Indonesia.go.id - Hilirisasi Bauksit Nilai Tambahnya 16 Kali

Hilirisasi Bauksit Nilai Tambahnya 16 Kali

  • Administrator
  • Sabtu, 12 Februari 2022 | 22:11 WIB
MINERAL
  Kawasan Smelter bauksit yang dikelolan PT Antam di Asahan. Indonesia akanmengolah bauksit ilsampai menjadi produk aluminium ingot pada 2025. ANTAM
Indonesia kini menjadi pemain penting di pasar ekspor alumina, bahan untuk industri aluminium. Nilai tambah alumina empat kali lipat dari bauksit. Bila diolah jadi aluminium, nilai tambahnya 16 kali.

Bumi Indonesia cukup kaya akan bauksit, bahan tambang untuk industri aluminium ingot. Deposit di Indonesia sekitar 1,2 miliar ton atau sekitar empat persen dari cadangan dunia. Setelah selama puluhan tahun lebih banyak mengekspor bauksit, Indonesia belakangan mulai masuk dalam jajaran negara produsen alumina, yakni produk olahan bijih bauksit yang tinggal selangkah lagi menjadi aluminium.

Dengan tiga smelter bauksit yang sudah beroperasi, Indonesia kini mampu memproduksi sekitar dua juta ton per tahun smelter grade alumina, nama dagang untuk alumina. Sebagian besar untuk pasar ekspor, dan hanya sekitar 25 persen dikonsumsi  oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang berkedudukan di Asahan Sumatra Utara.

Sesuai dengan amanah UU nomor 4  tahun 2009  tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), dan peraturan turunannya, sejak 2014 semua komoditas mineral harus didorong diekspor dalam bentuk olahan. Hanya saja, industri olahan itu tidak bisa cepat digelar karena selain mensyaratkan lokasi dekat sumber bahan baku, juga pasokan listrik yang besar. Hal tersebut membuatnya mahal.

Belakangan, satu per satu industri smelter bauksit pun bermuncul. Mula-mula  PT Indonesia Chemical Alumina (ICA), anak perusahaan PT Aneka Tambang yang membuka industrinya di Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan  Barat. PT ICA mulai berproduksi 2017. Industri kedua yang muncul adalah PT  Well Harvest Winning Alumina Refinery (patungan Indonesia-Tiongkok) di Kendawang, Ketapang, Kalimantan Barat. Well Harvest mulai beroperasi 2018.

Pendatang ketiga adalah PT Bintan Alumina Indonesia (BAI), di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang, Bintan, Kepulauan Riau, yang berkongsi dengan investor Tiongkok. Masih ada sejumlah industri alumina yang sedang dibangun. Bila semua beroperasi, maka produksi alumina Indonesia mencapai 4,6--5 juta ton per tahunnya. 

Dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022), Presiden Joko Widodo sempat meninjau industri PT Bintan Alumina Indonesia (BAI). Perusahaan itu mestinya beroperasi 2020, tapi karena pandemi Covid, ia baru bisa beroperasi 2022. Didampingi Menko Perekonomian, pada kunjungannya ke KEK Batang Galang, Presiden Jokowi sempat melepas ekspor perdana PT BAI untuk 2022 sebesar 21.000 ton dengan nilai Rp105 miliar.

"Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim, pada sore hari ini saya luncurkan pelepasan ekspor perdana 2022 smelter grade alumina produksi PT Bintan Alumina Indonesia," kata Presiden Jokowi, seperti ditayangkan Kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (25/1/2022).

Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya hilirisasi industri dan menghentikan ekspor bahan mentah. Ia mendorong agar pelaku usaha pertambangan melakukan pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi, sehingga meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut.

“Jangan berpikir mau ekspor bahan mentah, ekspor raw material, nggak, nggak, nggak-lah. Pola pikir kita harus berubah, harus menjadi negara industri kalau kita mau maju. Karena nilai tambahnya ada di situ. Maka, dengan risiko apa pun satu per satu (ekspor bahan mentah) akan saya stop," tegasnya.

Hilirisasi industri, kata Presiden Jokowi, akan memberikan banyak keuntungan bagi negara. Mulai dari pajak perusahaan, pajak pribadi, penerimaan negara bukan pajak, hingga pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat. “Yang paling penting membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, bisa 7.000 bahkan di Konawe 27.000, di Morowali 45.000,” kata Presiden Jokowi, merujuk ke industri smelter nikel di Sulawesi.

Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa pemerintah akan tetap menghentikan ekspor minerba dalam bentuk bahan mentah, meskipun kebijakan tersebut nantinya akan mendapatkan protes dari berbagai negara melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sejumlah industri, terutama di Eropa, menentang kebijakan itu karena dianggap menghalangi persaingan bebas mendapat barang mentah. Mereka yang mengadu ke WTO.

“Dengan risiko apapun satu per satu akan saya stop. Nikel ore kita stop ekspornya, kita digugat oleh WTO, silakan gugat. Nanti stop bauksit, stop, meskipun ada yang gugat lagi, silakan gugat enggak apa-apa. Kita hadapi. Kalau nggak, sejak zaman VOC sampai kapanpun, kita nyaman menjadi pengekspor bahan mentah. Enggak rampung-rampung persoalannya," sambungnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menko Airlangga Hartarto mengatakan bahwa ekspor smelter grade alumina (SGA) di hari itu untuk tujuan Tiongkok. ‘’Selanjutnya sudah dijadwalkan ekspor ke Malaysia dan Tiongkok,’’ ujarnya.

Rencana ke depan, Airlangga mengatakan, PT BAI akan mengolah bauksit itu sampai menjadi produk aluminium ingot pada 2025. Airlangga mengatakan, KEK Galang Batang Bintan berada di sentra choke point Selat Malaka, dekat ke Batam Free Trade Zone, dan Selat Philip. Lokasinya sangat  strategis, karena punya akses langsung ke Selat Malaka dan Laut Natuna Utara, sehingga memberi peluang bisnis.

Itulah sebabnya Airlangga meyakini, ke depan KEK Galang Batang ini akan memberikan dampak bagi perekonomian nasional melalui hilirisasi bauksit, industri ringan, dan logistik modern yang ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan program hilirisasi industri.

Untuk tahun ini, PT BAI akan memproduksi SGA 1 juta ton, dan akan segera dikembangkan sampai 2 juta ton. Produksi aluminium ingot dari PT BAI direncanakan dimulai 2025 dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun. Pada saat yang sama, diharapkan dua industri alumina di Kalbar juga sudah memulai memproduksi aluminium ingot, sehingga Indonesia menjadi produsen yang diperhitungkan dunia.

“Produksi smelter grade alumina dan aluminium ingot di masa yang akan datang akan mempercepat hilirisasi bauksit ke aluminium ingot yang diperlukan industri dalam negeri. Aluminium itu diperlukan untuk berbagai produk, seperti pelat, billet, scrap, dan bentuk profil yang diperlukan dalam proses diindustri seperti pesawat terbang, kapal, otomotif, dan konstruksi,” ujar Menko Airlangga.

Sejauh ini, dari KEK Galang Batang, Bintan, sejak ekspor perdana 2 Juli 2021 hingga akhir Desember 2021, tercatat ada ekspor SGA mencapai 530 ribu ton yang bernilai Rp2,6 triliun. Ada pun realisasi investasi hilirisasi bauksit di Galang Batang itu Rp15,7 triliun dari rencana total investasi Rp36,25 triliun di tahun 2025 ketika proses produksi aluminium mulai bergulir.

Nilai tambah dari hilirisasi bauksit ini, menurut Airlangga, amat besar dan berkontribusi positif pada perekonomian nasional. Sebagai contoh, setiap 6 ton bauksit yang diolah dapat menghasilkan 2 ton SGA dan setiap 2 ton SGA yang diolah akan menghasilkan 1 ton aluminium ingot. Harga bauksit per ton adalah USD 31 maka untuk setiap 6 ton bauksit seharga USD 188.

Bila enam ton bauksit diolah menjadi 2 ton SGA, harganya menjadi sekitar USD770. Jadi ada kelipatan empat  kali lipat. Bila dua ton SGA itu diolah menjadi satu ton aluminium ingot, harganya menjadi USD290. Ada kelipatan empat kali juga. Maka, nilai tambah dari bauksit ke aluminium itu menghasilkan nilai tambah 16 kali lipat.

Indonesia sendiri membutuhkan sekitar satu juta aluminium per tahun dan hanya bisa dipasok 250 ribu ton dari PT Inalum. Kekurangannya impor. Dalam beberapa tahun ke depan, diharapkan seluruhnya bisa diisi dari industri aluminium dalam negeri. Dengan cadangan bauksit yang ada, Indonesia punya potensi memenuhi kebutuhan aluminium sampai beberapa puluh tahun ke depan.

Dengan potensi tambang 1,2 miliar ton, 4 persen dari cadangan dunia, Indonesia menjadi negara terbesar keenam sebagai pemilik tambang bauksit. Yang terbesar ialah Guinea di Afrika mencapai 24 persen, lalu Australia menguasai 20 persen, Vietnam 12 persen, Brazil 9 persen, dan pada peringkat kelima adalah Jamaika dengan cadangan 7 persen.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari