Nilai surplus neraca dagang Indonesia Agustus 2023 naik dibandingkan capaian bulan sebelumnya.
Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus USD3,12 miliar pada Agustus 2023. Hal itu melanjutkan surplus yang terjadi selama 40 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020.
Pencapaian soal neraca perdagangan Indonesia itu disampaikan Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti pada Jumat (15/9/2023). Menurutnya, nilai surplus neraca dagang Indonesia Agustus 2023 naik dibandingkan capaian bulan sebelumnya sebesar USD1,31 miliar.
Dalam kesempatan itu, Amalia menjelaskan, surplus neraca perdagangan Agustus 2023 ditopang komoditas nonmigas yang tercatat USD4,47 miliar. Adapun, komoditas penyumbang surplus utama, yaitu lemak dan minyak hewani/nabati HS 15, bahan bakar mineral HS 27, besi dan baja HS 72.
Pada saat yang sama, lanjut Amalia, neraca perdagangan komoditas migas defisit USD1,34 miliar dengan komoditas penyumbang defisit minyak mentah. Nah, bagaimana neraca perdagangan itu bila dilihat selama periode Januari-Agustus 2023 dibandingkan periode yang sama 2022. BPS menjelaskan, bila dilihat dari perkembangan ekspor nonmigas menurut sektor, data BPS menunjukkan nilai ekspor seluruh sektor masih tumbuh secara bulanan.
Dari pengelompokan sektor, pertama, sektor pertanian, kehutanan dan pertanian. Kedua, pertambangan dan lainnya, dan yang ketiga, industri pengolahan.
Nilai ekspor sektor pertambangan dan lainnya mengalami kenaikan tertinggi secara bulanan, yakni periode Agustus 2023 senilai USD16,38 miliar berbanding USD15,82 miliar, naik 15,27 persen.
Bagaimana dengan kinerja ekspor komoditas unggulan? Ada tiga komoditas yang menurut BPS masuk kategori komoditas unggulan. Pertama, komoditas batu bara yang menyumbang 10,89 persen dengan nilai ekspor USD2,25 miliar, masing-masing secara bulanan (month to month/mtm) turun 11,83 persen dan secara yoy turun 48,91 persen.
Sementara itu, komoditas kelapa sawit menyumbang ekspor 11,60 persen dari total ekspor atau senilai USD2,40 miliar pada Agustus 2023. Secara month to month, naik 5,32 persen, namun secara yoy turun 35,23 persen.
Demikian pula kinerja ekspor komoditas besi dan baja yang menyumbang USD2,24 miliar. Secara bulanan naik 1,27 persen, namun secara tahunan masih minus 0,96 persen.
Bila dilihat secara kumulatif dari Januari–Agustus 2023, kinerja ekspor, baik migas maupun nonmigas, dibandingkan dengan periode yang sama 2022, BPS melaporkan kinerja ekspor tercatat mencapai USD171,52 miliar, turun 11,85 persen dibandingkan kinerja ekspor periode yang sama 2022. Di periode itu, nilai ekspor tercatat mencapai USD194,57 miliar.
Di periode 2023, ekspor migas mencapai USD10,39 miliar, turun 4,66 persen dibandingkan periode yang sama 2022 yang mencapai USD10,89 miliar. Sementara itu, ekspor nonmigas tercatat mencapai USD161,13 miliar, turun 12,27 persen dibandingkan periode yang sama 2022 yang tercatat mencapai USD183,68 miliar.
Total ekspor di periode itu mencapai USD171,52 mliar. Di sisi lain, nilai impor mencapai USD147,18 miliar, atau surplus USD24,34 miliar.
Amalia mengatakan, capaian tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi Januari--Agustus 2022 yang mencapai USD34,89 miliar. “Surplus neraca perdagangan secara kumulatif pada tahun ini (Januari-Agustus 2023) turun USD10,55 dibandingkan periode tahun sebelumnya (yoy),” jelas Amalia.
Mengomentari pencapaian neraca perdagangan periode Agustus 2023, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menilai, pencapaian cukup positif. "Bank Indonesia (BI) memandang perkembangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (15/9/2023).
Ke depan, BI terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional. Terlepas dari semua itu, pencapaian neraca perdagangan periode Agustus di luar prediksi sejumlah pengamat, termasuk kembali surplusnya neraca perdagangan.
Harus diakui, perekonomian Indonesia kini mulai mengalami pemulihan. Indikator itu terlihat dari tren kenaikan kinerja ekspor dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya (month to month). Namun, unjuk kerja aktivitas ekspor masih belum mencapai seperti tahun lalu.
Mesin-mesin produksi industri pengolahan harus dipacu lebih kencang lagi sehingga daya pacunya bisa kembali seperti tahun lalu, bahkan lebih kencang lagi. Apalagi, peluang permintaan dari sejumlah negara tradisional mulai kencang, di antaranya dari Tiongkok.
Sayangnya, permintaan dari negara-negara ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa masih belum pulih seperti tahun lalu. Ini yang harus menjadi perhatian pelaku usaha dan pemerintah. Saatnya untuk menggenjot kinerja ekspor di tengah mulai pulihnya perekonomian di sejumlah negara.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari