Di papan bursa, harga gandum melesat sampai 40 persen. Invasi Rusia ke Ukraina menyumbang kenaikan 12 persen. Aptindo belum berancang-ancang menaikkan harga terigu (lagi).
Setelah sejumlah harga bahan pangan naik, sebut saja kedelai, minyak goreng, daging sapi, kini orang bersiap-siap menerima kemungkinan harga tepung terigu akan melonjak. Gejala inflasi global adalah salah satu alasan kenaikan harga pangan, termasuk yang sudah terjadi pada kedelai impor.
Kekhawatiran itu disebabkan peristiwa perang di Ukraina, setelah tentara Rusia menyerbu negeri di Eropa Timur itu sejak 24 Februari lalu. Ukraina babak belur dan lumpuh, sementara Rusia mendapat sanksi ekonomi dari negara-negara Barat. Padahal, baik Ukraina maupun Rusia adalah pengeksport gandum, yang memasok 30 persen dari kebutuhan pasar ekspor global.
Yang pasti, begitu perang meletus, lalu lintas kapal kargo di Laut Hitam menyusut. Kapal-kapal kargo menjauh baik dari pelabuhan di Ukraina maupun Rusia. Padahal, pelabuhan di Laut Hitam itu pintu gerbang keluar masuk barang dari kedua negara ke kawasan Eropa Barat, Asia, dan Afrika. Tak pelak, harga gandum di The Chicago Board of Trade (CBOT) melesat naik 40 persen untuk penyerahan satu bulan ke depan.
Perang Ukraina-Rusia itu tentu akan membawa akibat buruk bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. ‘’Perang antardua negara tersebut tentunya berdampak pada perekonomian dunia dan menyebabkan harga sejumlah komoditas seperti minyak, gas, dan gandum akan naik," kata Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, Sabtu (26/2/2022).
Harga minyak pun mendahului yang lain naik di atas USD100 per barel. Kenaikan harga ini tentunya akan mempengaruhi biaya dalam rantai pasok, dan akan diikuti kenaikan harga di tingkat produsen. Ditambah pula adanya inflasi global yang juga akan memantik kenaikan harga-harga. Semuanya itu akan membebani konsumen.
Mendag Muhammad Lutfi mengatakan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan jurus mitigasi atas aktivitas perdagangan terkait perang Rusia-Ukraina. Mitigasi yang dimaksud ialah menyiapkan sejumlah alternatif yang bisa dilakukan, guna menyasar pasar ekspor dan juga aktivitas impor yang selama ini melibatkan Indonesia dengan dua negara tersebut.
Indonesia ialah importir gandum Ukraina, utamanya sejak 2017. Pada 2021, dari kebutuhan nasional 11 juta ton gandum, impor dari Ukrania mencapai 3 juta ton (27 persen). Selebihnya dari Australia 40 persen, Kanada 17 persen, dan dalam jumlah kecil dari India atau Pakistan. Sejumlah negara lain yang sering menjadi langganan impor gandum ke Indonesia ialah Amerika, Argentina, Brazil, Uruguay, dan Rusia.
Impor Indonesia seluruhnya oleh swasta dalam bentuk bijih gandum, kemudian digiling di dalam negeri. Tidak semuanya dikonsumsi di pasar domestik. Ada sekitar 15 persen hasil olahan gandum, dalam bentuk tepung terigu atau hasil lainnya, yang diekspor. Nilainya USD1,19 miliar pada 2021.
Asosiasi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menyatakan, pasokan gandum untuk industri dan konsumsi dalam negeri cukup aman. Terkait invasi militer Rusia ke Ukraina, Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies menyatakan, pengusaha tengah berkomunikasi dengan mitra produsen gandum selain Ukraina dan Rusia untuk memastikan pasokannya aman.
‘’Soal terhambatnya pasokan dari Ukraina, kita tidak perlu khawatir karena stok dari produsen lain masih banyak,” kata Ratna. Kalangan Aptindo sudah terbiasa dengan fluktuasi stok gandum di satu dua negara produsen, yang biasanya akibat gagal panen. Fluktuasinya bisa mencapai 30 persen.
Harga gandum sendiri terus mengalami kenaikan, pada setahun terakhir ini mengikuti arus inflasi di banyak negara produsen. Harga terigu pun otomatis naik. Dalam pembentukan harga terigu, unsur harga gandum berkontribusi sampai 82 persen. Maka, di sepanjang Januari hingga September 2021, harga tepung terigu protein tinggi telah naik 6 persen, dan terigu protein rendah naik 15 persen.
Toh, kenaikan harga terigu itu masih belum cukup untuk mengejar kenaikan harga gandum. Maka, per Januari 2022 lalu, ada harga terigu kembali naik. Tak terjadi gejolak. Menurut Ratna Sari Lopies, karena kenaikan itu telah didiskusikan dengan stakeholders, baik distributor maupun pelaku UKM. Dalam hal terigu, memang terjalin hubungan yang karib antara produser dan mitra UKM binaannya.
Sejauh ini belum ada isyarat bahwa Aptindo akan segera menaikkan harga terigunya. “Belum ada rencana penyesuaian lagi dari anggota, saya belum dengar,’’ katanya.
Namun, tak hanya bursa The Chicago Board of Trade (CBT) yang memasang harga gandum melesat sampai 40 persen. International Grains Council (IGC) Market Indicator pun melaporkan, harga gandum di pasar dunia sudah mencapai USD335 per ton pada Maret 2022, yang berarti ada kenaikan 46 persen (YoY). Invasi Russia menyumbang kenaikan 12 persen, dan membuat harga gandum pun mendekati angka tertinggi dalam 14 tahun terakhir.
Laju kenaikan itu bisa saja terkoreksi bila stok dunia ternyata melimpah. Gandum adalah komoditas yang praktis sepanjang tahun diproduksi. Pada Maret ini, Brazil, Argentina, Uruguay, dan Australia tengah panen raya. Sebentar lagi, matahari bergeser ke Utara, dan giliran negara-negara di belahan dunia Utara akan memetik hasil panen pertamanya. Di wilayah subtropis, yang tidak mengalami musim dingin yang keras, benih gandum ditebar di musim gugur, berkecambah, tumbuh di awal musim semi, dan bisa dipanen pada April. Ketersediaannya lebih bisa dikalkulasikan.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari