Indonesia.go.id - Bank Digital makin Tumbuh

Bank Digital makin Tumbuh

  • Administrator
  • Minggu, 3 Juli 2022 | 19:51 WIB
PEMULIHAN EKONOMI
  Menurut laporan Bank Indonesia (BI), transaksi layanan perbankan digital mencatatkan pertumbuhan 20,82 persen menjadi Rp3.766,7 triliun pada 5 bulan pertama 2022. Antara Foto/ Jessica Wuysang
Industri perbankan harus mengubah pendekatan layanannya kepada nasabah dengan bermigrasi ke sektor digital.

Layanan digital kini sudah merambah ke semua lini. Demikian pula di sektor perbankan. Adaptasi dan inovasi sektor ini terhadap layanan yang berbasis digital termasuk pesat.

Salah satu indikasinya adalah pertumbuhan dari nilai transaksinya mencatat kenaikan sebesar dua digit. Layanan perbankan digital yang akseleratif itu tak terlepas dari meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakatnya terhadap layanan dengan basis tersebut.

Menurut laporan Bank Indonesia (BI), transaksi layanan perbankan digital mencatatkan pertumbuhan 20,82 persen menjadi Rp3.766,7 triliun pada lima bulan pertama 2022.

Sementara itu, nilai transaksi uang elektronik tumbuh 35,25 persen year on year/yoy mencapai Rp32 triliun pada Mei 2022. “Pencapaian itu semua tidak terlepas dari meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring, perluasan, dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi digital banking,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Jumat (24/6/2022).

Masih dari data bank sentral, kondisi yang sama juga terjadi pada nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Layanan di sektor itu mengalami peningkatan 5,43 persen (yoy) dengan nilai menjadi Rp630,9 triliun.

Tak dipungkiri, wabah Covid-19 telah mengubah pola layanan di sektor perbankan. Fenomena disrupsi digital membuat bank-bank mencari cara bertahan hidup agar tetap eksis dan diminati nasabah di antara banyak layanan pembayaran saat ini.

 

Ubah Pendekatan

Bagi pelaku perbankan, situasi tentu sangat dipahami oleh mereka. Realitas itu juga diungkapkan seorang bankir nasional yang kini telah didapuk sebagai Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo.

Kartiko mewanti-wanti agar industri perbankan harus mengubah pendekatan layanannya kepada nasabah dengan melakukan migrasi ke sektor digital.

Yang terpenting, lanjutnya, bagaimana semua pemangku kepentingan di sektor jasa pembayaran digital saling kerja sama. "Sistem kita harus terekspos, namun harus tetap terjaga dengan baik," ujar Tiko, panggilan lain Kartiko.

Kartiko, yang juga tercatat sebagai Ketua Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) menambahkan, perbankan sebagai pemain kunci industri ini harus menerapkan hibrida dan open banking ecosystem. "Jadi perbankan harus menggabungkan kapabilitas digital secara masif, tetapi juga harus memanfaatkan kehadiran fisiknya secara maksimal."

Langkah inovatif memang terus dikembangkankan pelaku jasa keuangan. Seiring semakin masifnya layanan berbasis digital, seperti transformasi digitalisasi pembayaran antarwilayah (cross border payment), standard open API (Application Programming Interfaces), QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), dan pay later.

Bahkan, kini kalangan perbankan siap meluncurkan layanan kartu kredit digital. Beberapa pelaku swasta dan BUMN pun siap meluncurkan layanan itu, sperti Bank CIMB Niaga, PT Bank DBS Indonesia, dan Bank Mandiri dengan Livin-nya.

Dari data Bank Indonesia juga memberikan realitas bahwa segmen pasar pengguna kartu kredit ternyata masih cukup besar. Menurut data bank sentral, nilai transaksi kartu kredit sepanjang Januari--April 2022 tercatat Rp96,91 triliun.

Tentu ada yang bertanya, apa perbedaan mendasar dari kartu kredit digital dengan konvensional. Pembedanya adalah soal akses, karena produk ini dapat diakses nasabah melalui ponsel pintar meskipun konsumen juga diberikan kartu berbentuk fisik.

Dari gambaran di atas, layanan perbankan tidak lagi hanya mengandalkan cara-cara konvensional. Mereka harus masuk juga ke layanan digital, apalagi kini juga sudah mendapatkan pesaing, yakni finansial teknologi.

Apakah mereka harus berkompetisi? Jelas kompetisi yang sehat sudah menjadi tuntutan. Namun, jalan saling kerja sama satu sama lain tentu akan lebih baik, artinya kedua entitas itu, bisa saling sinergi.

Bentuknya kerja sama itu, misalnya, fintech yang memberikan layanan dengan basis digital, di sisi lain bank bisa jadi pemberi modal dalam layanan keuangan. Mereka bisa menerapkan pola simbiosis layaknya little brother dan big brother.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari