Indonesia kembali meraih pengakuan atas capaian swasembada beras dari IRRI. Produktivitas padi yang pada awal 1970-an masih 2,4 ton gabah per ha, kini di atas 5 ton per ha.
Pengakuan akan pencapaian swasembada pangan kembali datang setelah 36 tahun jeda. Kali ini, piagam pengakuan itu datang dari International Rice Research Institute (IRRI), sebuah organisasi riset budi daya padi yang berpusat di Los Banos, Filipina. Piagam itu merupakan penghargaan atas pencapaian Indonesia dalam pelaksanaan sistem ketahanan pertanian pangan dan swasembada beras antara 2019--2021, melalui penerapan inovasi teknologi.
Prosesi penyerahan piagam dihelat di Istana Negara, Jakarta, pada Minggu (14/8/2022), langsung dari Direktur Jenderal (Dirjen) IRRI Jean Balie kepada Presiden Joko Widodo. Dalam kesempatan itu, Organisasi Pangan Dunia (FAO) juga menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia atas capaiannya dalam menjaga ketahanan pangan, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan beras.
“Alasan saya datang jauh-jauh dari Filipina ialah memberikan penghargaan kepada Presiden Joko Widodo, karena Indonesia sudah bisa mencapai tingkat swasembada beras yang tinggi, dan perlu diakui. Alasan lainnya, keinginan untuk merayakan kerja sama yang sukses dan langgeng, antara IRRI dan Indonesia, khususnya dalam pengembangan beras,” ujar Jean Balie dalam sambutannya.
Jean Balie menyebut, Indonesia bisa menjadi contoh. Sebab, betapa pun diterpa pandemi, masih sanggup meningkatkan produksi untuk mencapai swasembada. Sedangkan di saat yang sama, banyak negara di dunia mengalami kemerosotan produksi. Pemerintah Indonesia tegas menyatakan tidak melakukan impor beras pada tiga tahun terakhir, yaitu mulai 2019 hingga 2021.
“Ini semua merupakan hasil dari adopsi teknologi yang tinggi, pelatihan petani yang baik, kinerja penyuluhan yang sangat baik, dan kerja sama yang kompak antarinstansi, khususnya antara IRRI dan Pemerintah Indonesia,” Jean Balie menambahkan.
Representasi FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal menilai bahwa penghargaan IRRI kepada Pemerintah Indonesia merupakan hal yang pantas. Pencapaian Indonesia terkait stabilitas ketahanan pangan dan swasembada beras, menurutnya, memang patut dihormati. Terlebih, pencapaian tersebut diraih Indonesia di tengah krisis pandemi Covid-19 dan ketidakstabilan situasi geopolitik global.
‘’Saya katakan, ini adalah pencapaian besar yang telah diraih Indonesia. Sebab kita telah melihat, hampir tidak ada impor beras, kecuali untuk varietas premium. Impor jagung juga telah stabil, jadi saya akan mengatakan, ini adalah pencapaian besar dan ini merupakan tonggak utama menuju sistem pangan pertanian yang tangguh di negara ini. Jadi saya ingin mengucapkan selamat kepada Indonesia untuk mendapatkan penghargaan ini dan mendapatkan pengakuan dari IRRI,” ujar Rajendra Aryal.
Lebih lanjut, kata Rajendra Aryal, FAO berkomitmen untuk terus membantu Indonesia dalam hal dukungan keahlian teknis. ‘’Untuk produksi yang lebih baik lingkungan yang lebih baik, kehidupan yang lebih baik. Indonesia telah berada jauh di depan, kita perlu mempertahankan itu dan seperti yang dikatakan Bapak Presiden, kita perlu bekerja sama dalam pembangunan bidang pertanian. Saya yakin Indonesia mampu mempertahankan momentum ini dan kita semua bersama-sama di dalamnya,” Rajendra menambahkan.
Antisipasi Krisis Pangan
Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo menegaskan, komitmen Pemerintah Indonesia untuk terus meningkatkan produksi pertanian nasional dalam rangka mengantisipasi krisis pangan yang tengah melanda sejumlah negara di dunia. ‘’Selain untuk menjamin kecukupan pangan di dalam negeri, juga memberikan kontribusi bagi kecukupan pangan dunia,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi mengatakan, untuk mendukung produksi pangan nasional itu pemerintah gencar membangun infrastruktur bendungan, embung desa, serta membangun atau memperbaiki saluran irigasi. Dalam tujuh tahun belakangan, 29 bendungan baru telah rampung dibangun, dan sembilan unit lain akan selesai pada akhir 2022. Sampai 2024 nanti, akan ada 61 bendungan baru.
‘’Pemerintah pun memanfaatkan varietas-varietas unggul padi baru untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Sehingga, Indonesia dapat mencapai swasembada beras dengan produksi beras yang surplus selama tiga tahun terakhir,’’ kata Presiden Jokowi.
Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Presiden Jokowi menyatakan, stok beras nasional pada April 2022 tercatat mencapai 10,2 juta ton. Maka, kebutuhan 2022 ini diperkirakan aman. ‘’Inilah yang menyebabkan kenapa pada hari ini diberikan kepada kita sebuah sertifikat. Indonesia dinilai memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dan mampu mencapai swasembada pangan,” ungkap Presiden Jokowi.
Dalam kesempatan itu pula, Presiden Jokowi menyampaikan penghargaannya kepada para pelaku budi daya padi dan para pemangku kepentingan, yang telah bekerja keras dan bersama pemerintah mewujudkan swasembada beras di Indonesia. Meski demikian, Presiden Jokowi berharap, para petani tidak hanya memproduksi komoditas pertanian yang dikonsumsi masyarakat, melainkan juga komoditas yang masuk pasar ekspor. Presiden Jokowi juga mendorong produksi pangan nonberas.
“Diversifikasi pangan. Hati-hati. Kita tak boleh hanya tergantung pada beras. Kita harus mulai memanfaatkan untuk jenis-jenis bahan pangan yang lainnya,” tuturnya.
Presiden Jokowi menyampaikan apresiasi pada IRRI yang telah memberikan pengakuan atas ketangguhan sektor pertanian Indonesia melalui Certificate of Acknowledgement kepada Pemerintah Indonesia. “Terima kasih saya sampaikan kepada IRRI, kepada FAO, yang telah memberikan dukungan kepada Indonesia dalam berproduksi selama ini dan merencanakan perencanaan yang baik,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi juga mengungkapkan, produksi beras nasional pada tiga tahun terakhir ini berada di kisaran 31,3 juta ton. Tingkat produksi itu sudah melampaui angka konsumsi nasional.
Kado Spesial HUT RI
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, dalam keterangannya usai acara seremonial itu, mengatakan bahwa penghargaan IRRI itu adalah kado spesial pada hari ulang tahun ke-77 kemerdekaan Republik Indonesia. Ia mengatakan pula, capaian penting itu ialah hasil kerja terintegrasi dari semua pihak. Pekerjaan besar itu, tutur Mentan, dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
‘’Semuanya dilakukan dengan terintegrasi, mulai dari penyediaan sarana dan prasarana, penyiapan teknik budi daya, mekanisasi pertanian, hingga kredit usaha rakyat (KUR) yang turut menggerakkan usaha-usaha tani itu,” ujarnya.
BPS memang masih mencatat adanya impor oleh swasta sekitar 1 persen dari produksi nasional. Tapi impor itu disediakan untuk beras premium yang dijual untuk kelompok masyarakat atas. Walhasil, beras dari luar negeri itu akan menambah angka surplus yang pada gilirannya akan terakumulasi dalam status stok beras, yang dari tahun ke tahun terus meningkat.
Catatan FAO menunjukkan, produksi padi rata-rata di Indonesia pada awal 1970-an berada di level 2,4 ton per hektare. Namun dari tahun ke tahun produktivitas meningkat. Pada kurun 1985-1986, FOA memberikan pengakuan Indonesia telah mencapai swasembada beras.
Hanya saja, sejak itu, peningkatan produksi beras nasional tidak bisa mengejar peningkatan konsumsi. Sehingga impor besar pun tidak terhindarkan, dengan jumlah 1–2 juta ton per tahun.
Belakangan, produktivitas padi di Indonesia kembali terangkat. Selain infrastruktur pengairan yang semakin baik, kontribusi varietas baru pun cukup besar, utamanya benih-benih hibrida dan inbrida. Produktivitas rata-rata yang 2,4 ton per ha di tahun 1970-an kini menjadi di atas 5 ton gabah kering giling per ha.
Sebagian besar benih padi itu bisa dihasilkan oleh para ahli dalam negeri, dengan memanfaatkan teknologi hibrida dan inbrida yang dikembangkan oleh IRRI.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari