Pabrik katalis merah putih merupakan salah satu program strategis nasional (PSN). Selama ini, katalis yang menjadi komponen penting dalam proses pengolahan minyak bumi masih tergantung pada impor.
Pada 2019, Pusat Rekasaya Katalis Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil mengembangkan katalis untuk produksi green fuel atau bahan bakar ramah lingkungan. Basis bahan bakar itu adalah minyak sawit yang setara solar atau pertamax.
Katalis adalah salah satu komponen penting dalam proses pengolahan minyak bumi yang selama ini masih banyak tergantung dari impor. Katalis bernama BIPN yang dikembangkan oleh ITB dan Pertamina Research and Technology Centre (RTC) dapat memproduksi bahan bakar beroktan 90-120.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), katalis adalah istilah dalam ilmu kimia yang artinya “zat yang dapat mempercepat atau memperlambat reaksi yang pada akhir reaksi dilepaskan kembali dalam bentuk semula”.
Pada 29 Juli 2020, ITB melalui PT Rekacipta Inovasi ITB menjalin kerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dan PT Pupuk Kujang dalam pembangunan perusahaan patungan pabrik katalis merah putih.
Penandatanganan kerja sama tersebut dilakukan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, Plt Direktur Utama PT Pupuk Kujang Rita Widayati, dan Direktur Utama PT Rekacipta Inovasi ITB Alam Indrawan di Kampus ITB Jl Ganesa nomor 10, Bandung. PT Katalis Sinergi Indonesia (PT KSI) itu resmi berdiri 30 Desember 2020
Adapun porsi kepemilikan saham dalam konsorium adalah PT Pertamina Lubricants 38 persen, PT Pupuk Kujang (37 persen), dan PT Rekacipta Inovasi ITB (27 persen). Pembangunan pabrik itu memakan waktu kurang lebih 13 bulan dan hasil produknya ditargetkan akan komersial pada April 2023.
Pabrik katalis merah putih itu dibangun di Kawasan Industri Kujang Cikampek, Jl Jenderal A Yani nomor 39, Dawuan Tengah, Kalihurip, Cikampek, Jawa Barat. Investasi pembangunan pabrik katalis merah putih ini sebesar Rp286 miliar.
Pabrik katalis itu berdiri di lahan seluas 2 hektare. Pabrik ini bakal mampu memproduksi katalis kurang lebih 800 ton per tahun. Pabrik ini menggunakan dua line industri untuk tujuh resep katalis yang didesain dari ITB, serta tenaga dan peralatan utama dari hasil karya anak bangsa.
Kelak katalis merah putih yang diproduksi pada tahap awal itu akan terdiri dari katalis hydrotreating untuk keperluan Pertamina sebesar 64% dan katalis oleochemical untuk keperluan industri oleokimia di Indonesia sebesar 36%.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada Rabu, 16 Maret 2022 memimpin groundbreaking pabrik katalis merah putih di Cikampek, Jawa Barat.
“Saya ucapkan selamat dan apresiasi kepada PT Pertamina Lubricants, PT Pupuk Kujang Cikampek, dan PT Rekacipta Inovasi ITB atas niat baik dan aksi nyata melalui pembentukan PT Katalis Sinergi Indonesia untuk bekerja sama dalam memanfaatkan kemampuan, pengalaman, sumber daya, dan fungsi yang dimilikinya dalam upaya penyediaan katalis nasional, khususnya katalis untuk memproduksi green fuel, yang diharapkan dapat mendukung pencapaian target kebijakan energi nasional,” ujar Arifin.
Pabrik katalis merah putih diharapkan mampu berkontribusi dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT), khususnya sektor bioenergi dan turut mengurangi emisi GRK serta bermanfaat bagi masyarakat. Pengembangan katalis merah putih ini juga merupakan satu dari empat fokus superprioritas nasional, di samping garam industri, pesawat nirawak Puna Male Elang Hitam, dan pesawat N219.
Berdirinya pabrik katalis itu dapat terjadi berkat sinergi antarinstitusi, yakni institusi pendidikan, industri, dan perbankan (BNI). Sinergi seperti ini, menurut Arifin, harus terus dikembangkan untuk produk-produk yang lain.
“Kita melihat bahwa yang terlibat dalam kegiatan ini adalah konsorsium dari badan-badan usaha BUMN. Nah, inilah sinergi yang harus terus kita tumbuh kembangkan, kita harapkan inisiatif dari penelitian agar inovasi seperti ini terus bisa dikembangkan menjadi satu bentuk industri,” kata Arifin.
Arifin berharap PT Katalis Sinergis Indonesia dapat mengembangkan katalis bukan hanya yang dibutuhkan dalam negeri, melainkan yang dibutuhkan dunia. Di samping, katanya, tetap menjaga kualitas dan melakukan diversifikasi energi.
“Katalis-katalis yang ada sekarang, saya yakini, hanya permulaan saja. Sebab, ini hanya merupakan inisiasi yang memang diperlukan untuk industri kita. Kita juga berharap, katalis ini mampu masuk ke pasar dunia. Untu itu memang dibutuhkan upaya-upaya bagaimana meningkatkan kualitas dari produk-produknya, mampu berkompetisi di dunia internasional, sehingga pabrik ini mungkin menjadi lebih besar ke depan,” jelas Arifin.
Direktur PT Katalis Sinergis Indonesia Achmad Setiawan juga mengapresiasi dukungan banyak pihak sehingga groundbreaking pembangunan pabrik katalis pertama di Indonesia dapat diwujudkan. “PT Katalis Sinergis Indonesia akan berusaha sebaik mungkin dalam mewujudkan mimpi luhur pendiri bangsa agar tidak lagi tergantung kepada asing dan bisa mandiri dalam mencapai kemakmuran bersama. Terlebih lagi untuk katalis refinery dan olechemical, melihat saat ini Indonesia masih menjadi net-importir untuk dua jenis katalis tersebut,” lanjut Achmad.
Saat ini Indonesia hanya memiliki satu pabrik katalis dengan lisensi Jerman, sehingga terjadi keterbatasan pemenuhan katalis nasional. Berdasarkan catatan yang ada, nilai kebutuhan katalis di Indonesia saat ini mencapai lebih kurang USD 500 juta, dan diproyeksi meningkat dengan CAGR 6%, hampir seluruh kebutuhan nasional diimpor dari luar negeri.
Volume kebutuhan katalis di Indonesia, yakni untuk Industri Petrokimia sebesar +-1500 ton/tahun, Oleokimia sebesar +- 800 ton/tahun, dan untuk industri refinery sebesar +-18.000 ton/tahun.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari