Bahlil Lahadalia optimistis jika target investasi Rp1.200 triliun di tahun ini bisa tercapai.
Realisasi moncer sektor investasi di semester III-2022 kembali dicatatkan. Kontan, itu memunculkan asa bahwa perekenomian Indonesia masih cukup menjanjikan, meski resesi dan krisis global terus membayangi.
Di tengah berlangsungnya perang Ukraina vs Rusia yang mendorong krisis pangan dan energi, terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi sebagai efek rambatan. Hal itu pun lantas mengerek laju inflasi di sejumlah negara.
Alhasil, sejumlah negara pun menaikkan suku bunga acuan bank sentral dan cukup agresif. Bahkan diprediksi, pola itu akan mencapai puncaknya pada 2023. Salah satunya adalah langkah The Federal Reserve (Fed) yang baru saja mematok suku bunga acuan di level 3,25 persen.
Di tengah Iklim dunia yang masih terlihat suram itulah, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kembali mencatatkan prestasi, berupa realisasi investasi hingga kuartal III-2022. Pada Senin (24/10/2022), Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia menggelar konferensi pers dan menjelaskan realisasi investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia pada kuartal III-2022 yang mencapai Rp168,9 triliun atau tumbuh 63,6 persen (year on year/yoy).
Realisasi ini menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, realisasi PMA memang lebih tinggi dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang tercatat Rp138,9 triliun atau tumbuh 22,5 persen yoy sepanjang kuartal III-2022.
“PMA yang tumbuh 63 persen ini terbesar sepanjang sejarah. Ini luar biasa sekali,” pamer Bahlil, sembari tersenyum sumringah dalam konferensi pers “Realisasi Investasi Triwulan III-2022”, di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta Selatan.
Sektor apa saja yang menjadi minat investor sehingga mereka berani membenamkan dananya untuk investasi di Indonesia? Bahlil pun bercerita, investasi asing yang masuk ke Indonesia ada di lima sektor utama.
Pertama, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar USD2,8 miliar. Kedua, listrik, gas, dan air sebesar USD1,2 miliar. Ketiga, pertambangan sebesar USD1,1 miliar. Keempat, industri kimia dan farmasi sebesar USD1 miliar. Terakhir, sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi senilai USD0,9 miliar.
Dari potret investasi di atas, produk akhir yang dihasilkan berupa komoditas nonmigas, seperti produk logam dasar, barang logam (produk manufaktur). Kemudian produk bukan mesin dan peralatannya.
Artinya, komoditas yang dihasilkan adalah komoditas nonmigas, mirip dengan komoditas ekspor seperti yang tergambarkan dalam kinerja neraca perdagangan negara ini. Artinya, negara ini sudah berjalan di jalurnya, yakni sebagai sebuah negara industri.
Gambaran itu terlihat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini berkaitan laporan neraca pedagangan. Menurut laporan itu, ekspor sektor nonmigas menyumbang USD23,48 miliar, turun 10,31 persen dibandingkan periode sebulan sebelumnya senilai USD26,18 miliar.
Nah, pertanyaan selanjutnya adalah asal investasi PMA itu, kebanyakan dari mana saja? Menteri Investasi/BKPM pun membeberkan datanya. Ternyata, negara jiran Indonesia, yakni Singapura yang terbesar sebagai negara asal PMA dengan kontribusi sebesar USD3,8 miliar.
Berikutnya, diikuti oleh Tiongkok sebesar USD1,6 miliar, Jepang USD1 miliar, Hongkong USD1 miliar, dan Malaysia sebesar USD0,9 miliar. "Secara kumulatif (Januari-September 2022) investasi asing yang masuk ke Indonesia mencapai Rp479,3 triliun atau tumbuh 44,5 persen yoy," ujar Bahlil, seraya menambahkan realisasi investasi sepanjang kuartal III-2022 telah menyerap tenaga kerja sebanyak 325.575, atau tumbuh 12,8 persen (yoy).
Bila dilihat selama periode Januari–September 2022, realisasi investasi mencapai Rp892,4 triliun, naik 35,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka tersebut mencapai 74,4 persen dari target investasi 2022 sebesar Rp1.200 triliun.
"Insyaallah, saya optimistis jika target investasi tahun ini Rp1.200 triliun bisa tercapai," kata Bahlil. Realisasi investasi Januari--September tersebut bisa menyerap tenaga kerja mencapai 956.122 orang.
Dari gambaran di atas, harus diakui aliran investasi ke Indonesia boleh jadi masih moncer sejauh ini. Namun, dengan kondisi dunia yang penuh ketidakpastian, negara ini harus mewaspadainya.
Pasalnya, iklim ekonomi dunia yang suram saat ini berpotensi terjadinya penundaan penanaman modal oleh pelaku usaha. Harapannya, pemerintah tetap bisa memenuhi target investasi tahun ini sebesar Rp1.200 triliun.
Bila selama periode Januari–September 2022, realisasi investasi sudah mencapai Rp892,4 triliun, sudah mencapai 74,4 persen. Artinya pemerintah punya pekerjaan rumah untuk memenuhi sisa target investasi tahun ini Rp307,6 triliun.
Dalam skenario ekonomi normal, target ini memang amat mungkin tercapai mengingat setiap kuartal rata-rata realisasi penanaman modal di kisaran Rp300 triliun.
Persoalannya, dinamika perekonomian dewasa ini kurang mendukung iklim investasi. Dari eksternal, rentetan dampak invasi Rusia ke Ukraina sejak Februari lalu masih belum dapat terputus.
Kondisi itu diperparah dengan krisis energi dan pangan, serta risiko perlambatan ekonomi di Tiongkok, yang berperan sebagai salah satu sumber penanaman modal asing (PMA).
Dari dalam negeri, pembenahan ekosistem investasi yang mencakup perizinan, pengadaan lahan, hingga aspek birokrasi juga belum maksimal. Sehingga, meningkatkan tantangan pencapaian target pada sisa tahun ini.
Hal ini sejatinya disadari betul oleh otoritas penanaman modal. Bagi Kementerian Investasi/BKPM, selain masalah lahan, banyaknya regulasi di tingkat daerah yang belum linier dengan aturan pusat pun menciptakan ketidakpastian baru bagi kemudahan berusaha.
Terlepas dari semua, dinamika persoalan investasi terus diperbaiki agar menjadi lebih baik, lebih kompetitif, sehingga investasi ke Indonesia bisa lebih kencang lagi dan ujungnya adalah ekonomi Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari