Berbagai aplikasi disediakan di 54 pelabuhan guna kemudahan proses pengiriman barang. Daerah tertinggal dan UMKM mendapat manfaat. Targetnya, biaya turun daya saing meningkat.
Keluhan laten di dunia usaha adalah sektor logistik. Dengan mengambil porsi 23 persen dari produk domestik bruto (PDB), jasa logistik ini dinilai cukup membebani perekonomian Indonesia. Di negara jiran seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, rata-ratanya hanya 13--14 persen. Presiden Joko Widodo berulang kali menyampaikan target biaya logistik harus bisa turun ke level 17 persen pada 2024.
Para pemangku kepentingan perlu berbenah. Kementerian Perhubungan menyatakan terus melakukan berbagai upaya untuk menekan biaya logistik. Antara lain, dengan percepatan serta penyempurnaan kebijakan pembangunan transportasi laut 2020--2024.
Lainnya, soal pembangunan infrastruktur baru, peningkatan konektivitas sarana dan prasarana, pengembangan pelabuhan hub internasional, dan pengembangan pelabuhan pendukung tol laut.
‘’Pemerintah juga meningkatkan aspek keselamatan, teknologi informasi, pemanfaatan pembiayaan alternatif dan revitalisasi kelembagaan untuk mendukung biaya logistik terjangkau,” ujar Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati dalam keterangan persnya, Senin (19/9/2022).
Kementerian Perhubungan, menurut Adita, terus memperkuat pelaksanaan konsep hub and spoke (pengelolaan jaring komunikasi untuk perniagaan dan keselamatan perhubungan laut secara efisien) pada pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Peningkatan hub and spoke ini sebagai salah satu upaya menunjang program tol laut.
Pemerintah pusat terus mendorong pemerintah daerah agar mengoptimalkan rantai pasok berbagai komoditas unggulan daerahnya, guna meningkatkan muatan balik kapal dari wilayah timur menuju wilayah barat. Pelaku usaha di daerah mendapat manfaat dan usaha transportasi laut pun terbantu. Semua pihak untung.
‘’Ini dengan harapan distribusi barang dan pengembangan ekonomi pada daerah terluar, tertinggal, terdepan, dan perbatasan dapat lebih optimal,’’ ujar Adita.
Kementerian Perhubungan, katanya, juga berkolaborasi dengan kementerian/lembaga (K/L), melalui pembentukan National Logistic Ecosystem (NLE), guna menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional, sejak dari kapal, pengangkutan darat hingga ke gudang, agar proses logistik menjadi lebih efisien dan terintegrasi.
Peningkatan layanan digital itu terus ditingkatkan di semua pelabuhan Indonesia. Layanan NLE itu yang dirintis sejak 2020 itu kini telah tersedia di 10 pelabuhan utama di Indonesia. Rinciannya ialah di Belawan (Medan), Pelabuhan Batam, Merak (Banten), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), Balikpapan, Samarinda, Makassar, dan Kendari. Layanan NLE telah pula terintegrasi dalam digitalisasi layanan perizinan lainnya, seperti aplikasi SIMLALA, SITOLAUT, serta Inaportnet yang telah dimanfaatkan oleh 54 pelabuhan nasional.
“Pemerintah juga terus menurunkan waktu dwelling time, meningkatkan standardisasi kinerja, dan melakukan pengelolaan pelabuhan secara terpadu,” kata Adita. Tak hanya itu, menurut Adita, pihak Kementerian Perhubungan turut aktif melakukan upaya menurunkan tarif kapal tol laut, untuk mendorong geliat pertumbuhan perekonomian di daerah, lebih khusus untuk mendukung pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Sektor perhubungan laut menjadi fokus utama karena perannya sangat kritikal di negeri kepulauan seperti Indonesia. Laut pun memberikan tantangan tersendiri bagi pencapaian Logistic Performance Index (LPI). Dalam penilaian Bank Dunia terakhir (2021), skor LPI baru mencapai 3,15 (skala 0-5) dan berada pada peringkat 46 dunia. Thailand, Vietnam, Malaysia, dan India ada di peringkat lebih baik, masing-masing di 32, 39, 41, dan 44. Namun, pencapaian Indonesia itu lebih baik dibanding negara jiran, yang juga kepulauan, Filipina yakni di peringkat 60.
Indeks kinerja logistik (LPI) itu sendiri tidak melulu pada sektor perhubungan laut. Dalam menyusun penilaiannya, Bank Dunia memperhatikan enam aspek. Yang pertama ialah aspek efisiensi perizinan, yakni menyangkut kecepatan, kesederhanaan, dan syarat formalitas yang umum (dapat diprediksi) oleh badan pengawas perbatasan termasuk di dalamnya Bea Cukai.
Aspek kedua ialah kualitas infrastruktur yang terkait dengan perdagangan dan transportasi (misalnya, pelabuhan, rel kereta api, jalan raya, dengan teknologi informasi di dalamnya). Aspek ketiga adalah kemudahan mengatur pengiriman barang dengan harga bersaing. Yang keempat adalah kompetensi dan kualitas layanan logistik (misalnya, operator transportasi, perantara pabean). Aspek kelima ialah kemampuan untuk melacak dan memonitor kiriman; dan yang keenam ketepatan waktu pengiriman dalam mencapai tujuan dalam waktu pengiriman yang dijadwalkan atau diharapkan.
Tidak ada yang mudah untuk dicapai. Namun, semuanya menjadi syarat pokok agar logistik kelautan bisa bersaing dan memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian nasional.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari