Indonesia.go.id - Menekan Risiko Kematian Kelompok Rentan

Menekan Risiko Kematian Kelompok Rentan

  • Administrator
  • Kamis, 24 Februari 2022 | 07:01 WIB
COVID-19
  Petugas kesehatan Puskesmas mengecek data dan kesehatan warga sebelum menyuntikkan vaksin COVID-19 secara door to door di Kelurahan Plawad, Karawang, Jawa Barat, Jumat (18/2/2022).ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar
Langkah mitigasi dilakukan untuk menekan semaksimal mungkin risiko kematian akibat Covid-19 yang mengancam para lansia, orang yang belum divaksin, dan mereka dengan penyakit penyerta (komorbid).

Hingga 21 Februari 2022, pandemi belum juga enyah dari muka bumi. Di sejumlah negara, hempasan gelombang tinggi akibat varian baru Covid-19, yakni Omicron, masih terus menciptakan kondisi kesehatan yang karut-marut.

Di tanah air, angka penularan harian masih relatif tinggi, dibanding sebelum varian Omicron menyelusup ke dalam negeri dan menjangkiti warga Indonesia. Walau tren menunjukkan penurunan, pada Senin (21/2/2022), angka konfirmasi positif masih bertengger di 34.418 kasus.

Data perkembangan penyebaran Covid-19 yang disampaikan Satgas Penanganan Covid-19 juga menunjukkan sebanyak 176 pasien positif corona meninggal dunia. Dengan begitu, total jumlah pasien positif Covid-19 meninggal dunia sudah mencapai angka 146.541 orang.

Tentu hal itu bukanlah sesuatu yang lumrah terjadi. Lantaran itulah, pemerintah terus melakukan mitigasi demi bisa menyingkirkan ancaman kesehatan yang menghantui sejak virus SARS COV-2 pertama kali berjangkit di Indonesia, pada 2 Maret 2020, khususnya bagi kelompok rentan.  

Memasuki pekan kedua Februari 2022, di tengah hantaman gelombang ketiga pandemi, pemerintah menyampaikan catatannya bahwa dari 2.484 pasien meninggal, 73% di antaranya belum mendapatkan vaksinasi dosis lengkap. Lalu, 53% di antaranya adalah orang lanjut usia (lansia) dan 46% lainnya adalah mereka dengan penyakit penyerta atau komorbid. Pasien komorbid tersebut rata-rata meninggal lima hari sejak masuk ke rumah sakit. Pasien komorbid yang terbanyak mengalami mortalitas adalah mereka yang mengidap diabetes melitus (DM).

Itu pula sebabnya, dalam konferensi persnya usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Senin (21/2/2022), Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan permintaan presiden agar jajarannya mampu menekan semaksimal mungkin risiko kematian yang dihadapi kelompok rentan. Yakni, sambungnya, para lansia, orang yang belum di vaksin dan memiliki komorbid.

“Presiden meminta agar risiko kematian bagi mereka dapat ditekan semaksimal mungkin dengan penanganan yang baik. Menindaklanjuti arahan presiden, pemerintah pun segera melakukan langkah-langkah mitigasi,” katanya.

Langkah-langkah yang ditempuh, antara lain, menurut Menko Luhut, berupa respons perawatan yang lebih cepat kepada kelompok yang memiliki komorbid. “Kami mendorong adanya interkoneksi data antara BPJS Kesehatan yang memiliki data komorbid dan data penambahan kasus di NAR Kemenkes, sehingga jika ada penambahan kasus langsung terdeteksi apakah orang tersebut komorbid atau tidak. Dengan begitu, respons tindakan bisa dilakukan secara cepat,” katanya.

Jangan Latah

Pada kesempatan itu, Menko Luhut juga menyampaikan bahwa selama ini Pemerintah Indonesia selalu belajar dari banyak negara demi bisa memahami, menganalisis, hingga menentukan langkah dan model terbaik dalam melihat perkembangan situasi pandemi. Itulah sebabnya, kata dia, pemerintah sudah memiliki formulasi langkah transisi dari pandemi ke endemi yang dianggap sesuai dengan kondisi di dalam negeri.

“Meski beberapa negara lain sudah mulai memberlakukan kebijakan pelonggaran untuk transisi ke endemi, seperti Inggris, Denmark, hingga Singapura, kita tidaklah perlu latah ikut-ikutan seperti negara itu. Kita memilih untuk melakukan transisi ini secara bertahap, bertingkat, dan berlanjut dengan berbasiskan data indikator kesehatan, ekonomi, sosial budaya, serta terus menerapkan prinsip kehati-hatian,” katanya.

Pemerintah, Menko Luhut menjelaskan, menggunakan prakondisi endemi sebagai pijakan dengan menggunakan sejumlah indikator. Yakni, tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi, tingkat kasus yang rendah berdasarkan indikator WHO, dan kapasitas respons fasilitas kesehatan yang memadai maupun menggunakan surveillance aktif.

Tak hanya itu, Menko Luhut juga mengingatkan bahwa prakondisi itu harus terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang dan sudah stabil ataupun konsisten. Pendeknya Menko Luhut menyampaikan, usulan konsep, kriteria, dan indikator pandemi ke endemi dari waktu ke waktu masih akan terus disempurnakan dengan para pakar dan ahli di bidangnya.

Hanya saja, Menko Luhut menegaskan, agar dapat mencapai cita-cita transisi dari pandemi ke endemi, ada hal utama yang perlu dilakukan. Yakni, kata dia, menggenjot vaksinasi dosis kedua dan booster, utamanya bagi para lansia.

“Oleh karena itu juga, pemerintah terus mendorong dan meminta bantuan kepada pemerintah daerah beserta jajarannya untuk terus aktif menyosialisasikan dan memaksimalkan jumlah vaksinasi booster bagi yang sudah memiliki tiket vaksin ketiga,” katanya.

Pada kesempatan itu, Menko Luhut juga meminta masyarakat yang sudah memiliki tiket vaksin ketiga ataupun yang sudah di vaksinasi lengkap dengan rentang waktu enam bulan dapat langsung mendatangi gerai-gerai vaksin yang telah disiapkan.

Naik ke Level 4

Dalam konferensi pers tersebut, Menko Luhut juga mengungkapkan bahwa beberapa kabupaten/kota masuk ke dalam PPKM Level 4. Kendati, sambungnya, telah mengikuti level asesmen PPKM yang disesuaikan dengan memberikan bobot lebih besar terhadap rawat inap rumah sakit.

Tak hanya sejumlah wilayah yang naik level, Menko Luhut mengatakan, kini mulai banyak kabupaten/kota yang masuk dalam asesmen PPKM Level 3.  Di antaranya, Solo Raya dan Semarang Raya. Sedangkan level PPKM untuk wilayah aglomerasi Jabodetabek, Bali, DIY, Bandung Raya, Surabaya Raya, dan Malang Raya, masih sama dengan sebelumya, yakni PPKM Level 3.

“Kenaikan asesmen level di masing-masing daerah ini disebabkan oleh tingkat rawat inap rumah sakit yang meningkat,” tuturnya.

Walau begitu, secara umum, Menko Luhut menegaskan, perkembangan kasus Omicron di Indonesia masih terkendali. Sehingga meski penambahan kasus sudah melebihi tren Delta, sambung dia, kondisi rawat inap dan kematian jauh lebih rendah dibandingkan saat puncak varian Delta beberapa waktu lalu.

Bahkan, lebih lanjut Menko Luhut mengatakan, secara spesifik, Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Bali sudah memasuki tren penurunan kasus konfirmasi harian. Tren angka hospitalisasi, sambung dia, juga terlihat menurun di DKI Jakarta dan Bali.

“Hingga hari ini jumlah keterisian rawat inap di rumah sakit di seluruh provinsi di Jawa-Bali masih jauh di bawah keterisian varian Delta,” katanya.

Lantaran itulah, Menko Luhut pun berpesan, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan hingga hari ini. Selain, dia membeberkan, kini mulai terlihat adanya peningkatan jumlah kasus yang datang dari tenaga kesehatan.

“Kelompok nakes yang paling banyak terinfeksi ialah perawat, tenaga penunjang, hingga manajemen rumah sakit,” katanya.

Terkait kondisi tersebut, Menko Luhut mengaku pemerintah melakukan sejumlah langkah demi mengantisipasi eskalasi masalah. Yakni, dengan kembali meminta Kementerian Kesehatan agar melakukan pengawasan penggunaan dan pengetatan alat pelindung diri bagi nakes, serta menyiapkan fasilitas penginapan khusus, demi menghindari kontak erat dengan keluarga.

 

Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari