Ketersediaan valuta asing di dalam negeri menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas moneter dan perekonomian nasional.
Di tengah ketidakpastian perekonomian global, ketahanan cadangan devisa di dalam negeri sangatlah diperlukan. Oleh karena, wacana agar pelaku usaha memarkir devisanya di dalam negeri cukup kuat berhembus dalam setahun terakhir ini.
Munculnya wacana itu tidak salah. Pasalnya, perekonomian global hingga kini tak kunjung beranjak membaik. Bahkan beberapa risiko global masih siap menghadang, di antaranya arah kebijakan The Fed yang masih penuh ketidakpastian, eskalasi tensi geopolitik berbagai kawasan, serta disrupsi rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih.
Di tengah kondisi itu, dari sisi perekonomian domestik, khusus terkait kebijakan The Fed, masih tampak menunjukkan resiliensinya. Indikator itu terlihat dari capaian pertumbuhan pada triwulan I ini.
Meskipun demikian, bangsa ini harus siap dengan kondisi apanpun dari ketidakpastian perekonomian global tersebut. Salah satu langkah antisipasi itu adalah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2024.
Melalui PP 22/2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatur ulang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam Pada Instrumen Moneter dan/atau Instrumen Keuangan Tertentu di Indonesia. “Ketersediaan valuta asing di dalam negeri menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas moneter dan perekonomian nasional, terutama rupiah,” tulis Presiden Jokowi dalam penjelasan beleid tersebut, dikutip Rabu (22/5/2024).
Aturan yang telah diwacanakan sejak tahun lalu itu mengatur terkait insentif Pajak Penghasilan (PPh) final bagi eksportir yang memarkirkan hasil ekspornya di dalam negeri di instrumen moneter/keuangan. Selain itu, juga insentif bagi retensi yang dikonversi ke rupiah.
Instrumen moneter/keuangan, yaitu termasuk deposito yang diterbitkan oleh Bank yang sumber dananya berasal dari Rekening Khusus Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) pada Bank yang sama. Sedangkan instrumen lainnya yaitu term deposite (TD) operasi pasar terbuka konvensional dalam valuta asing di Bank Indonesia yang penempatannya melalui peserta operasi pasar terbuka dan sumber dananya berasal dari Rekening Khusus DHE SDA pada peserta operasi pasar terbuka yang sama.
Pemberian Insentif
Insentif juga diberikan untuk penempatan DHE di surat sanggup yang diterbitkan oleh Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia (LPEI) yang sumber dananya berasal dari Rekening Khusus DHE SDA pada LPEI. Selain itu, instrumen moneter lain atau instrumen keuangan lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, setelah berkoordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia.
Adapun, saat ini terdapat tujuh instrumen penempatan DHE SDA, yaitu rekening khusus (Reksus) DHE SDA di Bank/LPEI, Deposito Valas dari Bank, Promissory Note LPEI. Lalu ada instrumen TD Valas DHE dari Deposito Valas Bank, TD Valas dari Promissory Note LPEI, Swap Valas dari Eksportir/Nasabah ke Bank, serta Swap Valas dari Bank ke BI.
Berkaitan dengan keluarnya PP 22/2024, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, hadirnya PP ini dapat mendorong peningkatan penempatan DHE di dalam negeri. “Penerbitan PP ini akan positif akan mendorong penempatan DHE SDA akan meningkat, dan tentu saja itu akan mendukung tidak hanya stabilitas ekonomi, juga stabilitas nilai tukar rupiah,” tuturnya, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (22/5/2024).
Bank Indonesia (BI) optimistis terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 22/2024 terkait DHE SDA akan mendorong semakin bertambahnya cadangan devisa Indonesia akibat semakin banyaknya dolar yang dibawa masuk ke tanah air.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta melihat potensi akan meningkatnya penempatan DHE SDA setelah aturan tersebut terbit. Pasalnya, semua penempatan yang disebutkan dalam PP mendapatkan insentif, DHE yang dikonversi dari valas ke rupiah juga mendapatkan insentif.
“Bahkan, bila pengusaaha bersedia melakukan konversi ke rupiah, maka insentif juga lebih tinggi dari pada dia tidak konversi, dengan demikian ini akan meningkatkan minat dari eksportir itu dalam menempatkan DHE,” jelasnya.
Sebagai informasi, posisi Term Defisit Valas DHE sejak Januari 2024 dalam kondisi stabil. Posisi TD valas DHE di angka sekitar USD1,8--USD1,9 miliar.
Tentu, kita perlu menyambut positif dengan keluarnya PP tersebut. Dengan demikian, ketersediaan valuta asing di dalam negeri menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas moneter dan perekonomian nasional, terutama rupiah. Ketersediaan valuta asing di dalam negeri pun juga terjaga.
Berikut tarif PPh final yang diberikan untuk DHE dalam valas, yakni penempatan devisa lebih dari 6 bulan memperoleh tarif (0 persen). Dikenakan tarif 2,5 persen dengan jangka penempatan maksimal 6 bulan, tariff 7,5 persen bagi penempatan 3 bulan hingga kurang dari 6 bulan. Dikenakan tarif 10 persen bagi penempatan 1 bulan hngga kurang dari 3 bulan.
Sementara itu, tarif PPh final untuk DHE yang dikonversi dari Valas ke Rupiah, yakni tarif 0 persen untuk jangka penempatan lebih dari 6 bulan, 2,5 persen bagi penempatan 3 bulan hingga kurang dari 6 bulan, dan dikenakan tarif 5 persen untuk jangka penempatan 1 bulan hingga kurang dari 3 bulan.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari