Indonesia.go.id - Di Balik Harga Baru Pertamax

Di Balik Harga Baru Pertamax

  • Administrator
  • Senin, 4 April 2022 | 21:12 WIB
BBM
  Petugas mengisi BBM jenis Pertamax ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Dengan kenaikan yang ada, harga Pertamax masih di bawah dari angka keekonomiannya. Secara bertahap, Pertalite dan BBM lain akan dinaikkan. Harga gas LPG 3 kilogram pun akan disesuaikan.

Seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) jaringan Pertamina memasang harga baru per 1 April 2022. PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga BBM nonsubsidi RON 92 Pertamax menjadi Rp12.500–Rp 13.000 per liter dari yang semula antara Rp9.000–Rp9.400 per liter. Pada wilayah pemasaran Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara harga barunya adalah Rp12.500. Di wilayah lainnya, bervariasi antara Rp12.750 hingga Rp13.000.

Sejauh ini, dari empat atau lima jenis BBM yang dijajakan di SPBU Pertamina, hanya harga Pertamax yang naik. Harga Pertalite, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan solar masih sama. Kenaikan harga yang dikenakan pun dijaga tetap lebih rendah dibandingkan BBM dengan RON 92 lainnya dari operator SPBU swasta, seperti Shell, BP-AKR, atau Vivo.

‘’Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat. Harga Pertamax tetap lebih kompetitif di pasar, dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lain,’’ ujar Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga SH C&T Pertamina Irto Ginting, Kamis, (31/3/2022) malam.

Kenaikan harga Pertamax ini merupakan yang pertama sejak tiga tahun lalu. Kebijakan kenaikan harga Pertamax itu mempertimbangkan harga minyak dunia yang melambung di sampai USD111 per barel. Peningkatan harga acuan itu mendorong harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) per 24 Maret 2022, melesat ke level USD114,55 per barel, naik 56 persen dari periode Desember 2021 yang sebesar USD73,36 per barel.

Pertamina, menurut  Irto Ginting, harus menjaga komitmen dalam penyediaan dan penyaluran BBM kepada seluruh masyarakat. Maka, guna menekan beban keuangannya, Pertamina harus melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi selain melakukan efisiensi ketat di seluruh lini operasi. Langkah penyesuaiannya pun dilakukan secara selektif.

Kenaikan harga sejauh ini hanya berlaku untuk Pertamax, yang porsi konsumsinya hanya 14 persen. Selain Pertamax, pada kategori nonsubsidi ada pula jenis BBM lain dengan RON tinggi, yakni Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar yang porsinya 83 persen tidak berubah. "Pertalite harganya stabil Rp7.650 per liter," kata dia.

Irto Ginting mengakui, meski harganya sudah dinaikkan, harga jual Pertamax itu pun masih Rp3.500 dari nilai  keekonomiannya. Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan, harga keekonomian BBM umum RON 92 per April 2022 telah menyentuh angka Rp16 ribu per liter. Tapi atas pertimbangan keterjangkauan, harganya ditetapkan antara Rp12.500–Rp13.000 per liter.

Kenaikan Harga Susulan

Tak tertutup kemungkinan bahwa BBM jenis lainnya, bahkan termasuk pula gas LPG, bisa terseret naik bila harga minyak dan gas dunia terus bergolak. Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marisves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, sinyal kenaikan harga BBM jenis Pertalite hingga gas elpiji 3 kg.

"Overall (secara keseluruhan) akan terjadi (kenaikan). Jadi secara bertahap, 1 April, nanti bulan Juli, September, itu nanti akan dilakukan pemerintah,’’ kata Menko Luhut ketika meninjau depo light rail transit (LRT) Jabodebek di Jatimulya, Bekasi Timur, Jumat, 1 April 2022. Pemerintah, kata Luhut pula, tentu akan melakukan perhitungan cermat dan melakukan sosialisasi terkait rencana itu.

Kenaikan harga BBM bukan hanya di Indonesia. Tren kenaikan harga minyak dunia terjadi sejak akhir 2021 akibat meletusnya perang Russia-Ukraina per 24 Februari 2022. Memasuki April 2022, perang masih berkecamuk. Pasokan minyak bumi dari Rusia, negara yang memasok 30 persen pasar ekspor dunia, terganggu.

Kenaikan harga minyak dunia itu sudah jauh melampaui asumsi APBN 2022, yang mematok angka USD63 per barel. Dengan harga minyak yang tinggi, angka subsidi tentu akan melonjak dan dapat mengakibatkan APBN tertekan dan akibatnya buruk bagi PT Pertamina. “Kalau ditahan terus, jebol nanti Pertamina. Jadi terpaksa kita harus lepas,’’ kata Menko Luhut, yang di bawah koordinasinya termasuk pula sektor pertambangan dan energi itu.

Maka, menurut Menko Luhut, harga BBM dan LPG harus menyesuaikan diri dengan harga di pasar global. Namun, katanya, penyesuaian harga akan dilakukan bertahap, dan jatah subsidi untuk rakyat kecil juga dipastikan tidak akan dihilangkan. Hanya porsinya akan diatur kembali.

‘’Semua akan naik, nggak ada yang nggak akan naik. Tapi, akan bertahap, dan besaran disubsidi akan diatur,’’ Luhut menambahkan.  

Gas elpiji dalam tabung melon 3 kg harganya akan naik, meski tak berarti akan melonjak tinggi. ‘’Dari 2007 tak pernah naik harganya, itu kan tidak fair juga," kata Menko Luhut. Toh, kenaikan harga itu akan dihitung cermat agar tidak menimbulkan guncangan ekonomi.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari