, pemerintah menyediakan alat tes diagnostik yang akurat. Lalu keempat, pemerintah meningkatkan upaya untuk melacak kontak dekat serta pemerintah daerah memastikan bahwa cakupan vaksinasi terpenuhi.
Di samping itu, juga terdapat pengaturan perjalanan bagi orang asing yang akan masuk Indonesia. Oleh karena itu, dilakukan sentralisasi pada titik masuk bandara khusus wisatawan asing, hanya di Provinsi Bali dan Kepulauan Riau. Lalu, penambahan persyaratan administrasi perjalanan selain sertifikat vaksin dan hasil PCR negatif.
Penambahan itu meliputi visa kunjungan singkat atau izin masuk lainnya, bukti kepemilikan asuransi kesehatan dengan pertanggungan minimal USD100.000 yang mencakup pembiayaan penanganan Covid-19, dan bukti konfirmasi pemesanan dan pembayaran akomodasi selama menginap di Indonesia.
Sebagai dukungan lainnya, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terbaru bahwa dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, saat ini pemberian visa diizinkan kepada wisatawan untuk tujuan pariwisata dan pembuatan film. Termasuk juga untuk tujuan komersial dan tujuan pendidikan.
Mengacu pada Surat Edaran Kementerian Perhubungan nomor 85 tahun 2021, para pelancong dari luar perlu mengisi e-HAC perjalanan internasional melalui aplikasi PeduliLindungi atau secara manual di negara asal. Selanjutnya, mereka harus melakukan tes molekuler isotermal (NAAT/jenis lainnya) atau RT-PCR di bandara kedatangan yang hasilnya diterbitkan paling lama satu jam. Setelah tes Covid-19, wisatawan diwajibkan melakukan karantina terpusat selama 5x24 jam.
Kemudian, pelaku perjalanan harus menggunakan penerbangan langsung dari negara asalnya. Mengenai vaksinasi, SE 85/2021 menunjukkan bahwa pelaku perjalanan internasional yang belum mendapatkan vaksin di luar negeri dapat memperoleh vaksin di tempat karantina setibanya di Indonesia setelah mendapatkan pemeriksaan RT-PCR keluar dengan hasil negatif.
Orang asing juga dapat menerima vaksin dengan syarat harus memenuhi ketentuan berusia 12--17 tahun, memegang izin tinggal diplomatik atau dinas, dan memegang KITAS dan KITAP.
Sedangkan bagi WNA yang sudah berada di Indonesia dan akan melakukan perjalanan baik domestik maupun internasional, mereka wajib melakukan vaksinasi melalui skema program atau gotong-royong sesuai peraturan perundang-undangan.
Kewajiban kartu vaksin dikecualikan bagi WNA yang masuk melalui skema travel corridor arrengement, pelaku perjalanan usia di bawah 18 tahun, dan pelaku perjalanan yang mempunyai kondisi kesehatan khusus atau komorbid.
Adapun bagi pelaku perjalanan dengan kondisi komorbid wajib menunjukkan surat keterangan dari rumah sakit pemerintah negara keberangkatan dalam bahasa Inggris, selain bahasa asal negaranya, demikian bunyi SE 85/2021.
19 Negara Boleh Masuk
Selain itu, sebagaimana diatur dalam SK Kasatgas 15/2021 bahwa 19 negara asal pelaju yang boleh masuk ke Indonesia adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Selandia Baru, Kuwait, Bahrain, Qatar, Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, Liechtenstein, Italia, Prancis, Portugal, Spanyol, Swedia, Polandia, Hongaria, dan Norwegia.
Pemilihan kesembilan belas negara tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah kasus dan tingkat positivitas yang rendah berdasarkan standar WHO. "Terkait hal ini, Presiden RI Joko Widodo telah mengingatkan agar terus melakukan evaluasi mingguan untuk memitigasi dampak buruk yang mungkin ada," ujar Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Oleh karena itu, semua pihak baik petugas lapangan maupun pemudik diminta mematuhi aturan yang ada. Pada prinsipnya, jika semua patuh maka pembukaan kegiatan secara bertahap secara aktif seperti sebelum pandemi dapat dicapai dengan mematuhi protokol kesehatan kolektif yang tinggi.
Belajar dari tren kasus yang meningkat pada akhir 2020 dan libur Hari Raya 2021, penting untuk menganalisis momentum yang tepat untuk pembukaan bertahap. Selain mempertimbangkan data kasus positif dan bed occupancy ratio (BOR) di rumah sakit, juga perlu diperhatikan laju reproduksi efektif (Rt). Angka ini menunjukkan rata-rata jumlah kasus yang dapat terjadi dari satu orang positif dalam kurun waktu tertentu.
Pada saat lonjakan kasus kedua, Rt nasional adalah 1,41. Saat ini, Rt nasional adalah 0,70. Nilai Rt kurang dari 1 menunjukkan potensi penularan yang rendah di masyarakat. "Oleh karena itu, diharapkan kegiatan dapat dilanjutkan kembali, meski dengan kewaspadaan penuh. Langkah-langkah pengendalian juga sedang disiapkan dengan mempelajari pola peningkatan kasus sebelumnya," tukas Wiku Adisasmito.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari