Lanskap energi global didesak untuk bertransisi berkelanjutan. Dari ekonomi berbasis fosil ke rendah karbon.
Di tengah tuntutan global menuju target emisi bersih 0 pada 2060, Indonesia sebagai bagian komunitas dunia pun berusaha untuk mencapai tuntutan itu. Salah satunya adalah dengan mengakselerasi penggunaan energi baru terbarukan.
Selain soal tuntutan untuk menuju dunia yang bebas emisi, mahalnya harga energi saat ini tambah menyadarkan dunia betapa pentingnya penggunaan energi baru terbarukan, selain mendapatkan iklim udara yang lebih bersih lagi.
Masalah pengurangan emisi karbon dan energi baru dan terbarukan juga menjadi salah satu topik bahasan Keketuaan ASEAN Indonesia 2023, termasuk di acara 41st Senior Officials Meeting on Energy ASEAN (41st ASEAN SOME), di Sekretariat ASEAN Jakarta, Senin (19/6/2023).
Kegiatan 41st ASEAN SOME di Sekretariat ASEAN Jakarta itu merupakan sejumlah rangkaian kegiatan Keketuaan Indonesia, mulai dari gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. Bahkan, untuk pertama kalinya setelah pandemi Covid-19, KTT ASEAN ini akan dilakukan dua kali dalam setahun secara langsung (in person).
KTT ASEAN ke-42 sudah sukses diadakan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 10-11 Mei 2023. Sementara itu, KTT ASEAN ke-43, rencananya akan digelar di Jakarta pada 5--7 September 2023. Selain acara puncak berupa penyelenggaraan KTT, Indonesia menggelar 195 pertemuan dari 540 yang dijadwalkan akan dilakukan sepanjang Keketuaan RI.
Sebanyak 74 dari 307 pertemuan yang akan dilakukan di Indonesia, dilakukan di Sekretariat ASEAN. Salah satu pertemuan itu adalah 41st Senior Officials Meeting on Energy ASEAN (41st ASEAN SOME).
Dalam 41st ASEAN SOME, isu utama yang dibawa dan menjadi tema sentral yang mengemuka adalah tentang pentingnya ketahanan energi berkelanjutan, melalui interkonektivitas di ASEAN sebagai kawasan “epicentrum of growth”. Di acara itu, Indonesia diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yang menyuarakan perlunya dukungan berkelanjutan dan kolaborasi untuk memastikan kemitraan yang inovatif, pembiayaan yang berkelanjutan dan inklusif, serta akses ke teknologi yang diperlukan dan efektif untuk mempercepat transisi energi, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Menurutnya, kolaborasi perlu diperkuat tak hanya antarnegara anggota ASEAN, melainkan juga dengan organisasi internasional dan pemangku kepentingan. “Lanskap energi global didesak untuk bertransisi secara berkelanjutan dari ekonomi berbasis fosil menuju ekonomi rendah karbon, dengan cara yang inklusif dan adil, sembari mempertimbangkan keadaan, kemampuan, dan prioritas nasional,” ujar Arifin saat membuka acara 41st ASEAN SOME di Sekretariat ASEAN Jakarta, Senin (19/6/2023).
Arifin menjelaskan, platform pipa gas trans-ASEAN (Trans-ASEAN Gas Pipeline/TAGP) dan jaringan listrik ASEAN akan mempercepat transisi energi bersih dan meningkatkan ketahanan energi. Selain itu, mineral kritis juga dibutuhkan untuk mendukung transisi energi. Sebagai informasi, mineral kritis atau critical raw materials adalah mineral yang dapat digunakan untuk inovasi teknologi berbasis energi bersih dan terbarukan.
Di sisi lain, permintaan global akan mineral kritis untuk mengembangkan teknologi energi bersih meningkat secara signifikan.
Data International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa mobil listrik membutuhkan input mineral enam kali lipat dari mobil konvensional.
Sedangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) membutuhkan sumber daya mineral 13 kali lebih banyak ketimbang pembangkit listrik berbahan bakar gas berukuran serupa. “Beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam dikaruniai sumber daya mineral dalam jumlah besar, antara lain, nikel, timah, bauksit, dan logam tanah jarang. Sehingga, ASEAN dapat memainkan peran besar dalam rantai pasokan mineral kritis global,” ujar Arifin.
Dia mengatakan perlunya mengembangkan unit pengolahan dan pemurnian mineral serta manufaktur untuk industri berbasis mineral, terutama untuk teknologi energi bersih. Bahkan, Arifin menegaskan Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia adalah pemain kunci dalam industri manufaktur energi terbarukan seperti industri baterai solar PV dan kendaraan listrik.
“KTT ASEAN 2023 menyepakati penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dekarbonisasi sektor transportasi darat di kawasan guna mencapai net zero emission (NZE),” ungkap Arifin.
Menteri ESDM itu menjelaskan, negara ASEAN juga berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik regional dengan melibatkan seluruh negara anggotanya dan meningkatkan industri kendaraan listrik dan menjadikan Kawasan itu sebagai pusat produksi global.
Arifin menambahkan, teknologi adalah kunci transisi energi menuju karbon netral, maka dari itu perlu peningkatan keberagaman teknologi. Begitu pula dengan akses dan pemanfaatan teknologi perlu dibuat menjadi lebih inklusif.
Kemudian, akses kepada teknologi dan pembiayaan yang terjangkau, harus dieksplorasi lebih luas. “Negara Anggota ASEAN wajib meningkatkan teknologinya, begitu pun dengan kemampuan, kapasitas, dan keahlian untuk mendukung target transisi energi di negara kita, sekaligus target ASEAN Plan of Action of Energy Cooperation (APAEC),” ujar Arifin.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari