Potensi pala di Fakfak terbukti cukup tinggi, sehingga sangat mungkin memperbesar produksi pala demi meningkatkan ekspor.
Pada pertengahan Juli lalu, usai mendarat di Bandar Udara Torea, Fakfak, Papua Barat, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin langsung meninjau rumah produksi pengolahan pala tomandin di Kecamatan Pariwari, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Di sana, Wapres disambut pemilik rumah produksi itu, yakni Hans Sahupala, dan juga Development Director Kedutaan Besar Inggris Amanda McLoughlin.
Wapres pun berkeliling melihat proses produksi pengolahan pala tomandin yang sedang dilakukan oleh para pekerja, hingga hasil akhir dari pengolahan kekayaan rempah kebanggaan masyarakat Fakfak itu. Wapres pun sangat mengapresiasi proses pengolahan pala yang modern, sehingga akhirnya mampu menghasilkan produk yang berkualitas.
Rumah produksi pala tomandin yang berada di bawah Papua Global Spice tersebut bekerja sama dengan Kedutaan Besar Inggris dalam hal pengadaan alat pengeringan. Dengan alat itu, proses produksi pala dapat dipercepat, sehingga potensi ekspor pun bisa diperbesar.
Pengembangan komoditas unggulan lada, cengkeh, dan pala termasuk ke dalam Proyek Prioritas Nasional dalam RPJMN 2020—2024, khususnya di Provinsi Papua Barat. Pemerintah Daerah Papua Barat bekerja sama dengan Kedutaan Besar Britania Raya di Jakarta dan US Agency for International Development (USAID) di Indonesia dalam melakukan kolaborasi itu, melalui proyek The Green Economic Growth (GEG) for Papua, yang telah berjalan sejak 2017.
Pada kesempatan itu pula, Wapres menerangkan, tumbuhan pala dapat dimanfaatkan di seluruh bagiannya. “Ternyata pala itu semuanya tidak ada yang terbuang. Tadi saya lihat ada bunga palanya, ada biji palanya, ada batok biji palanya juga diekspor,” ujar Wapres Ma’ruf.
Potensi pala di Fakfak terbukti cukup tinggi, Wapres Ma’ruf menyebutkan, sangat mungkin untuk memperbesar produksi pala demi meningkatkan ekspor. “Saya dengan pihak terkait nanti akan bicarakan bagaimana mengembangkan proses pengolahan pala di Fakfak ini supaya ekspornya lebih besar lagi,” tutupnya.
Pada kesempatan itu, Bupati Fakfak Untung Tamsil juga menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Fakfak, bersama para pemangku kepentingan, tengah berupaya meningkatkan lahan penanaman pala sebagai upaya untuk meningkatkan hasil produksi tahunan. Bupati mengatakan, hingga kini jumlah produksi pala mencapai angka 18 ribu ton per tahun dengan luas areal 16 ribu hektare.
Pihaknya kini juga mendorong pemanfaatan lahan tidur untuk proses penanaman. Sebagai informasi, pala memiliki nilai ekonomis yang terletak pada bijinya yang dapat diolah menjadi minyak pala. Daging pada buah pala juga sangat penting karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan dapat diolah menjadi bahan baku turunan, seperti pembuatan manisan, sirup, dan juga selai.
Laporan kerja sama UNDP bersama Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang dilansir Mongabay.co.id menuliskan, hampir 80% lahan di Fakfak ditumbuhi pala. Kajian ini juga menuliskan, pala Papua yang memiliki nama latin Myristica argenta Warb merupakan bagian dari famili Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250 species.
Dalam laporan itu ditulis pula, di Papua Barat, khusus Fakfak luas tanaman pala mencapai 6.071 hektare (58% dari luas area pala di Papua Barat). Produksi pala sebanyak 1.884 ton, 11% dari total produksi Indonesia, dengan jumlah petani terlibat langsung dalam budi daya itu sebanyak 2.300 keluarga.
Indonesia merupakan produsen dan pengekspor biji dan fuli pala terbesar dunia, dengan pangsa pasar dunia 75%. Ekspor utama pala Indonesia adalah Vietnam, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Italia.
Pada 2011, produksi pala mencapai 15.793 ton, dari areal produksi 118.345 hektare dan melibatkan 146.331 keluarga. Tanaman ini tersebar di sejumlah daerah, yakni Maluku Utara, Sulawesi Utara, Aceh, Maluku, dan Papua Barat.
Di Indonesia dikenal beberapa jenis pala, antara lain, Myristica fragrans Houtt yang menjadi jenis utama dan mendominasi jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Pala jenis itu berasal dari tumbuhan asli Pulau Banda.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari