Sekarang ada 10 bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Enam bahasa PBB, yaitu bahasa Inggris, Prancis, Arab, Tiongkok, Rusia, dan Spanyol serta empat lainnya bahasa negara anggota UNESCO, yaitu bahasa Hindi, Italia, Portugis, dan Indonesia.
Bahasa menunjukkan jati diri bangsa. Jauh sebelum Indonesia merdeka, para pemuda bangsa sudah mendeklarasikan bahasa persatuan, yakni Bahasa Indonesia. Tepatnya pada Kongres Pemuda kedua 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia dengan akar dari Bahasa Malayu sudah menjadi bahasa lingua franca.
Ya, bahasa perdagangan di pelabuhan dagang Nusantara yang digunakan oleh para pedagang sejak berabad silam. Dari semua bahasa di kepulauan Indonesia, mengapa bahasa Melayu dipromosikan menjadi lingua franca? Di sepanjang Semenanjung Malaya terdapat mosaik berbagai dialek Melayu pedalaman, dari lembah ke lembah dan desa ke desa di sebagian besar pulau Sumatra dan di sepanjang pantai Kalimantan.
Bahasa Melayu digunakan para pedagang, sambil menunggu persediaan lengkap, para pedagang harus berurusan dengan penduduk berbahasa Melayu untuk mencari persediaan, dan tentu saja membutuhkan cara untuk berkomunikasi dengan mereka. Dengan begitu, bahasa Melayu dipilih dan digunakan sebagai lingua franca karena lebih sederhana dan lebih demokratis, dibandingkan bahasa Jawa, Bali, Sunda, dan Madura yang bertingkat.
Menyoal bahasa, tahun ini menjadi kado manis bagi bangsa Indonesia. Upaya Pemerintah RI mengusulkan bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa resmi pada General Conference (Sidang Umum) UNESCO akhirnya disetujui dalam Sidang Umum UNESCO pada 20 November 2023. Usulan Indonesia tersebut disepakati secara bulat oleh anggota UNESCO. Dengan demikian, sekarang terdapat sepuluh bahasa resmi Sidang Umum UNESCO yang terdiri atas enam bahasa PBB yaitu bahasa Inggris, Prancis, Arab, Tiongkok, Rusia, dan Spanyol serta empat bahasa negara anggota UNESCO lainnya, yaitu bahasa Hindi, Italia, Portugis, dan Indonesia.
Dengan demikian, bahasa Indonesia merupakan bahasa ke-10 yang diakui sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Upaya itu sendiri merupakan salah satu implementasi dari amanat Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang tertulis bahwa pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
Perjuangan itu merupakan upaya de jure agar bahasa Indonesia mendapat status bahasa resmi pada sebuah lembaga internasional setelah secara de facto Pemerintah Indonesia membangun kantong-kantong penutur asing bahasa Indonesia di 52 negara.
Duta Besar Mohamad Oemar, Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, mengungkapkan saat presentasi proposal Indonesia. Dia menyampaikan bahwa bahasa Indonesia telah menjadi kekuatan penyatu bangsa sejak masa prakemerdekaan, khususnya melalui Sumpah Pemuda di tahun 1928.
“Dengan perannya sebagai penghubung antaretnis yang beragam di Indonesia, Bahasa Indonesia, dengan lebih dari 275 juta penutur, juga telah melanglang dunia, dengan masuknya kurikulum Bahasa Indonesia di 52 negara di dunia dengan setidaknya 150.000 penutur asing saat ini,” ujarnya seperti dikutip dari laman Kemendikbudristek.
Dubes Oemar menyebutkan bahwa kepemimpinan aktif Indonesia di tataran global telah dimulai sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 yang menjadi bibit terbentuknya Kelompok Negara Non-Blok. Indonesia memilliki komitmen kuat untuk melanjutkan kepemimpinan dan kontribusi positif untuk dunia internasional, dengan berkolaborasi dengan negara-negara lain dalam mengatasi tantangan global, melalui peran keketuaan Indonesia di forum G20 tahun 2022 dan ASEAN tahun 2023 ini.
Di sisi lain, hal ini merupakan bagian dari upaya global Indonesia untuk mengembangkan konektivitas antarbangsa, memperkuat kerja sama dengan UNESCO, dan bagian dari komitmen Indonesia terhadap pengembangan budaya di tingkat internasional.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) E Aminudin Aziz menuturkan, dengan ditetapkannya bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Sidang Umum UNESCO membuat posisi bahasa Indonesia semakin meningkat dari bahasa persatuan pada 1928, bahasa nasional pada Kemerdekaan 1945 dan kini menjadi bahasa global.
Proses Pengusulan
Adapun proses awal pengusulan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO bermula dari diskusi antara Dubes RI untuk Prancis dan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO pada Januari 2023 tentang potensi bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Potensi ini selanjutnya disampaikan kepada Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. Dalam waktu yang sempit disusunlah strategi untuk mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO.
Pada 7 Februari 2023, Kepala Badan Bahasa bertemu dengan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO, serta Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang (OINB), Kementerian Luar Negeri, di Jakarta. Pertemuan ini membicarakan peluang dan strategi mengupayakan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, khususnya bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Pada pertemuan ini disepakati bahwa pemerintah akan berupaya mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Sidang Umum UNESCO. Setelah itu, disusunlah naskah ajuan yang diperlukan dalam waktu yang sangat terbatas.
Selanjutnya, prosedur pengusulan ke UNESCO dilakukan sesuai dengan alur yang berlaku. Pada 29 Maret 2023, Kementerian Luar Negeri melalui Direktorat Sosial Budaya dan OINB bersurat ke Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO di Paris menyampaikan proposal nominasi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Proposal ini kemudian disampaikan oleh perwakilan RI di Paris kepada Sekretariat UNESCO untuk masuk dalam agenda sidang Dewan Eksekutif UNESCO pada Mei 2023.
Pada 10--24 Mei 2023, Dewan Eksekutif UNESCO menyelenggarakan sidang yang salah satunya membahas usulan pemerintah Indonesia untuk menjadikan bahasa Indonesia bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Pada sidang itu, Dewan Eksekutif menyetujui untuk memasukan proposal Pemerintah Indonesia dalam Sesi 42 Sidang Umum yang direncanakan pada 7--22 November 2023.
Hingga akhirnya pada 20 November 2023, sidang pleno UNESCO memutuskan untuk menerima usulan Pemerintah Indonesia untuk menjadikan bahasa Indonesia bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Dengan demikian, bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ke-10 pada Sidang Umum UNESCO.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari